Kakwarda Jatim Kutuk Pencabulan Yang Dilakukan Pembina Pramuka
Ketua Kwartir Daerah (Kakwarda) Pramuka Jawa Timur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengutuk keras pencabulan yang dilakukan salah satu pembina pramuka di Surabaya. Pencabulan dilakukan terhadap anak-anak pramuka di sekolah yang dibinanya.
"Saya dan kwarda Pramuka Jawa Timur menyesalkan dan mengutuk keras perbuatan salah satu oknum pembina pramuka ini," kata Gus Ipul pada wartawan, Selasa 23 Juli 2019.
Pernyataan Gus Ipul ini disampaikan menyusul ditangkapnya Rahmat Santoso Slamet, 30 tahun, pembina pramuka di lima SMP dan satu SD di Surabaya. Rahmat ditangkap atas dugaan pencabulan terhadap 15 korban yang merupakan anak didik pramuka di sekolah yang dia bina.
Menurut Gus Ipul, sebagai seorang pembina pramuka, maka apa yang dilakukan Rahmat sangat bertentangan dengan dasa darma pramuka. Karenanya, Gus Ipul mendesak Kwarcab dan sekolah bisa memecat yang bersangkutan dari pembina pramuka di sekolah tersebut.
Sertifikat yang bersangkutan sebagai pembina pramuka juga harus dicabut karena telah mencoreng nama baik pramuka. "Apa yang dilakukan ini telah merusak masa depan anak-anak kita," kata Gus Ipul.
Gus Ipul juga berharap proses pengusutan secara hukum dilakukan sehingga bisa memberikan efek jera dan tidak terjadi lagi perbuatan serupa di tempat lainnya.
Sekadar diketahui, seorang pembina Pramuka diamankan Polda Jawa Timur atas dugaan pencabulan terhadap 15 anak didiknya. Pembina pramuka ini bernama Rahmat Santoso Slamet, 30 tahun. Rahmat selama ini membina Pramuka di lima SMP dan satu SD di Surabaya.
"Kami masih akan dalami lagi motif dari pelaku (Rahmat). Apakah memang ada penyimpangan seksual atau yang lainnya," kata Kasubdit IV/Tipid Renakta, Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Festo Ari Permana di Mapolda Jawa Timur.
Festo menambahkan, berdasarkan pengakuan tersangka, sebagian besar perbuatan pelaku dilakukan di rumahnya sendiri di Jalan Kupang Segunting Kecamatan Tegalsari, Surabaya. Perbuatan tersebut dilakukan Rahmat sejak empat tahun yang lalu
Awalnya, tersangka memanggil ketua regu untuk ke rumahnya. Saat sudah di rumah, ketua regu tersebut dicabuli tersangka. "Mereka (korban) sebelum dicabuli tersangka, diiming-imingi regunya akan menjadi Pramuka yang elit," ujarnya.
Dalam perkara ini, tersangka dijerat dengan pasal 80 dan atau pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.