JPU Tunjukkan Ada Aliran Dana Miliaran ke Direksi PT Bahana Line
Pemilik PT Bahana Line yang menjabat sebagai Komisaris Utama Bahana Group, Freddy Soenjoyo, dihadirkan pada persidangan lanjutan kasus penggelapan BBM yang dipasok untuk kapal-kapal PT Meratus Line di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin 30 Januari 2023.
Freddy yang memberikan kesaksian dalam satu sesi bersama Direktur Marketing PT Bahana Line Andy Agus Hartanto lebih sering memberikan jawaban “tidak tahu” atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU), meskipun hingga 2016 dia akui masih menjabat Dirut PT Bahana Line.
Jaksa Uwais Deffa I Qorni yang didampingi oleh jaksa Estik Dilla lantas meminta izin kepada majelis hakim untuk membacakan hasil analisis PPATK yang ia sebut mengindikasikan adanya aliran dana miliaran rupiah ke jajaran direksi PT Bahana Line, HS dan RT.
Aliran dana tersebut, kata Uwais, patut diduga merupakan hasil penjualan BBM yang diduga digelapkan dari pasokan BBM dari PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line.
“Terdapat dugaan adanya setoran tunai di rekening HS dan RT selaku pengurus PT Bahana Line. Setoran tunai itu diduga bersumber dari hasil tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan pihak korban PT Meratus Line,” ujar Uwais.
Uwais melanjutkan bahwa selama periode 2016 hingga 2019 terdapat setoran tunai di rekening Bank Mandiri milik HS sebanyak sekitar Rp 14,17 miliar rupiah lebih.
Pada periode yang sama, ujarnya, terdapat setoran tunai di rekening Bank Mandiri milik RT sebesar Rp 6,22 miliar lebih.
“Patut diduga setoran tunai tersebut merupakan hasil penjualan BBM yang digelapkan dari pasokan (PT Bahana Line) untuk kapal PT Meratus,” ujarnya.
Penasihat hukum protes
Membacakan hasil analisis PPATK, JPU sebenarnya bermaksud mengkonfrontir dugaan keterlibatan direksi PT Bahana Line pada tindak penggelapan tersebut kepada Freddy selaku komisaris utama maupun pemilik PT Bahana Line.
Mendengar apa yang disampaikan jaksa tersebut, tim penasihat hukum para terdakwa dari PT Bahana Line tiba-tiba melayangkan protes kepada hakim.
Mereka memohon kepada Ketua Majelis Hakim Sutrisno agar diperbolehkan melihat dokumen hasil investigasi keuangan PPATK yang dibacakan jaksa.
Hakim Sutrisno mengabulkan permintaan tim penasihat hukum dan jaksa pun memberikan dokumen dimaksud untuk diperlihatkan di hadapan majelis hakim.
Tak cukup di situ, tim penasihat hukum juga mempertanyakan legalitas dokumen tersebut, karena mereka menganggap dokumen tersebut adalah rahasia.
Mereka juga menolak jika dokumen tersebut dijadikan barang bukti surat dalam persidangan. "Perlu dikaji lagi dan diteliti karena setahu saya dokumen tersebut rahasia," kata Saiful Maarif, salah satu anggota tim kuasa hukum.
Menanggapi pernyataan tersebut, Jaksa Diah Ratri Hapsari menyebut akan memasukkan dokumen tersebut sebagai bukti surat dalam persidangan.
"Kami selaku penuntut umum punya hak untuk membuktikan dakwaan kami, karena itu kami akan masukkan sebagai alat bukti surat dalam persidangan," terangnya.
Menanggapi debat tersebut, ketua majelis hakim meminta tim penasihat hukum menuangkan keberatan terkait dokumen hasil investigasi keuangan PPATK pada nota pembelaan. "Silakan tim penasihat hukum menuangkan keberatan dalam surat pembelaan," jelasnya.
Isu mafia penggelapan BBM untuk moda transportasi laut muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022 tentang adanya dugaan penggelapan BBM yang dipasok PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Setelah penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan, polisi menetapkan 17 tersangka yang kini berstatus sebagai terdakwa. Mereka adalah Edi Setyawan, Erwinsyah Urbanus, Eko Islindayanto, Nur Habib Thohir, Edial Nanang Setyawan, dan Anggoro Putro.
Selain itu David Ellis Sinaga, Dody Teguh Perkasa, Dwi Handoko Lelono, Mohammad Halik, Sukardi, Sugeng Gunadi, Nanang Sugiyanto, Herlianto, Abdul Rofik, Supriyadi, dan Heri Cahyono.
Para terdakwa terdiri 5 karyawan PT Bahana Line, 2 karyawan outsourcing, dan 10 karyawan PT Meratus Line.
PT Meratus Line meyakini praktik penggelapan merupakan ulah mafia atau sindikat kejahatan yang teroganisir. Mafia tersebut terdiri dari pelaku lapangan yang dikoordinatori oleh Edi Setyawan.
Mengingat besarnya jumlah BBM yang digelapkan, diyakini adanya pihak yang memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai dan mendukung berlangsungnya praktik penggelapan selama bertahun-tahun. Pihak di belakang para pelaku lapangan itu diduga juga berperan sebagai penadah BBM hasil penggelapan.
Advertisement