Kader Muhammadiyah Diminta Terlibat Koridor Penyelenggaraan Negara
“Peran dan kontribusi kader Muhammadiyah melalui Negara tak harus lewat partai politik," kata Hajriyanto Y Tohari.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hajriyanto Y Thohari mengimbau agar para kader Muhammadiyah dapat turut serta memasuki koridor-koridor mainstream penyelenggaraan Negara, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
“Pengertian kader Muhammadiyah di sini harus diartikan bukan hanya “nuclear cadre” atau kader inti yang struktural, tapi kader dalam pengertian “extended” atau lebih luas,” tutur Hajriyanto.
Kader Muhammadiyah harus didorong dalam mengambil peran-peran penting Negara, untuk lima alasan urgensi, pertama, urgensi historis. Tiga dari tokoh negarawan pendiri bangsa Indonesia berasal dari Muhammadiyah, yakni Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Umum PP Muhammadiyah ke-V), KH Abdul Kahar Muzakir (Ketua II PP Muhammadiyah), dan Kasman Singodimejo (Ketua ke IV PP Muhammadiyah).
“Jadi, kader Muhammadiyah masa kini yang masuk ke arus utama Negara, sebetulnya sedang meneruskan warisan para tokoh besar tersebut. Muhammadiyah jangan jauh-jauh dari gelanggang penyelenggaraan Negara. Dari awal berdirinya sampai awal kemerdekaan Indonesia, peran Muhammadiyah sangat besar dan penting,” jelas Hajriyanto, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Senin (25/6/2018).
Kedua, urgensi teologis, ajaran Islam tak setujui sekularisme dimana peran agama dipisahkan dari penyelenggaraan negara. Sejarah Islam adalah sejarah kenegaraan.
“Karenanya, kader Muhammadiyah harus berpartisipasi aktif dalam pengelolaan Negara sebagai wujud mengamalkan ajaran Islam,” tutur Hajriyanto, yang sebelumnya menghadiri Syawalan keluarga besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Sabtu (23/6).
Ketiga, urgensi teleologis, tujuan akhir dari penegakan ajaran Islam adalah untuk menciptakan masyarakat utama yang sebenar-benarnya, berkemajuan.
“Tujuan ini tak akan bisa dicapai dengan cara menjauhi Negara,” jelas Hajriyanto.
Keempat, urgensi psikologis. Kader berkiprah dalam penyelenggaraan Negara didorong oleh rasa psikologis berupa harapan, keihklasan, dan komitmen bahkan militansi.
“Saat kader mampu memberi andil dan kontribusi pada tujuan di atas melalui kiprah penyelenggaraan Negara, maka akan muncul rasa kepuasan psikologis yang sangat bermakna. Jadi, kita harus dukung hal ini, misal kita punya harapan pembenahan sistem,” ujar Hajriyanto.
Kelima, urgensi pragmatis. Kemampuan dan visi untuk mendorong percepatan perubahan sosial yang positif, dan untuk perbaikan-perbaikan bagi banyak persoalan masyarakat dan kebangsaan, melalui andil menyusun kebijakan-kebijakan strategis, pelaksanaannya dan pengawasannya.
“Peran dan kontribusi kader Muhammadiyah melalui Negara tak harus lewat partai politik, ada banyak jalan lain, asal kita berkomitmen sungguh-sungguh dan tekun memperjuangkannya, maka kita akan sampai ke sana,” pungkas Hajriyanto. (adi)