Jumlah Orang Stres di Surabaya Meningkat Dua Kali Lipat
Gangguan psikologis psikosimatik seperti cemas, depresi, dan post-traumatic stres disorder (PTSD) meningkatkan dua kali lipat selama hampir dua tahun pandemi Covid-19 di Surabaya.
Hal ini diungkapkan Dokter Spesialis Kejiwaan RS Universitas Airlangga (RS Unair) dr Brihastami Sawitri SpKJ.
"Di Surabaya pun juga gitu, banyak pasien yang datang dan mengalami psikomatik atau PTSD. Meningkat dua kali lipat sangat signifikan. Meningkatnya kasus gangguan psikosomatik ini dampak dari adanya pandemi Covid-19. Di tahun 2021, kasus ini masih terus meningkat akibat dampak Corona," kata dr Brihastami.
Dokter yang akrab disapa Brihastami ini mengungkapkan, keluhan yang banyak dialami pasien sejauh ini ialah mengalami rasa cemas, khawatir dan takut terpapar Covid-19.
Kecemasan ini datang karena mencemaskan orang terdekat atau dirinya sendiri. "Semakin banyak orang yang kena, seperti keluarga dekat, tetangga, atau rekan kerja, itu juga berpengaruh dengan psikomatik seseorang," kata Brihastami saat dihubungi wartawan, Senin, 13 September 2021.
Selain gejala cemas, ujar Brihastami, gejala PTSD atau rasa trauma berkepanjangan juga meningkat. Umumnya PTSD dialami seseorang dalam kondisi peperangan, pelecehan seksual, terkena bencana alam atau mengalami kecelakaan. Akan tetapi saat ini, penderita long Covid-19 juga merasakan PTSD.
"Keadaan Long Covid sangat berpengaruh. Karena gejalanya membuat orang semakin cemas, insomnia, otot sakit semua. Itu yang dialami masyarakat saat ini," ungkapnya.
Pengaruh lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi PTSD saat ini. Menurut Brihastami, yakni semakin banyaknya varian virus Covid-19 seperti varian lamda, delta, dan yang baru-baru ini ada varian MU.
"Belum lagi, orang akan merasa cemas dan stres ketika melihat ada masyarakat yang tidak patuh atau meremehkan protokol kesehatan," imbuhnya.
Dari beberapa penelitian yang dia dapatkan dari refrensi situs Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), rata-rata yang mengalami rasa cemas tinggi adalah usia muda dan dewasa. Bahkan yang paling tinggi dialami oleh lansia.
Ia menjelaskan, antara usia 17-29 tahun untuk yang muda dan dewasa. Kemudian yang paling tinggi usia 60 tahun ke atas. Dari data tersebut diketahui rata-rata masyarakat di Indonesia yang mengalami kecemasan sekitar 65 persen, depresi 62 persen dan trauma sampai 70 persen. Sementara di Jatim sekitar 13,3 persen yang mengalami masalah psikologi.
"Sebenarnya rasa cemas adalah wajar bagi setiap manusia setiap kali ada tantangan atau ancaman. Untuk mengatasinya bisa dengan cara mengambil napas dan memahami apa yang sedang dialami," pesannya.
Bila gejala cemas itu belum bisa diatasi dengan cara tersebut kemudian timbul rasa gangguan seperti diare, gelisah, panik, takut meninggal, jantung berdebar, bapasa sesak, secara berkelanjutan bisa datang ke dokter yang ahli seperti dokter umum, psikiater, atau psikolog.
"Dengan kondisi saat ini. Konsultasi juga bisa dilakukan lewat daring. Kan platform konsultasi dokter banyak, bila belum bisa teratasi bisa datang konsultasi langsung," tutupnya.