Junta Militer Myanmar Tangkap 40 Artis
Junta Militer Myanmar kembali mengeluarkan surat perintah penangkapan. Surat tersebut ditujukan kepada hampir 40 artis, termasuk influencer, penyanyi hingga model, yang terus menyuarakan protes dan menentang aturan militer.
Seperti dilansir Reuters, Minggu 4 April 2021, surat perintah penangkapan ditujukan di bawah undang-undang yang melarang untuk melakukan hasutan kepada angkatan bersenjata, terkait perbedaan pendapat. Pengumuman yang disampaikan melalui siaran media pemerintah pada hari Jumat dan Sabtu, 2-3 April 2021, mengancam akan memberikan hukuman hingga tiga tahun penjara.
Junta Militer Myanmar telah mematikan data seluler dan memerintahkan penyedia internet untuk memutus broadband nirkabel, merampas akses sebagian besar pelanggan, meskipun beberapa pesan dan gambar masih bisa diunggah dan dibagikan di media sosial.
Artis Bersembunyi
Pada protes hari Minggu ini, demonstran menjadikan telur Paskah sebagai simbol pembangkangan. Mereka memposting gambar telur dengan slogan penentangan terhadap junta.
"Kita Harus Menang", "Revolusi Musim Semi" dan "Keluar MAH" sengaja dilukis di atas sejumlah telur dalam foto-foto yang dimuat di media sosial, pesan terakhir disebut mengacu pada pemimpin junta Min Aung Hlaing.
Artis Myanmar, Paing Phyoe Thu, yang secara teratur menghadiri aksi unjuk rasa di kota utama Yangon dalam beberapa minggu setelah kudeta, mengatakan dia tidak akan takut dengan ancaman penangkapan.
"Apakah surat perintah telah dikeluarkan atau tidak, selama saya masih hidup, saya akan menentang kediktatoran militer yang menindas dan membunuh orang. Revolusi harus menang," katanya di Facebook. Keberadaan Paing Phyoe Thu belum diketahui hingga saat ini. Ia berada di lokasi persembunyian.
Sementara itu, salah satu terdakwa, blogger Thurein Hlaing Win, mengatakan kepada Reuters bahwa dia terkejut melihat dirinya dicap sebagai penjahat di televisi dan kini harus bersembunyi.
Militer Myanmar memerintah dengan tangan besi setelah merebut kekuasaan dalam kudeta 1962 hingga mulai menarik diri dari politik sipil satu dekade lalu, membebaskan Suu Kyi dari tahanan rumah selama bertahun-tahun dan melakukan pemilihan umum pada 2015, yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi.
Banyak orang di Myanmar, terutama anak-anak muda, tidak dapat menerima kembalinya pemerintahan yang dibawahi oleh para jenderal. Lebih lanjut, kudeta juga memicu bentrokan dengan sejumlah etnis minoritas, yang kini mengumumkan dukungan untuk gerakan pro-demokrasi.
Advertisement