Kajian LPPOM MUI Soal Vaksin AstraZeneca Berdasarkan Dokumen
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan Vaksin AstraZeneca mengandung unsur babi dalam pembuatannya. Hal ini sekaligus membantah sanggahan dari AstraZeneca yang menyebut tak ada unsur hewani dalam vaksinnya.
Dalam keterangan tertulis, Ahad, 21 Maret 2021, LPPOM mengatakan kajian mereka dilakukan pada 24 Februari 2021. LPPOM MUI menugaskan dua orang Lead Auditor Bidang Obat dan Vaksin dengan bidang keahlian Bioprocess Engineering dan Industrial Microbiology.
"Mereka melakukan audit di BPOM dalam rangka mengkaji bahan dan proses pembuatan vaksin AstraZeneca melalui dokumen dossier vaksin AstraZeneca yang dikirimkan oleh WHO ke BPOM. Data ini dikirim WHO karena pengadaan vaksin ini melalui jalur multilateral," kata Direktur Eksekutif LPPOM MUI Muti Arintawati dalam keterangan tertulis.
Auditor kemudian melakukan kajian publikasi ilmiah AstraZeneca lewat dua sumber. Dari hasil kajian itu, diketahui produksi vaksin terdiri dari penyiapan sel inang HEK 293, pengembangan inokulum bibit vaksin rekombinan (ChAd 0x1-S (recombinant)).
Penyiapan media produksi vaksin, produksi vaksin menggunakan inokulum bibit vaksin ChAdOx 1-S (recombinant) pada sel inang HEK 293 pada media steril. Selain itu, diketahui proses pemisahan serta pemurnian produk bulk vaksin, formulasi vaksin dengan penambahan eksipien, filtrasi secara aseptis serta pengisian ke dalam ampul.
Adapun temuan penggunaan bahan asal babi ditemukan di dua aspek. Pertama pada tahap penyiapan inang virus. Muti mengatakan di sana terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pankreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya.
Kedua, pada penyiapan bibit vaksin rekombinan (Research Virus Seed) hingga siap digunakan untuk produksi (tahap master seed dan working seed). Muti mengatakan terdapat penggunaan tripsin dari babi sebagai salah satu komponen pada media yang digunakan untuk menumbuhkan E.coli, dengan tujuan meregenerasi transfeksi plasmid p5713 p-DEST ChAdOx1 nCov-19.
Muti mengatakan kedua informasi tersebut tercantum dalam dossier yang dikaji dan penelusuran informasi atas data publikasi ilmiah menunjukkan informasi yang sama.
"Berdasarkan fatwa MUI penggunaan bahan asal babi pada tahap proses produksi manapun tidak diperbolehkan. Dengan demikian proses audit tidak dilanjutkan ke pabrik. Laporan hasil kajian langsung diserahkan ke Komisi Fatwa MUI untuk ditetapkan status halal-haramnya," kata Muti.
Advertisement