KAJ Jatim Deklarasi Perkuat Perlindungan Hukum Jurnalis
Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur telah dideklarasikan oleh organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) se-Jawa Timur, bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera dan Federasi KontraS Surabaya, Senin 12 Februari 2024.
Deklarasi ini berlangsung seiring dengan penandatanganan kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di Kantor Federasi KontraS Surabaya, Jalan Monginsidi Surabaya, oleh Ketua AJI Surabaya, AJI Malang, AJI Bojonegoro, AJI Kediri, AJI Jember, LBH Lentera, dan Federasi KontraS Surabaya.
Perlu diketahui, AJI Indonesia telah mencatat, kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap jurnalis pada 2023 ada 89 kasus atau naik dari 61 kasus pada 2022. Dari sumber data yang sama, sejak 2006 sampai awal tahun 2024, total ada 1.047 kasus kekerasan yang terjadi.
Jawa Timur sendiri menjadi provinsi dengan angka kasus tertinggi. Hampir 10 persen dari jumlah keseluruhan, yakni 98 kasus. Sampai awal Februari 2024, sudah 9 kasus yang dilaporkan. Tahun politik terutama pemilu menambah ekskalasi kekerasan.
Aparat negara yang diharapkan melindungi kerja-kerja jurnalis, malah seringkali menjadi pelaku utama dan musuh kebebasan pers. Ancaman lain adalah jerat Undang-undang ITE.
Salah satu kasus yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang dialami jurnalis Tempo, Nurhadi saat menjalankan tugas jurnalistiknya pada Sabtu, 27 Maret 2021 di Surabaya. Nurhadi disekap dan dikeroyok sejumlah orang termasuk dua polisi aktif. Kasus ini tuntas dan incracht setelah 2,5 tahun berjalan. Saat itu, Nurhadi dan AJI Surabaya, didampingi tim advokasi dari LBH Lentera, Federasi KontraS Surabaya, dan LBH Pers.
Dari advokasi Nurhadi inilah, semangat advokasi harus dijaga dan dipelihara karena kasus serupa bukan mustahil kembali terjadi di Jawa Timur. Belajar dari advokasi yang ditangani selama ini, dibutuhkan satu prespektif yang sama dalam merespon kekerasan terhadap jurnalis.
Pertama, bahwa kekerasan apapun bentuknya, termasuk kriminalisasi dan sensor, mengancam hak publik untuk tahu atas informasi.
Kedua, advokasi harus melibatkan semua unsur termasuk masyarakat, organisasi profesi dan perusahaan pers.
Ketiga, advokasi harus dilakukan sampai tuntas demi pemenuhan hak-hak korban.
Keempat, akses pendampingan terhadap jurnalis harus diperluas jangkauannya, termasuk kepada jurnalis dari berbagai organisasi profesi.
KAJ Vital bagi Jurnalis
Ketua AJI Surabaya Eben Haezer Panca mengatakan, keberadaan KAJ menjadi sangat vital karena jurnalis korban kekerasan mendapatkan naungan perlindungan yang terstruktur.
"Keberadaan KAJ penting untuk memastikan kerja-kerja advokasi terhadap pelaku pers yang mengalami kekerasan, menjadi semakin rapi dan terorganisir. Sebab salah satu kunci keberhasilan kerja-kerja jurnalis adalah kolaborasi. Dengan KAJ, jurnalis korban kekerasan bisa mendapatkan penanganan dan perlindungan yang cepat dan terencana," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Federasi KontraS Surabaya Fatkul Khoir, menyatakan dengan penandatanganan MoU hari ini, kapasitas perlindungan hukum terhadap para jurnalis dapat semakin ditingkatkan.
"Saya berharap kesepahaman (MoU) KAJ ini bisa menjadi awal yang baik memperkuat kapasitas dan pendampingan hukum bagi para pekerja jurnalis. Saya pun berharap di masa pilpres ini tidak ada peristiwa kekerasan yang dialami para pekerja pers dalam menjalankan tugas-tugasnya," tegasnya.
Koordinator LBH Lentera Salawati Taher berharap, KAJ dapat diperbanyak jumlahnya, tidak hanya di Jawa Timur juga, namun harus diperluas di seluruh kota di Indonesia.
"Perluasan aliansi sangat perlu dilakukan untuk membangun sistem dan jaringan kerja advokasi saat jurnalis mengalami kekerasan dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik. Sudah waktunya kota-kota lain melakukan perapian pola advokasi dengan lebih terorganisir dan tuntas sesuai semangat kemerdekaan pers," pungkasnya.
Advertisement