Efek Pandemi, Kadar Klorin di DAS Brantas TInggi
Lembaga pemerhati lingkungan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Malang tercemar oleh klorin akibat massifnya penggunaan disinfektan selama masa pandemi Covid-19.
Peneliti Ecoton, Eka Clara Budiarti menyampaikan, untuk mengurangi kadar klorin yang tinggi di Kali Brantas Malang. Maka, pihak Ecoton menyarankan agar pemangku kepentingan setempat untuk membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL).
"Perlu disediakan IPAL komunal. Apalagi daerah bantaran sungai itu cara pembuangannya langsung. Jadi belum ada wadah penampungan," terangnya pada Rabu 22 Juli 2020.
Dengan adanya pembuatan IPAL di sekitar bantaran sungai, Clara menjelaskan bahwa hal itu dapat mencegah warga untuk membuang cairan disinfektan ke sungai setelah selesai melakukan penyemprotan.
"Jadi nanti pipa pembuangan di rumah tangga yang ada di gorong-gorong, nanti akan diteruskan ke tempat pembuangan akhir," ucapnya.
Ecoton sendiri beberapa hari yang lalu sudah mengambil sampel air di aliran sungai Kali Brantas Malang yaitu di Kelurahan Jodipan dan Kelurahan Kiduldalem.
Dari kedua tempat tersebut ditemukan kadar klorin mencapai 0,15 part per million (ppm). Jumlah kandungan klorin ini lebih tinggi daripada standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah sebesar 0,03 ppm.
"Jadi prosesnya dari penelitian kami olah dan hasilnya kami sampaikan kepada pemangku kebijakan. Nanti responnya seperti apa," jelasnya.
Clara sendiri mengingatkan bahwa kadar klorin yang tinggi sangat berbahaya pada ekosistem sungai. Selain terhadap keberlangsungan kehidupan ikan. Melainkan juga kepada manusia, karena dapat menyebabkan kanker kulit.
Selain mengukur kadar klorin di Kali Brantas, pihak Ecoton juga mengukur jumlah mikroplastik yang tertimbun di tempat tersebut.
"Untuk mikroplastik untuk bisa menemukan hasilnya itu masih menunggu sekitar 3 harian," tutur Clara.
Ecoton sendiri memulai mengukur tingkat kadar klorin dan mikroplastik di DAS Brantas Malang pada 20 Juli 2020, lalu. Namun, kata Clara, berkaca pada Surabaya kadar microplastiknya cukup tinggi dengan total 914 partikel/m3 dalam uji penelitian di lima titik sungai.
"Kali Brantas Surabaya itu kan hilir. Jadi dia menerima sampah dari DAS Brantas berbagai daerah," jelasnya.
Dari jumlah itu, jenis mikroplastik terbanyak disebutkannya adalah fiber yang berasal dari tekstil, laundry dan sampah popok sekali pakai.
Sedangkan jenis terbanyak kedua yaitu dari bentuk fragmen yang berasal dari remahan sampah plastik yang terbuang ke sungai seperti kresek, sedotan dan botol plastik.
Oleh karena itu, apabila hal tersebut tidak dicegah akan masuk ke aliran air bahan baku PDAM dan masuk ke dalam tubuh kita. Akibatnya akan berpotensi mengganggu sistem hormonal dan imun manusia serta tubuh manusia akan mengalami infeksi penyakit.
"Makanya, kalau mikroplastik masuk dalam tubuh manusia sangat berbahaya. Apalagi, tidak hanya di Indonesia, di luar negeri juga belum ada syarat mikroplastik itu dicegah persebarannya di PDAM," tutupnya.