KAMI dan Munculnya Polarisasi di Tengah Masyarakat
Munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada mulanya saya berharap menjadi suatu diskursus yang hangat dan konstruktif bagi koreksi sistem pembangunan berbagai bidang sejak reformasi 1998. Mungkin harapan itu tidak terjadi, minimal untuk saat ini.
Substansi 8 butir pernyataan KAMI berisi narasi kritik mendasar terhadap penyelenggaraan negara mulai kondisi ekonomi, hukum, politik, Covid-19 ekonomi dan lain sebagainya. Karena masih suasana hari Proklamasi dan Tahun Baru Hijrah, pemerintah belum meresponsnya.
Saya senang ketika seorang anggota DPR dari PDI-P dan Gerindra merespons dengan amat bijak, intinya kritik KAMI itu bisa menjadi input bagi pemerintah. Tetapi setelah membaca medsos dan siaran televisi, beberapa tanggapan dari para eksponen pendukung rezim, dan jawabannya, persoalannya menjadi lain.
Debat kusir, ungkap soal pribadi, emosional, provokatif dari kedua belah pihak, saya khawatir polarisasi masyarakat terbentuk kembali, dalam situasi ekonomi yang rentan.
Pemerintah tidak perlu khawatir terhadap KAMI, kabinet belum genap setahun bekerja, masih banyak waktu melakukan perbaikan. Ada situasi kedaruratan kesehatan dan perang dagang dunia sebagai variable utama.
Toh beberapa saran KAMI bisa diakomodasikan. Saya yakin KAMI yang terdiri tokoh tokoh kredibel akan bisa memahami kalau yang menjadi concern mrk direspons secara proporsional.
Harapan rakyat, situasi cepat menjadi normal dan polarisasi masyarakat tidak melebar. Banyak pihak yang yakin, RI satu dan dibantu RI 2 (Presiden dan Wakil Presiden, Red), dapat merespons masukan KAMI secara cepat dan bijak.
Catatan:
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia menggelar deklarasi KAMI pada 18 Agustus 2020. Aksi deklarasi koalisi dirancan Din Syamsudin itu dilaksanakan di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Dalam acara deklarasi tersebut, KAMI menuntut delapan hal kepada Presiden Joko Widodo.
"Maklumat Menyelamatkan Indonesia sudah kami sepakati oleh para deklarator. Memuat antara lain butir-butir keprihatinan kami terhadap kehidupan kebangsaan kita terakhir ini, khususnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan HAM, termasuk sumber daya alam," ujar Din Syamsudin.
Berikut Delapan Poin dalam Deklarasi KAMI:
1. Mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD, dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara sesuai dengan (tidak menyimpang dari) jiwa, semangat dan nilai Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dengan tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri, sehingga menimbulkan banyak korban dengan mengalokasikan anggaran yang memadai, termasuk untuk membantu langsung rakyat miskin yang terdampak secara ekonomi.
3. Menuntut pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin, petani dan nelayan, guru/dosen, tenaga kerja bangsa sendiri, pelaku UMKM dan koperasi, serta pedagang informal daripada membela kepentingan pengusaha besar dan asing.
4. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah dan DPR untuk memperbaiki praktik pembentukan hukum yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Kepada pemerintah dituntut untuk menghentikan penegakan hukum yang karut marut dan diskriminatif, memberantas mafia hukum, menghentikan kriminalisasi lawan-lawan politik, menangkap dan menghukum berat para penjarah kekayaan negara.
5. Menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi dam nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
6. Menuntut penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila lainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme serta upaya memecah belah masyarakat. Begitu pula mendesak pemerintah agar menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu.
7. Menuntut pemerintah untuk mengusut secara sungguh-sungguh dan tuntas terhadap pihak yang berupaya melalui jalur konstitusi, mengubah Dasar Negara Pancasila, sebagai upaya nyata untuk meruntuhkan NKRI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945, aga tidak terulang upaya sejenis di masa yang akan datang.
8. Menuntut presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
DR KH As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2025)
Advertisement