Kalah dengan Pohon Plastik, Cemara Natal di Jakarta Tak Laku
Pohon Natal menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Natal di berbagai belahan dunia. Menjelang 25 Desember, hampir tiap rumah umat Kristiani berhias pohon Natal lengkap dengan kerlipan lampu dan ornamen-ornamen khasnya. Cemara atau Pinus sering kali dijadikan sebagai pohon Natal dan laris manis banyak pedagang yang mendapat keuntungan dari jualan pohon terang.
Penjualan Pohon Natal Sepi
Tetapi nuansanya sekarang berbeda. Beberapa penjual pohon cemara atau pinus untuk menyambut perayaan natal mengeluh akibat sepinya pembeli. Sampai Minggu 12 Desember 2021 pohon terang yang di pajang di Jalan Panjang Kelapa Dua Jakarta Barat, masih utuh. Padahal perayaan Natal 25 Desember 2021, tinggal beberapa hari lagi.
Kenyataan ini berbeda denga beberapa tahun sebelum pohon natal dari plastik merajai pasar, dan imbauan dari pemerhati lingkungan supaya tidak menggunakan pohon cemara sebagai hiasan natal dengan dalih untuk kelestarian lingkungan.
Sejak itu umat kristiani dan gereja lebih memilih pohon natal dari plastik atau kreasi baru menggunakan bahan lain yang bisa dibentuk menyerupai pohon terang.
Suhendi salah seorang pedagang pohon terang di Jalan Panjang, Kelapa Dua Jakarta Barat, sebenarnya sudah memprediksi pohon natal berupa cemara hidup yang ia datangkan dari Bogor, kurang diminati, kalah dengan plastik dari China yang harganya lebih murah ada yang di bawah Rp 75 ribu
Secara ekonomi juga lebih menguntungkan, bisa dipakai berkali kali. Beda dengan pohon natal dari pohon cemara, hanya dipakai sekali saja . Setelah natal berakhir langsung dibuang. Tapi Hendi tetap nekat meskipun kerugian membayanginya. Alasannya untuk meneruskan jejak orang tuanya.
Harga Cemara Natal
Suhendi untuk natal kali ini mendatangkan 75 pohon Cemara hidup yang berakar, supaya bisa ditanam setelah perayaan Natal berakhir. Harga Cemara yang ditawarkan berkisar Rp150 ribu sampai Rp 250 ribu untuk pohon setinggi 175 Senti meter.
Ironisnya sampai sekarang belum ada satu pun yang laku. "Dulu setiap natal saya bisa menjual 50 sampai 100 pohon natal. Sekarang boro - boro," kata Hendi mengenang masa lalu.
Bapak tiga anak asli Betawi ini menjelaskan, jualan pohon terang hanya sebagai sampingan menjelang Natal. Usaha kesehariannya sebagai pedagang tanaman hias untuk taman.
Meski pohon Natal secara tradisional dikaitkan dengan simbolisme Kristiani, pohon cemara atau pinus sudah lama digunakan sebagai lambang kehidupan di beberapa kebudayaan seperti Mesir Kuno, Romawi, China, dan Ibrani.
Asal Mula Tradisi Pohon Natal
Penggunaan pohon Natal juga memiliki kontroversi. Penggunaan pohon cemara atau pinus dinilai sebagai paham paganisme. Ini karena pohon-pohon ini digunakan sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala.
Tradisi pohon Natal di Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda pada abad ke-19. Dikutip dari Historia, hadirnya pohon Natal sebagai pelengkap hari raya Natal di Nusantara sudah eksis sejak abad ke-19.
Pohon Natal umumnya dipasang oleh para pejabat pemerintah Hindia Belanda. Pohon Natal juga dihadirkan di tempat-tempat tertentu seperti panti, yayasan, dan rumah sakit.
Pro dan Kontra Natal
Mantan Pendeta Agustinus Kainama, berpandangan lain terkait berkurangnya umat Kristiani yang memasang pohon terang menjelang natal. Sekarang umat Kristiani sudah banyak yang memahami bahwa 25 Desember bukan kelahiran Yesus Kristus.
Bahkan umat Kristen Protestan Jemaat Advent Masehi Hari Ke Tujuh, terang terangan menyangkal Yesus lahir 25 Desember. Tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menyebutkan Yesus lahir 25 Desember.
"Atas keyakinan itu jemaat Advent tidak pernah merayakan Natal. Pada Hari Natal Gereja Adven tutup," kata pembina mualaf Masjid Sunda Kelapa Menteng Jakarta pusat, Minggu 12 Desember 2021.
Advertisement