Jurnalis Dijotos Saksi Ahli Sarankan Damai, Ini Kata Dewan Pers
Sidang kasus penganiayaan jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, berlangsung dengan agenda keterangan saksi terdakwa di PN Surabaya, Kamis 18 November 2021. Dalam sidang tersebut, saksi ahli dari Unair menyarankan agar korban berdamai saja dengan pelaku penganiaya, yaitu anggota kepolisian. Dewan Pers menyebut keterangan saksi ahli berbahaya sebab menormalkan praktik penganiayaan dan kerja jurnalistik.
Polisi Boleh Merampas Ponsel Korban
Dalam sidang lanjutan atas kasus penganiayaan yang dilakukan oknum polisi terhadap jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, saksi ahli dari Universitas Airlangga (Unair) Toetik Rahayuningsih, ahli pidana umum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Kesaksian Toetik di depan hakim, menurut pengacara Nurhadi, banyak menyampaikan pendapat yang salah. Pengacara Nurhadi Fakthul Khoir bahkan merekomendasikan agar Unair meninjau kembali penugasan atas Toetki serta berbagai karya ilmiahnya sebagai akademisi.
Seperti diberitakan Ngopibareng.id sebelumnya, beberapa pernyataan ngawur Toetik antara lain, bahwa polisi boleh memeriksa isi ponsel orang lain karena polisi diberi mandat atau tugas untuk membuat situasi yang tertib dan terkendali.
Pernyataan ini keluar sebab mengomentari aksi perampasan ponsel milik Nurhadi oleh aparat kepolisian saat mengetahui kehadiran Nurhadi di pesta pernikahan anak Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji, di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu 27 Maret 2021. Tidak hanya merampas, aparat juga merusak simcard dan menghapus seluruh data dan dokumen di dalam ponsel itu.
Sarankan Berdamai
Pernyataan selanjutnya, Toetik juga menyebut jika perkara antara polisi dan jurnalis sebaiknya diselesaikan secara damai, karena polisi dan jurnalis sejatinya berteman. Hal ini disampaikan Toetik ketika berkomentar tentang terdakwa yang mengantar Nurhadi pulang dari hotel Arcadia.
Di kamar hotel tersebut, kedua terdakwa memasukkan Nurhadi serta menelepon redaktur Tempo secara bersama-sama, untuk meminta kepastian bahwa Tempo tak akan memublikasikan foto-foto yang diambil Nurhadi di lokasi pernikahan.
Menurut pengacara terdakwa, tindakan terdakwa yang mengantar Nurhadi pulang adalah wujud bahwa masalah antara Nurhadi dan kedua terdakwa sudah berakhir damai.
“Wartawan sama polisi itu lho berteman. Toh kasus-kasus kriminal itu dimuat wartawan. Bahasanya kan restorative justice. Jadi kalau ada orang beritikad baik dan tulus, kemudian ditersangkakan, padahal awanya damai, ya sudah damai saja, diselesaikan baik-baik. Ya menurut saya karena sama-sama profesi,” kata Toetik dalam pengadilan.
Pendapat Dewan Pers
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli pun menyayangkan komentar saksi ahli dari Unair, yang disampaikan atas kasus penganiayaan terhadap jurnalis di Surabaya.
Melalui siaran tertulisnya, Arif Zulkifli menyebut jika perampasan yang dilakukan dua terdakwa pada Nurhadi melanggar UU Pers momor 40/1999, sebab menghalangi kerja wartawan. "Memeriksa ponsel, merusak sim card wartawan merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan pers. Patut disayangkan dalam persidangan saksi membenarkan tindakan terdakwa," katanya.
Selanjutnya, Arif juga menyebut jika saksi telah salah kaprah memahami konsep restorative Justice, untuk mendorong agar wartawan berdamai dengan dua terdakwa dan menghentikan penuntutan atas penganiayaan ketika bekerja.
Menurutnya, saksi ahli dari Unair menggunakan konsep restorative justice sebagai upaya mengaburkan inti persoalan berupa penganiayaan terhadap wartawan yang sedang melakukan kerja jurnalistiknya. "Upaya nyata untuk mengaburkan inti persoalan, menormalkan penganiayaan dan membiarkan praktik penghalanan kerja jurnalistik terjadi," ujarnya.