KAMI Lahir Akibat Kesalahan Presiden Jokowi dan Buzzernya
Sejumlah tokoh masyarakat, akedemisi dan politisi, mengingatkan Presiden Joko Widodo, agar tidak takut dan berprasangka negatif terhadap deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Gerakan moral dalam bentuk KAMI tersebut merupakan bagian dari demokrasi, untuk menyampakan aspirasi rakyat dan kritik pada pemerintah. Mengingat sekarang sudah tidak ada lagi yang berani mengkritik pemerintah, karena seluruh partai di DPR, satu fraksi dengan pemerintah. Secara tidak langsung memberikan kebebasan kepada Jokowi untuk melakukan apa saja.
Guru Besar Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (UI) Chusnul Mar'iyah mengatakan, DPR telah kehilangan fungsinya sebagai lembaga kontrol. Karena semua parpol satu suara dengan pemerintah.
"Meskipun Presiden membuat kebijakan yang salah, tidak ada yang berani mengingatkan. Sehingga merasa dirinya selalu benar," kata Chusnul di Jakarta, Rabu 19 Agustus 2020.
Presiden Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) FISIP, Universitas Indonesia itu mengambil contoh memburuknya petumbuhan ekonomi nasional hingga minus 5 persen dan carut marutnya penanganan pandemi Covid-19 membuat rakyat cemas, tapi seluruh fraksi di DPR malah diam, seakan menikmati ikut kebijakan pemerintah yang salah urus tersebut.
"Fakta ini menjadi salah satu emberio lahirnya KAMI, dengan tujuan untuk mengingatkan pemerintah dan Presiden Jokowi agar tidak bertindak semena-mena dalam menjalankan kekuasaannya," kata Chusnul.
Pakar hukum tata negara Refly Harun berpandangan bahwa lahirnya KAMI akibat kesalahan Jokowi sendiri sebagai pribadi maupun sebagai kepala pemerintahan. Jokowi beranggapan berhasil menarik semua kekuatan partai politik untuk mendukungnya, semua urusan selesai, faktanya tidak.
"Partai pendukung justru melakukan pembiaran ketika melihat Jokowi salah jalan, tidak ada yang mengingatkan," kata Harun.
Ia pun mencotohkan dalam soal penegakan hukum, hukum seakan berlaku bagi orang di luar kelompok Jokowi. Kalau pelakunya bukan pendukung Jokowi, dalam hitungan detik bisa langsung ditangkap. Bahkan belum melakukan sudah ditangkap. Sebaliknya kalau pelaku berasal dari pendukung Jokowi, aman-aman saja.
"Tontonan seperti ini sangat mencederai keadilan dan hati rakyat," katanya.
Karena itu, KAMI bukan hanya ingin menyelamatkan negeri ini, tapi juga untuk menyelamatkan Jokowi supaya tak terperosok dalam jurang," kata Refly.
Menanggapi kekhawatiran KAMI sebagai cikal-bakal untuk menurunkan Jokowi, pakar hukum tata negara itu mengatakan, sistem pemerintahan di Indonesia tidak semudah itu untuk menjatuhkan seorang presiden. Semua kekuasaan dan kekuatan TNI-Polri ada di tangan presiden.
"Pendukung Jokowi nggak perlu takut, jangan paranoid dengan dideklarasikannya KAMI oleh orang orang yang masih menggunakan akal sehatnya," kata Refly.
Din Syamsuddin dan sejumlah tokoh sebelumnya mendeklarasikan KAMI. Mereka menyebut KAMI sebagai gerakan moral yang berjuang demi mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera, bukan makar.
"Kami bukan pecundang atau kelompok sakit hati, kami cinta terhadap negeri ini, jangan apriori dengan upaya kami menyelamatkan negeri ini," kata Din Syamsuddin melalui pesan singkat kepada Ngopibareng.id, Selasa 18 Agustus 2020.
Deklarasi KAMI digelar di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 18 Agustus 2020. Sejumlah tokoh yang hadir dalam acara tersebut di antaranya Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Refly Harun, Said Didu, Rocky Gerung, Ichsanuddin Noorsy, dan Ahmad Yani.
Advertisement