Kalah dengan Obat Modern, Jamu Gendong Kehilangan Pelanggan
Meskipun tidak semua, di antara kita pasti ada yang pernah merasakan pahit manis dan nikmatnya minum jamu gendong. Yakni minuman obat herbal, yang terbuat dari rempah, daun-daun dan bahan alami yang dipercaya mampu menjaga kesehatan tubuh.
Kata jamu gendong sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya jampi atau usodo yang memiliki arti penyembuhan menggunakan ramuan obat-obatan dan doa-doa.
Diyakini, bahwa tradisi meracik dan meminum jamu telah ada sejak ratusan tahun silam pada masa kerajaan Hindu dan Buddha. Seiring zaman berganti, orang-orang keraton mulai mengenalkan jamu kepada masyarakat luas.
Jamu gendong yang digemari biasanya adalah beras kencur, cabe puyang, kudu laos, kunci suruh, uyup-uyup atau gepyokan, kunir asam, pahitan, dan sinom, yang dianggap mujarap untuk menghilangkan pegel linu, perut kembung, batuk dan tak nyenyak tidur.
Secara umum pembuatan jamu gendong menggunakan dua macam, yaitu dengan merebus seluruh bahan jamu dan memeras sari yang terkandung di dalam bahan baku, kemudian mencampurnya dengan air matang. Bahan pembuatan jamu biasanya diiris-iris atau dihancurkan lebih dulu sebelum direbus dan diperas.
Berbeda dengan sekarang, pembuatan jamu menggunakan blender atau dengan cara ditumbuk, sebelumnya pembuatan jamu lebih banyak menggunakan pipisan batu. Begitu juga dengan alat untuk merebus bahan-bahan jamu yang dulunya menggunakan ‘kendil’ yang terbuat dari tanah liat.
Dulu, jamu hanya dibuat oleh orang-orang yang dianggap mempunyai kekuatan spiritual, seperti wiku atau dukun. Pada masa itu, praktik-praktik pengobatan banyak dilakukan oleh wiku. Para wiku ini umumnya mengobati menggunakan ramuan jamu dan doa-doa.
Warisan Nenek Moyang
Jamu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang. Sejarah keberadaan jamu bahkan digambarkan pada relief candi di Indonesia, seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Tegalwangi, serta prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit.
Bicara jamu di Indonesia, maka tak akan terlepas dari peran jamu gendong yang mula-mula memasarkan jamu untuk dikonsumsi masyarakat. Mengutip dari Buku Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat yang ditulis Sukini, Jumat 6 Oktober 2023.
Jamu gendong dipasarkan dengan cara memasukkannya ke dalam botol-botol. Kemudian, botol-botol disusun di dalam bakul. Penjual jamu biasa menggendong bakul tersebut saat berjualan. Inilah alasan jamu ini dikenal sebagai jamu gendong.
Penjual jamu gendong kebanyakan adalah perempuan, menjajakan dagangannya dengan cara berkeliling setiap hari, pagi dan sore.
Konsep berjualan dengan menggendong barang dagangan ini menjadi sesuatu yang terbilang menarik. Penjual jamu gendong biasa menggendong bakul jamunya dengan kain panjang, baik kain batik maupun lurik, sebagai salah satu ciri khas perempuan Jawa ketika membawa sesuatu.
Meskipun ada laki-laki yang menjual jamu dengan cara dipikul tetapi, keluwesan dan keramahan masih kalah dengan kaum perempuan yang dirasakan lebih sesuai untuk menjajakan jamu.
Pembeli dapat memilih jamu yang ingin dibeli sesuai dengan kebutuhan atau keluhan kesehatan yang dialami.
Setelah meminum jamu pembeli biasanya mendapat bonus berupa minuman jahe yang manis untuk menetralisir rasa.
Botol Ganjil Genap
Beberapa pedagang jamu mengaku banyak suka dukanya sebagai penjual jamu gendong. Sukanya kalau dagangannya cepet habis. Repotnya kalau bertemu dengan pelanggan laki- laki yang genit. Bicaranya nggladrah dan ada yang minta digendong.
"Tidak semua, tapi ada yang menggoda seperti itu, amit-amit," ujar Sunarti, salah seorang penjual jamu gendong di Pasar Palmerah, Jakarta Selatan menuturkan pengalamannya.
Soal jumlah botol dalam bakul yang dianggap mencerminkan status si penjual, misalnya kalau botolnya ganjil berarti penjualnya masih jomblo. Kalau botolnya genap menandakan penjualnya sudah bersuami. "Itu hanya omongan orang, atau hoaks, tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai status seseorang," kata penjual jamu gendong asal Solo Jawa Tengah.
Berbeda dengan penuturan Saudah, penjual jamu gendong asal Wonogiri, mengatakan semua kembali pada pribadinya masing-masing. "Biasanya yang sering digoda, penjual jamu yang dandanannya berlebihan, menor, sehingga memancing syahwat laki-laki.
Tentang jumlah penjual jamu keliling dikatakan semakin berkurang, kalah dengan obat pabrikan yang bisa dibeli dengan mudah di warung.
"Penjual jamu gendong sekarang langka, banyak yang berganti profesi, kalah dengan obat pabrikan yang konon bisa menyembuhkan seribu satu macam penyakit katanya.
Advertisement