Kalisari Damen Surabaya Tercemar Limbah, Bahaya di Balik Deterjen
Siang itu warga sekitar Sungai Kalisari Damen, Kecamatan Mulyorejo, terlihat sibuk. Mereka bergegas menutup pintu dan jendela, memasang terpal di depan rumah.
Sebagian warga yang berjualan makanan, segera memindahkan barang jualannya. Kerumunan warga bubar, masuk ke dalam rumah. Menghindar dari hujan busa Sungai Kalisari Damen.
Susah payah warga melakukan segala upaya, mencegah busa masuk ke dalam rumah. Saat pagi dan sore hari di Agustus, Sungai Kalisari Damen menerbangkan busa, hingga masuk ke perkampungan. Busa membawa bau tak sedap, noda di baju, hingga gatal di kulit bila bersentuhan langsung.
Hujan Busa di Kalisari Damen
Tejo, warga setempat mengingat, busa mulai sering keluar dengan jumlah banyak sejak rumah pompa Bosem Kalidami dibangun pemerintah. “Dulu memang ada, tapi busanya tak banyak. Dikarenakan ada pompa, akhirnya busanya banyak, itu kan pompanya baru juga,” kata Tejo, kepada Ngopibareng.id, Senin, 5 September 2022.
Kini, setiap petugas menyalakan pompa, busa akan keluar menggunung. Angin kemudian berembus menerbangkan busa. Pemilik warung kopi di sekitar rumah pompa itu, harus menutup lapaknya bila petugas menyalakan pompa . Terlambat menutup warung, dijamin busa akan beterbangan, menempel di barang dagangannya.
“Saya sempat jaga warung, jadi pas busanya keluar itu tempatku terpaksa tutup dulu, kalau gak gitu masuk-masuk nanti. Terus ada pedagang tahu tek, sate, nasi goreng, itu dia sampai ngusir-ngusir busa yang terbang,” kata Tejo.
Dampak busa tak hanya dirasakan pedagang sekitar rumah pompa. Para pemilik tambak di bagian Timur juga gagal panen karena limbah busa. Pengusaha tambak udang vaname, windu, juga bandeng, mengaku terganggu panennya.
“Sebelah timur itu ada tambak, banyak orang-orang gagal panen gara-gara busa. Kasihan aku sama petani tambak itu, jarang sekali panen menghasilkan maksimal,” ujar dia.
Busa yang beterbangan juga membawa petaka bagi warga setempat. Tejo mengaku, warga terpaksa menghirup bau tak sedap bila busa keluar. Bahkan, sering mengalami gatal-gatal apabila busa menempel pada kulit. Busa yang menempel pada baju juga membekas noda yang sulit hilang.
Ia pun kesal jika ada pihak yang menyebut busa di Kalisari Damen tak berbahaya. "Yang ngomong gak berbahaya pengen ngerti saya, suruh tinggal sini. Bau kotoran manusia nanti rumahnya,” ucapnya kesal.
Buah Simalakama Pompa Air
Warga menuding pompa air di rumah pompa dianggap jadi sumber munculnya busa di Kalisari Damen. Seperti yang terjadi pada Selasa, 2 Agustus 2022. Mandi busa di Kalisari Damen bahkan masuk di Instagram Walikota Eri Cahyadi. Terlihat permukaan sungai di dekat mal itu penuh dengan busa berwarna putih.
Bambang, petugas pompa di Bosem Kalisari Damen, menuturkan ihwal peristiwa yang menghebohkan Surabaya itu. Ketinggian air sungai saat itu mencapai 90 cm. Di sisi lain, cuaca ketika itu sedang mendung. Ia pun terpaksa menghidupkan pompa, mencegah terjadinya banjir.
“Ada pantauan dari kantor cuaca redup (mendung). Mereka akan mantau terus, jangan sampai sungai gak dipompa dan air dibiarkan tinggi," katanya mengingat kondisi saat itu.
Di sisi lain, Bambang sudah sering kena marah warga, sebab terlalu sering menghidupkan pompa. Dampaknya, warga akan mengalami hujan busa.
Sore itu akhirnya pun bisa ditebak. Busa beterbangan mengganggu aktivitas warga. Pria paruh baya itu hanya bisa pasrah. Ia selamat dari teguran Dinas Lingkungan Hidup, namun harus rela kena marah warga.
“Gak dipompa dimarahin dinas, kalau dipompa warga yang protes, karena busanya terbang-terbang sampai ke rumah-rumah warga," akunya pasrah.
Bahaya Salju Limbah Kalisari Damen
Kondisi itu juga diketahui oleh Camat Mulyorejo, Yudi Eko. Berbeda dengan Tejo dan Bambang, Yudi menyebut mandi busa di Kalisari Damen adalah hal biasa. Yudi menyebut busa dari sungai sebagai salju. Tak ada warga yang menyampaikan keluhan akibat salju dari sungai Kalisari Damen.
“Warga sudah biasa melihat salju beterbangan. Busa di sungai sendiri juga biasa muncul di sungai karena dekat sama rumah pompa,” kata Yudi di kesempatan berbeda.
Berbeda dengan warga, Yudi tegas menyebut busa bukan disebabkan bosem rumah pompa. Salju itu menurut Yudi, berasal dari akumulasi limbah di anak sungai, dan kemudian berkumpul dan mengendap di sungai Kalisari Damen.
“Gampangannya misalnya ada air sabun, terus Anda tumpuk, kan busanya banyak,” katanya memberikan analogi mudah, penyebab munculnya busa.
Soal asal limbah itu, Yudi meyakinkan jika limbah tak keluar dari pabrik besar atau aktivitas usaha laundry warga di sekitar Kalisari Damen.
“Enggak (banyak), itu usaha laundry paling kecil-kecilan, gak gede, andaikan ada busanya ya kecil-kecil (sedikit) saja. Gak ada pabrik malah, itu kan karena akumulasi dari hulu, jadinya banyak,” jelasnya.
Sementara itu, Yayasan Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebut, sungai Kalisari Damen memiliki potential of hydrogen (pH) yang tinggi.
Ph sendiri merupakan ukuran untuk menentukan tingkat pencemaran kimia atau logam berat. Semakin banyak angka yang keluar, menunjukkan tingginya tingkat kebasaan air yang diteliti.
“(Sungai Kalisari Damen) pH-nya tinggi 9,57 lebih ke sifat basa. Jadi bisa membuat air sungai berbusa,” kata Staf Divisi Edukasi Ecoton, Alaika Rahmatullah.
Alex, sapaan akrabnya, menyatakan jika salah satu penyebab keluarnya busa di Sungai Kalisari Damen, diduga berasal dari limbah domestik. “Dugaan sementara dari hasil uji pendahuluan, (adanya busa) karena masukan limbah domestik. Kandungan fosfatnya tinggi, salah satunya dari limbah detergen,” jelasnya.
Kondisi diperparah dengan adanya limbah industri. Akhirnya, kedua sumber limbah itu menumpuk di pompa air Bosem Kalidami. “Masukan limbah domestik ditambah industri, terakumulasi di pompa air Kalidami. Sehingga ketika musim kemarau menghasilkan busa,” katanya menjelaskan.
Temuan ini tergolong segar. Didapat setelah melakukan kajian, usai pihaknya mendapat laporan hujan busa dari warga Kalisari Damen.
Pencemaran Level 4
Temuan Pemkot Surabaya semakin membuat khawatir. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, Agus Hebi Djuniatoro menyebut haasil tes laboratorium air sungai menunjukkan bahwa level pencemaran ada di level 4. "Level satu itu bersih, level dua agak kotor, tiga kotor dan level empat paling kotor," kata Agus Hebi.
Temuan lain, limbah terbanyak adalah limbah rumah tangga. Tidak ada limbah industri seperti dugaan sebelumnya. Air dari limbah kotoran detergen juga sabun cuci piring mendominasi. "Kalau untuk industri sepanjang sungai tidak ada," kata Hebi.
Ia mencatat, limbah domestik juga berasal dari beberapa usaha rumahan juga hotel yang membuang limbahnya ke Sungai Kalisari. Air sisa detergen atau sabun yang dibuang langsung ke sungai mengandung surfaktan. Ketika surfaktan tersebut diaduk menggunakan pompa, maka busa akan muncul.
Surfaktan disebut sebagai zat yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan juga manusia. Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini menyebut bahayanya telah terbukti pada mikroba, tumbuhan dan hewan.
Bagi manusia, surfaktan berpotensi menyebabkan gangguan hormon, iritasi kulit, hingga gangguan pada fungsi hati. “Bahan kimia aditif memiliki efek racun pada kesehatan manusia menyebabkan gangguan hormon, iritasi kulit, pusing dan gangguan fungsi hati,” jelasnya.
Tak hanya pada manusia, limbah detergen di Kalisari Damen, juga berbahaya bagi makhluk hidup penghuni sungai. Limbah detergen dapat menyuburkan gangga di perairan. Hal tersebut berdampak pada minimnya kadar oksigen dan menyebabkan kematian ikan.
“Di perairan, deterjen menimbulkan alga blooming, warna air menjadi hijau karena alga tumbuh pesat. Dampaknya menurunkan kadar oksigen dalam air dan menyebabkan kematian ikan dan biota air,” ucapnya.
Pihaknya pun merekomendasikan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membenahi sistem pembuangan warga dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara komunal. “Pemkot harus benahi sistem untuk penyaluran limbah rumah tangga ke IPAL komunal sebelum dialirkan ke semua rumah pompa,” ujar dia.
Tak ketinggalan, usaha laundry, kafe, pengepul sampah yang mencuci di sungai, juga harus menjadi perhatian Pemkot Surabaya. Sebab, mereka juga memiliki andil dalam penumpukan limbah di sungai Kota Pahlawan.
Butuh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Serupa dengan Ecoton, Pemkot Surabaya juga berencana mengatasi limbah dengan membuat IPAL komunal. Agus Hebi menuturkan pihaknya sedang bekerjasama dengan dengan ITS untuk membuat IPAL.
Pembuatan IPAL ini sendiri membutuhkan lahan tanah sedikitnya 4×10 meter seperti yang sudah ada di daerah Jambangan. Fungsinya menyaring air limbah domestik, sehingga bersih dari surfaktan ketika masuk ke sungai.
Namun pembangunan IPAL di Kalisari Damen tak semudah membalik telapak tangan. Ia harus berkoordinasi dengan dinas PU Bina Marga Surabaya. "Rencana pembangunan itu ada di OPD lain, nanti koordinasi dulu," tambah Hebi tanpa merinci target pasti, kapan IPAL terealisasi.
IPAL Komunal sendiri bukan barang baru bagi Pemkot Surabaya. Sedikitnya ada 25 IPAL Komunal yang dibangun sejak 2016.
Fungsi IPAL Terbatas Lahan dan KK
IPAL komunal bukan obat sapu jagad bebas hambatan untuk mengatasi limbah domestik. Kepala Pusat Penelitian Infrastruktur dan Lingkungan Berkelanjutan DRPM ITS, Warmadewanthi menjabarkan sejumlah hal yang harus dipahami ketika membuat IPAL.
Ketersediaan lahan menjadi hal penting ketika membangun IPAL di Surabaya, yang padat penduduknya. Semakin luas IPAL maka akan semakin besar kapasitas daya tampung limbahnya. "Karena IPAL ada yang berkapasitas 50 KK atau 75 KK. Semua ini tergantung lahan yang ada untuk membuat IPAL komunal," terang alumni ITS tersebut.
Hal lain terkait pemilihan teknologi, kemampuan operasi dan pemeliharaan IPAL yang melibatkan peran masyarakat. Teknologi yang sudah diterapkan di Surabaya menggunakan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR). Teknologi ini mudah dan tidak membutuhkan energi besar. "Tapi tentu perlu pemeliharaan dan jenis limbah seperti oli yang tidak boleh dibuang ke IPAL. Karena IPAL komunal khusus untuk air limbah domestik dari rumah tangga," ungkapnya.
IPAL di Kedung Baruk
Siang itu, Suprapto bergegas menunjukkan bangunan IPAL Komunal di tempat tinggalnya, Jalan Kedung Baruk Beringin RT 03 RW 04, Kelurahan Kedung Baruk. Bangunan itu nyaris tersamar dengan bangunan lainnya. Terlihat atap IPAL sepanjang 6 meter, yang dimanfaatkan sebagai tempat parkir motor.
"Air cuci baju, cuci piring dari warga sini masuk ke IPAL sini semua," ujar Suprapto, sambil menunjukkan bangunan IPAL kepada Ngopibareng.id, Jumat 9 September 2022.
Ia berkisah, IPAL di tepi sungai itu dibangun sejak 2017 oleh Pemkot Surabaya. Ada 84 kepala keluarga yang membuang limbah domestiknya ke dalam IPAL tersebut. Di dalam IPAL, limbah akan diolah sebelum dibuang kembali ke sungai. "Limbahnya dilebur di dalam (IPAL komunal) pakai obat atau semacamnya. Jadi airnya bersih kembali," tuturnya.
Hasilnya, Suprapto mengaku air sungai yang melintas di wilayahnya tak pernah sekalipun mengeluarkan busa seperti di Kalisari Damen. Meski, sejumlah sampah plastik masih terlihat di beberapa sudut sungai. "Tidak pernah ada yang seperti itu, karena buangnya tidak ke kali. Tapi kesini (IPAL)," tandasnya sambil menunjukkan IPAL komunal di tempatnya. (*)
Penulis Dyah Ayu Pitaloka. Penyumbang bahan, Pita Sari dan Andik Dwi Setiawan
Advertisement