JRP Pasang Badan untuk Pagar Laut Misterius, Komisi IV DPR: Jangan Adu Domba Warga
Polemik pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang memasuki babak baru. Belum reda keriuhan terkait dugaan Agung Sedayu Group (ASG) pengembang PSN PIK 2 yang dicurigai sebagai dalang pemagaran, kini muncul kelompok yang mengaku warga dan nelayan, menyatakan merekalah pelaku pemasangan pagar.
Kelompok yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura menyebut, pagar tersebut adalah hasil swadaya masyarakat dan nelayan untuk mencegah abrasi hingga ancaman tsunami. Sedang ASG membantah ikut bermain di belakang pemagaran laut tersebut.
Jangan Adu Domba Warga
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Johan Rosihan menyatakan bantahan tegas terhadap klaim yang disampaikan oleh kelompok yang mengatasnamakan nelayan JRP, yang menyebut bahwa mereka bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km di pantai utara Tangerang.
"Saya ingin menegaskan bahwa klaim kelompok nelayan JRP tersebut tidak berdasar dan perlu diverifikasi secara mendalam. Sebagai anggota Komisi IV DPR RI yang bertugas mengawasi sektor kelautan dan perikanan, saya menyatakan bahwa tindakan pemagaran laut yang berdampak pada akses nelayan tradisional dan ekosistem pesisir adalah tindakan serius yang harus diusut tuntas," ujar Johan secara terpisah.
Menurutnya, nelayan tradisional di wilayah pesisir utara Tangerang selama ini telah menjadi korban dari adanya pagar laut tersebut.
"Nelayan kita telah menyampaikan keluhan tentang sulitnya mengakses area penangkapan ikan, dan sangat tidak masuk akal jika mereka justru disebut sebagai pihak yang memasang pagar ini," tambahnya.
Anggota DPR tersebut juga meminta pemerintah daerah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terkait legalitas dan pihak yang bertanggung jawab atas pemagaran ini.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam proses penyelesaian masalah ini.
"Pemagaran laut seperti ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jika tidak ada izin atau kajian lingkungan yang jelas, tindakan ini adalah pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan," tegasnya.
Sebagai Wakil Rakyat, Johan menyerukan agar hak-hak nelayan tradisional dilindungi.
"Kehidupan nelayan kita bergantung pada akses ke laut. Setiap tindakan yang membatasi hak mereka harus dihentikan dan dikaji secara serius untuk memastikan bahwa pembangunan tetap berkeadilan dan berkelanjutan," ujarnya.
“Saya juga ingatkan kepada siapa pun yang punya proyek pagar ini, berhentilah kalian mengadu domba rakyat ini dengan klaim-klaim tidak bertanggung jawab seperti ini, untuk makan sehari-hari saja nelayan kita saja susah, apalagi berpikir untuk memagari laut sepanjang 30 km lebih, mustahil lah. Baiknya kalian ngaku saja dan bertanggung jawab atas kejahatan yang sudah kalian lakukan ini,” ujar Johan dengan geram.
Johan berkomitmen untuk terus mengawal isu ini dan memastikan bahwa segala bentuk pelanggaran hukum yang berdampak pada masyarakat pesisir dapat diatasi dengan cepat.
"Kami tidak akan tinggal diam. Kami mendesak transparansi penuh dari semua pihak terkait," tutupnya.
Orang Berduit di Balik Pemagaran
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyebut alasan mencegah abrasi dan tsunami yang sempat disampaikan oleh kelompok yang mengatasnamakan warga dan nelayan ini tak masuk akal, alias mengada-ada.
Ia mengatakan, cara pengalihan seperti ini adalah trik kuno. Menurutnya, semua sudah sama-sama tahu bahwa ada orang berduit di balik pemagaran laut ini. Dugaan itu mengarah pada Agung Sedayu Group, perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan.
“Halah, sudahlah enggak usah pakai model-model gitu, bayar nelayan dan sebagainya. Enggak usah sudah, itu yang bertanggung jawab sudah jelas siapa kok,” ucap Agus di Jakarta, Senin 13 Januari 2025.
Agus pun ikut menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang telah memberikan karpet merah pada salah satu anggota kelompok 9 naga itu, menjadikan proyek swasta sebagai proyek strategis nasional. Kini, beban beratnya ada di Presiden Prabowo Subianto.
“Maka yang salah yang ngasih PSN itu, coba nggak kasih, nggak akan (merugikan masyarakat) gitu. Sudah, sekarang menteri bertanggung jawab, melakukan tindakan hukum, karena itu tidak sesuai dengan hukum, selesai,” tegasnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar misterius itu. KKP bersama instansi terkait kini sedang mendalami siapa dalang di balik pagar laut yang menimbulkan kegaduhan tersebut.
Advertisement