AJI Surabaya Kecam Pemberian Remisi Kepada Pembunuh Wartawan
Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam keras keputusan Presiden RI Joko Widodo yang memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Pemberian remisi terhadap Susrama, itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Seumur Hidup menjadi Pidana Sementara.
Menanggapi hal itu, Anggota AJI Surabaya, para jurnalis dan akademisi di Surabaya menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jumat, 25 Januari 2019 siang.
Ketua AJI Surabaya, Miftah Faridl menilai keputusan Presiden Jokowi yang memberikan remisi kepada Susrama merupakan kemunduran terhadap penegakan kemerdekaan pers.
"Remisi ini tidak masuk akal dan mencederai rasa keadilan, baik bagi almarhum Prabangsa, keluarga, dan dunia pers tanah air secara keseluruhan," ujar Faridl.
Pemberian remisi kepada Susrama dari hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara, bagi Faridl, adalah keputusan yang tak manusiawi. Pemberian remisi ini dinilai sebagai bentuk dari impunitas dan pengampunan terhadap si pembunuh jurnalis.
"Remisi, kami nilai sebagai bentuk dari impunitas dan pengampunan. Praktik impunitas melalui remisi, menjadi preseden buruk bahwa pelaku kekerasan terhadap jurnalis dan kebebasan pers, mudah mendapatkan pengampunan," kata dia.
Hal yang perlu diingat, kata Faridl, 10 tahun silam, Prabangsa dibunuh amat sadis oleh sembilan orang, tepatnya pada 11 Februari 2009. Dengan tangan terikat, kepala Prabangsa dihajar dengan kayu, bertubi. Hingga kondisinya remuk.
Jasad Prabangsa kemudian dibuang ke laut. Ia baru ditemukan enam hari kemudian, yakni pada 16 Februari 2009 di perairan Padang Bai, Karang Asem, Bali. Kasus pembunuhannya pun baru terungkap berbulan-bulan setelahnya.
Remisi ini kata dia, juga bisa mendorong kekerasan baru terhadap jurnalis di kemudian hari. Bahkan juga bentuk ancaman baru terhadap hak publik untuk tahu bagaimana perilaku korup aparat penyelenggara negara dan orang-orang di sekitarnya bisa terancam.
"Untuk itu kami menuntut agar pemerintah mencabut atau membatalkan remisi bagi Susrama, tuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis, dan hentikan praktik impunitas," tegasnya. (frd)