Kalau Tidak 'Dirawat' Partai Koalisi Bisa Jadi Ancaman Jokowi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan pasangan Joko widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024. Penetapan itu dibacakan dalam sidang Pleno KPU, pada Minggu 30 Juni 2019.
Beberapa pengamat politik menilai Jokowi akan menghadapi persoalan serius di internal koalisi, sehubungan dengan pembagian jatah menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf.
Meskipun dalam UUD 45 ditegaskan presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat menteri dan pembantu presiden. Faktanya, pimpinan partai koalisi juga 'campur tangan' menentukan komposisi atau penyusunan kabinet.
Pengamat politik dan peneliti senior Lembaga Ulmu Pengetahuan Undonesia (LIPI) mengambil contoh dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, semua partai koalisai diberi jabatan sebagai ucapan terima kasih.
"Kalau tidak menteri, di lembaga non kementerian, atau paling tidak komisaris BUMN," kata Siti Zuhro kepada ngopibareng, Selasa 2 Juni 2019.
Persoalannya sekarang tidak semua partai koalisi pendukung Jokowi di Pilpres lolos ke parlemen. Dari sembilan partai koalisi Jokowi hanya lima yang mempunyai wakil di DPR Kelima parpol tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, PPP, dan PKB.
Persentase perolehan suara kelima parpol tersebut sebesar 56,11 persen.
Dengan demikian, Jokowi-Ma'ruf Amin tidak hanya memenangi Pilpres 2019, tetapi juga akan menguasai DPR (parlemen). Lalu bagaimanan dengan partai lain yang tidak punya wakil di DPR seperti Hanura, PSI, PKPI dan PBB yang turut memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin? Partai tersebut tidak bisa masuk Senayan, karena perolehan suaranya tidak mencapai 4 persen.
"Ini akan menjadi persoalan bagi pemerintahan Jokowi ke depan kalau tidak 'dirawat', kata guru besar LIPI tersebut.
Selain sembilan parpol, ada ormas Islam terbesar di Undonesia yang memiliki andil cukup besar melebihi partai koalisi untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019, yakni NU. Ormas keagamaan yang dipimpin KH Said Aqil Siroj, tentu tidak ingin ditinggalkan begitu saja, apalagi Ma'ruf Amin adalah 'milik' NU.
"Tapi semuanya kembali pada Jokowi, mau menggunakan hak prorogatifnya secara konsekuen, atau mencari jalan aman mengikuti keinginan partai koalisi sebagai balas budi," kata Siti Zuhro.
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, presiden jangan direcoki dengan soal bagi bagi kursi mentri. Elit partai boleh berambisi jadi menteri karena merasa ikut memenangkan Jokowi.
Tapi, lanjut politisi yang akrab disapa Cak Imin itu, 'impian' jadi menteri sebaiknya disimpan dalam hati saja. "Jadi menteri ukurannya bukan hanya merasa ikut berjuang memenangkan Pak Jokowi, tapi seperti yang dikatakan Pak Jokowi, tolak ukurnya pada kemampuan, integritas dan kapabilitas," ujarnya.
Wakil Ketua MPR ini sempat diberitakan akan minta jatah 10 menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Tapi ia mengaku pernyataannya itu hanya sebuah ihtiar bukan tuntutan. (asm)