Kabar Bersih-bersih KPK 75 Orang Akan Dicopot, ini 3 Faktanya
Kabar tentang akan dicopotnya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeruak muncul di sejumlah media nasional. Salah satu yang akan dipecat termasuk penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Amnesty International pun ikut bersuara atas kabar yang berembus kencang ini.
75 Penyidik KPK Dikabarkan Dicopot
Sebanyak 75 pegawai KPK disebut tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai ke Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka terancam dipecat.
Kabar ini banyak diembuskan sejumlah sumber media di dalam KPK. CNN Indonesia meyebut jika 75 orang itu terancam diberhentikan dari KPK. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah Novel Baswedan. Pantauan Ngopibareng.id, kabar ini beredar sejak Senin, 3 Mei 2021 lalu.
Ketika dihubungi terpisah, Novel Baswedan membenarkan tentang tersebarnya kabar itu. Menurutnya, upaya untuk membersihkan KPK dari orang-orang yang berintegritas adalah hal yang telah lama dilakukan oleh KPK. "Saya dengar info itu. Upaya untuk menyingkirkan orang-orang baik dan berintegritas dari KPK dalah upaya lama yang terus dilakukan," katanya dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa, 4 Mei 2021.
Namun menurutnya, upaya kali ini cenderung berbeda karena dilakukan oleh jajaran pimpinan KPK sendiri.
Bantahan dari KPK
Kabar itu dibantah oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harea. Menurutnya hasil TWK itu hingga saat ini masih tersimpan dengan aman dalam kondisi tersegel di gedung Merah Putih KPK.
Menurunya, hasil itu akan dibuka bersama dan diumumkan langsung sebagai bentuk transparansi KPK. "Akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK," kata Cahya.
Amnesty International Ikut Bersuara
Kabar ancaman dipecatnya 75 pegawai KPK juga mendapat respon dari kelompok Amnesty International.
Dalam siaran pers yang tersebar, Amnesty mengaku menerima laporan tentang praktik screening ideologi yang ditanyakan pada pegawai KPK selama tes. Pertanyaan yang mengarah kepada kepercayaan agama dan paham politik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi mereka sebagai pegawai KPK.
Tes itu sendiri berlangsung pada Maret 2021. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai praktik menyingkirkan pegawai yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintahan telah menyalahi Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), yang menjamin “hak atas kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan.”
"Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya, jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir berhati nurani, beragama dan berkeyakinan. Melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang," kata Usman dalam siaran persnya.
Dalam hukum nasional sekalipun, hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan telah dijamin dalam Tindakan ini juga melanggar Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 29 (2) tentang kebebasan beragama dan beribadah dan pasal 28E (2) tentang kebebasan berkeyakinan.
“Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui tes wawasan kebangsaan seperti ini merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini, dan sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi Orde Baru, saat ada Penelitian Khusus (Litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia," imbuhnya. (Cnn/Cnb)