Kakek Kusnan, Sopir Angkot yang Kini Nasibnya Terhimpit Transportasi Online
Surabaya: Inovasi teknologi memang semakin maju. Lanjunya, juga sampai ke moda transportasi. Tapi apakah manfaat pesatnya teknologi ini bisa dirasakan oleh semua khalayak umum? Belum tentu.
Hari ini, Selasa, 3 Oktober 2017, ribuan sopir angkutan kota (angkot) tumpah di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Paglawan Surabaya. Mereka meminta kejelasan mengenai kapan diterbitkannya Peraturan Gubernur yang mengatur tentang angkutan berbasis aplikasi (online).
Saat ini tercatat angkutan online terus bertambah bahkan jumlahnya mencapai 30 ribu kendaraan. Padahal jumlah angkot di Surabaya hanya tinggal 3 ribu. Dan, bayangkan berapa banyak sopir angkot yang mata pencahariannya kini terancam.
Salah satu dari ribuan sopir angkot itu adalah Kusnan, kakek berusia 62 tahun ini masih harus menarik angkot tuanya, demi kebutuhan keluarga yang semakin menghimpit, ditambah lagi kini ada taxi dan ojek online.
"Sekarang susah mas, dalam sehari saya dapat cuma Rp20 ribu, dapat Rp40 ribu itu sudah ngoyo, kadang juga tidak bawa apa-apa, tidak bisa diteruskan" keluh Kusnan.
Kusnan mengaku, sebelum ada angkutan online ini ia bisa meraup pendapat bersih sebesar Rp70 sama 80 ribu. Tapi kini, alih-alih mencapai nominal itu, ia bahkan sampai harus menambal setoran yang kurang.
"Dalam sehari pendapatan kotor saja tak cukup buat setoran Rp70 ribu mas, saya sampai sering nombok, belum buat BBM Rp 90 ribu, mau makan bagaimana," ujarnya.
Sehari-hari Kusnan mengemudi angkot trayek Len V, jurusan Makam Rangkam - Kapas Krampung - Terminal Jaya Baya Surabaya. Ia terpaksa narik hanya setengah hari, karena di pagi hari sepi.
"Pagi malah sepi, saya terpaksa narik dari jam 1 siang sampai 10 malem, itu pun sering tidak ada penumpang," ujarnya.
Sudah 35 tahun terakhir ia berprofesi sebagai supir angkot, baru setahun terakhir semenjak menjamurnya angkutan online ia meresa semakin sulit.
Padahal Kusnan mengaku, ia justru meminta tarif sangat rendah pada anak-anak sekolah yang menggunakan jasa angkotnya, tapi mereka kini justru memilih taxi online yang dianggapnya merusak tarif angkutan umum.
"Kalau anak sekolah Rp 3000 ribu saja saya bolehkan, mas. Tapi taxi online ini yang harga rendah sekali, anak sekolah bisa patungan untuk naik satu mobil," sesalnya.
Dengan kondisi seperti itu Kusnan yang tinggal di Jalan Bogot Jaya no. 114, Surabaya, ini masih harus membiayai enam orang anaknya, seorang diri, karena Istrinya telah meninggal pada 2010 lalu.
Tapi ia tak menyerah, sebab Almarhum Istri Kusnan beramanah ingin semua anaknya menuntaskan pendidikan.
"Berat mas, membesarkan 6 anak tanpa ibu.Tapi, anak saya jangan sampai ada yang buta huruf, saya harus menuntaskan semua pendidikannya," katanya.
Kini, kusnan berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah.
"Saya gak punya harta tidak apa, asal anak saya sekolah, mengangkat derajat orang tuanya. Tak apa saya kelaparan, tapi anak-anak saya jangan," ujarnya sembari menatap ke arah yang kosong. (frd)
Advertisement