Kalau Pemerintah Salah, MUI Harus Mengingatkan
Sebagai pelayan masyarakat, ulama diminta untuk membimbing dan menyelesaikan problematika umat. Sisi lain sebagai mitra pemerintah, ulama diminta mengingatkan kalau pemerintah salah melangkah.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori saat pembekalan ratusan khatib di Kota Probolinggo di gedung Puri Mangga Bhakti, Pemkot Probolinggo, Sabtu, 7 Desember 2019. Selain KH Shomad, acara yang digelar MUI Kota Probolinggo itu juga menghadirkan narasumber lain, Sekretaris Umum MUI Jatim, Ustadz Ainul Yaqin.
“Karena MUI itu khadimul ummah, ya harus melayani umat. Sebagai shadiqul umara’ kalau pemerintah benar, MUI harus mendukung. Tetapi kalau pemerintah salah ya diingatkan,” ujar KH Shomad.
Termasuk ketika muncul salam bagi semua agama, MUI Jatim pun memberikan taushiyyah (imbauan). “Sebagai seorang muslim, saat mengawali sambutan ya cukup ‘assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh’. Tidak perlu mengucapkan salam versi agama lain,” ujar Ketum MUI Jatim tiga periode itu.
Hal senada diungkapkan Sekum MUI Jatim, Ustad Ainu Yaqin. “Taushiyyah MUI Jatim malah mendapat dukungan dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), sehingga sebagai penganut Hindu, ia tidak perlu harus belajar cara mengucapkan salam versi Islam,” katanya.
Di hadapan ratusan khatib masjid se-Kota Probolinggo, KH Shomad mengingatkan, agar mereka mengusung Islam wasathiyah (moderat). “Tolong dibaca AlQuran Surat Al Baqarah: 143 terkait Islam wasathiyah,” ujarnya.
Bahkan pada Surat Al Baqarah yang ayatnya total 286 itu, “ummatan sawathan” (umat tengah-tengah) itu persis di ayat tengah, 143. “Kalau di permainan bola, ada istilah ‘wasit’ yang posisinya di tengah,” kata kiai kelahiran usia 73 tahun itu.
Terkait keberadaan NKRI, bagi semua ormas Islam yang bernaung di MUI dinilai sudah final, selesai. “Jadi, tidak usah diungkit-ungkit lagi,” katanya.
KH Shomad juga mengigatkan agar khatib tidak berbicara yang aneh-aneh, tidak mendongeng yang tidak jelas rujukanya dari Al Quran dan Hadits. Selain itu hendaknya khatib berbicara sesuai dengan kemampuannya.
“Yang saya kritik tidak hanya khatib, Menag juga jangan berbicara yang aneh-aneh seperti soal celana cingkrang, pemakaian cadar karena di kitab-kitab fiqih, fiqih Syafiiyah seperti Kitab Fathul Qarib ada dasarnya. Lebih baik mereka diajak dialog, yang penting tidak merusak negara,” kata KH Shomad.
Termasuk ketika ada yang mengusulkan kata “kafir” agar diganti “nonmuslim”, KH Shomad mengaku, langsung bereaksi. “Sudah saya pelajari, di Al Quran terdapat 350 kata ‘kafir’ dan derivasinya,” katanya.
Soal materi khutbah, KH Shomad mengingatkan, agar khatib selalu kontekstual sesuai dengan kondisi umat. “Kalau masalah narkoba seperti dikatakan Kepala Kemenag memprihatinkan, silakan khatib berbicara bahaya narkoba. Bahkan di MUI Jatim ada Ganas Annar alias Gerakan Nasional Anti Narkoba,” jelasnya.