K-Movie A Taxi Driver: Kisah Nyata Pembantaian Mahasiswa Gwangju
K-Movievaganza Trans 7 akan menayangkan film A Taxi Driver, pada Kamis 2 Juli 2020 pukul 21.30 WIB. Film berjudul asli Taeksi Unjeonsa ini menjadi salah satu film terlaris di Korea Selatan. Saat dirilis pada 2 Agustus 2017, film ini meraih catatan yang mengesankan dengan mencapai sekira 12 juta penonton.
Film ini mengangkat kisah nyata perihal sejarah kelam Korea Selatan di mana terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) besar-besaran pada 1980.
Cerita diawali dengan kisah Kim Man Seob (Song Kang Ho) yang merupakan seorang sopir taksi dengan kehidupan sederhana. Dia tinggal di rumah kontrakan bersama putri semata wayangnya yang berusia 11 tahun usai sang istri meninggal dunia.
Kim Man Seob bekerja banting tulang demi memenuhi hidupnya dengan sang anak. Sesuai dengan waktu kejadian, film ini mengambil latar 1980an. Momen itu terjadi saat para mahasiswa dari berbagai kota di Korea Selatan turun ke jalanan melakukan demo besar-besaran terkait demokrasi dan menentang rezim pemerintahan.
Kim Man Seob sebetulnya termasuk masyarakat yang tidak terlalu peduli dengan aksi demonstrasi. Sampai suatu kejadian merubah prinsipnya itu. Di lain pihak, Jürgen Hinzpeter (Thomas Kretschmann) seorang jurnalis asal Jerman yang bekerja di Tokyo, Jepang tertarik meliput aksi demonstrasi di Korea Selatan.
Peter, sapaannya, mendapat informasi kalau terjadi pembantaian terhadap para mahasiswa di kota Gwangju saat demonstarasi berlangsung. Setibanya di Korea Selatan, dia pun memesan taksi dengan memberikan imbalan 100,000 won untuk perjalanannya dari Seoul - Gwangju - Seoul dalam kurun waktu sehari.
Kim Man Seob pun tergiur dengan tawaran uang itu dan mengambil langkah ekstrem mengantar Peter ke Gwangju. Kim Man Seob dikatakan sedikit mengerti bahasa Inggris meskipun hanya bisa bicara ala kadarnya karena sempat bekerja ke Arab Saudi.
Perjalanan keduanya menuju Gwangju tidaklah mudah. Seluruh akses menuju kota tersebut ditutup total oleh tentara militer. Mereka sempat dilarang masuk ke Gwangju karena masuk zona bahaya.
Tak habis akal, Kim Man Seob mencoba berbagai cara hingga akhirnya diizinkan masuk ke sana. Setelah tiba di Gwangju, mereka berdua terkejut kala melihat suasana kota tersebut.
Jalanan lenggang, setiap dinding berisi coretan aksi protes para demonstran. Gwangju seperti kota lumpuh. Sampai akhirnya Peter dan Kim Man Seob bertemu segerombolan mahasiswa yang berniat melakukan unjuk rasa ke depan gedung walikota.
Mereka juga berkenalan dengan Gu Jae Sik (Ryu Jun Yeol) salah satu mahasiswa yang jago berbahasa Inggris. Dia menjadi pemandu Peter selama meliput aksi demo Gwangju. Peter pun langsung mengeluarkan kameranya dan merekam setiap momen yang didapat.
Para penontonnya akan diajak masuk ke situasi yang mencekam saat tentara militer tanpa ampun menyerang barisan mahasiswa yang sedang menyuarakan aspirasinya. Tembakan senjata hingga aksi pembataian pun terjadi tanpa pandang bulu.
Tidak cuma mahasiswa, para warga sipil yang berada di lokasi unjuk rasa ikut menjadi bulan-bulanan mereka. Peter dan Kim Man Seob menyaksikan bagaimana mencekamnya daerah Gwangju kala itu.
Jaringan telepon sengaja diputus oleh pemerintah. Begitupun dengan kantor berita lokal yang dibungkam hingga sengaja dibakar agar kejadian yang sebenarnya di Gwangju tidak sampai ke kota-kota lainnya.
Para mahasiswa dituduh pengkhianat. Korban yang berjatuhan hingga ratusan orang meninggal dunia akibat bentrokan itu juga berusaha ditutupi oleh pemerintah dari dunia luar.
Dari sinilah, Kim Man Seob yang awalnya tidak peduli dengan aksi demo berjuang keras bersama Peter agar bisa menyiarkan kejadian yang sebenarnya di Gwangju kepada dunia.
Tentu saja semua tidak segampang itu. Peter yang ketahuan kalau seorang jurnalis langsung menjadi incaran para tentara militer Gwangju agar hasil liputannya tidak dimuat dimana pun.
Mengingat diangkat dari kisah nyata, ending film garapan sutradara Jang Hoon ini sudah pasti bisa ditebak. Kejadian tragis yang menimpa mahasiswa dan warga Gwangju akhirnya bisa diungkap oleh Peter dengan susah payah melalui media-nya di Jepang hingga keadilan bisa ditegakkan.
Secara keseluruhan, A Taxi Driver cuma berfokus bagaimana pelanggaran HAM saat itu terjadi. Tidak dijelaskan secara mendetail dari sisi politiknya. Terlepas dari itu, pemerintah Korea Selatan tetap patut diapresiasi karena berani mengungkap tabir kelam kejadian 1980 lewat film A Taxi Driver. Bahkan film ini mereka kirim untuk perwakilan di Oscar.