Kacaukan Fakta, Pengungsi Rohingya Tuntut Facebook 150 M Dolar AS
Pengungsi Rohingya dari Myanmar menggugat Meta Platforms Inc, yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook, sebesar 150 Miliar Dolar Amerika Serikat. Komunitas pengungsi Rohingya menuduh perusahaan media sosial tersebut mengacaukan fakta. Selain itu, Facebook dinilai tidak mengambil tindakan atas ujaran kebencian anti-Rohingya yang berkontribusi terhadap kekerasan bagi etnis minoritas Myanmar tersebut.
Melalui firma hukum Edelson PC and Fields PLLC yang dipilih, mereka berpendapat bahwa kegagalan perusahaan untuk mengawasi konten dan desain platformnya berkontribusi pada kekerasan di dunia maya yang mayoritas komunitas Rohingya rasakan.
Facebook tidak menanggapi gugatan tersebut kepada Reuters. Perusahaan berdalih bahwa terlalu lambat untuk mencegah kesalahan informasi dan kebencian di Myanmar. Sejak itu, mereka telah mengambil langkah-langkah penindakan terhadap penyalahgunaan platform di wilayah tersebut termasuk melarang militer menggunakan platform Instagram atau Facebook sejak kudeta 1 Februari.
Korban-korban Kudeta
Facebook berdalih bahwa pihaknya berlindung dari kewajiban untuk bertanggungjawab tentang setiap konten yang diposting oleh para penggunaannya. Melalui undang-undang internet chapter 230 Amerika Serikat menyebut bahwa platform media sosial tidak bertanggungjawab atas konten yang diposting oleh pihak ketiga.
Lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine pada Agustus 2017. Para pengungsi berdalih bahwa militer melakukan tindakan kekerasan kepada para pengungsi seperti pembunuhan masal atau pemerkosaan.
Kelompok hak asasi internasional bahkan berhasil mendokumentasikan pembunuhan warga sipil dan pembakaran desa etnis Rohingya di Rakhine.
Berbeda dengan keterangan Rohingya, militer Myanmar mengatakan bahwa pihaknya justru memerangi pemberontakan seraya menyangkal telah melakukan kekejaman secara sistematis di Rakhine.
Advertisement