Jon Pai Ikon Balai Pemuda itu Sudah Tiada
Ikon BalaiPemuda itu telah tiada. Jon Pai, atau Rivai, hari Kamis subuh meninggal dunia di ruang IGD RSUD dr. Sutomo Surabaya. Menurut data medis terakhir, gula darahnya 600. Lahir 18 November 1957, Jon Pai, nama akrabnya meninggal pada usia 64 tahun.
Hari Minggu 26 Desember lalu, Jon Pai jatuh di toilet yang ada di Balai Pemuda. Dia telentang tak mampu bangun. Seorang anggota Linmas menemukannya, dan bersama anggota lainnya segera menghubungi PMI Surabaya. Tak lama ambulan datang, segera membawa Jon ke RSUD dr. Sutomo.
Persoalan muncul ketika bagian penerimaan pasien meminta data-data Jon Pai. Tidak ada selembar suratpun yang ada di saku celananya. Juga tidak ada satupun keluarga yang bisa dihubungi. Teman-teman Jon dari Bengkel Muda Surabaya yang berdatangan juga tidak dapat berbuat banyak ketika ditanya tentang surat identitas dan keluarga.
Jon Pai lahir di Kampung Dinoyo Lor, Surabaya. Sejak tahun 1978 dia bergabung dengan BMS, dan beraktifitas di dunia seni. Tapi sejak itu juga dia jadi penghuni Balai Pemuda. Karena itu ada yang berpendapat, Balai Pemuda tidak lengkap tanpa Jon Pai.
Dia kenal dan mengenal dan kenal dengan baik para seniman bukan saja dari Surabaya. Almarhum WS Rendra, Putu Wijaya, Slamet Rahardjo, Sawung Jabo dan yang lain akrab dengan Jon Pai. Kalau mereka ke Surabaya, dan ke Balai Pemuda, yang pertama mereka cari adalah Jon Pai. Wali Kota Surabaya boleh saja beberapa kali ganti, tetapi penjaga Balai Pemuda tetap Jon Pai. Jon Pai dijadikan asisten oleh almarhum Gombloh, sejak Gombloh jadi penghuni Balai Pemuda hingga namanya melejit setelah lagu-lagunya jadi hit.
Begitulah, dengan penanganan ala kadarnya, Jon Pai dirawat di IGD dr. Sutomo hingga Selasa 28 Desember. Pihak admin sudah berkali-kali mendesak pada teman-teman BMS yang bergantian menjaga untuk segera membawa pulang Jon Pai. Tetapi pulang ke mana?
Jon Pai tidak punya rumah. Dia punya saudara, tetapi entah di mana mereka berada. Dan statusnya masih lajang, belum menikah, tidak berkeluarga. Entah alasan apa dia tidak menikah. Teman-temannya sejak puluhan tahun lalu menganjurkan dia menikah agar bisa hidup secara normal, menurut mereka. Tetapi menurut Jon Pai, justru teman-temannya yang menikah dan berkeluarga itulah yang hidupnya tidak normal.
“Saya menikah dengan kesenian,” katanya dalam bahasa Jawa, suatu ketika. “Saya kawin dengan kesenian, saya makan kesenian, dan saya minum kesenian,” katanya yang secara tidak disadari telah mengutip kalimat Bung Karno. Padahal dia tidak pernah membaca buku apapun, karena memang Jon Pai buta aksara.
Moh.Mahmud, anggota DPRD Surabaya segera dikontak, untuk dimintai bantuan ke mana Jon Pai akan dipulangkan setelah ke luar dari IGD. Ke Griya Werdha saja, katanya. Dia menghubungi kepala Griya Werdha, Bu Titin. Siyap, kami akan bantu, kata Bu Titin.
Tetapi beberapa saat kemudian Bu Titin menginformasikan, untuk menghuni Griya Werdha syaratnya harus ada bukti identitas yang jelas. Dia menyarankan sementara dibawa saja ke Liponsos Keputih. Sementara, nanti dipindah ke Griya Werdha kalau persyaratannya bisa dipenuhi.
Ya, kami sudah minta Kepala Dispenduk untuk membantu mencarikan solusi soal kartu identitas Jon Pai. Beliau akan membantu, biar nanti bisa masuk Griya Werdha. Untuk sementara di Liponsos dulu, kata Moh. Mahmud.
Karena terus didesak untuk dibawa pulang, Selasa malam, dengan ambulan, Jon Pai dibawa ke Liponsos Keputih. Tetapi ternyata kondisinya makin kritis. Hanya semalam di Liponsos, hari Rabu kemarin Jon Pai dibawa kembali ke IGD dr. Sutomo, dengan mendapat kawalan Pak Eko, dari Liponsos.
Mungkin karena dikawal Pak Eko, maka penanganan kepada Jon Pai sedikit lebih nggenah, dengan mendapatkan beberapa tindakan medis yang diperlukan. Cek darah, urine, oksigen, insulin, serta pemasangan alat untuk memonitor kondisinya yaitu vital sign monitor. Dari cek darah yang dilakukan diketahui kadar gulanya 600.
Beberapa tindakan lainnya juga dilakukan, tetapi tidak lagi banyak membantu. Jon Pai, dalam rawatan IGD dan penjagaan beberapa teman dari BMS, menghembuskan nafas terakhirnya hari Kamis 30 Desember 2021 pukul 04.00. Hari ini, pukul 10.00 dimakamkan di Pekamanan Umum Keputih Surabaya.
Jon Pai memang bukan seorang seniman yang berkarya. Tetapi hampir semua seni yang tampil di Surabaya, terutama di Balai Pemuda sejak akhir 70an, kurang sempurna tanpa keterlibatannya. Dia bekerja untuk panggung, property, layar, lighting, dekor, setting, serta mengurusi konsumsi dan perlengkapan untuk suatu pementasan. Dia membantu mendisplai lukisan-lukisan yang akan dipamerkan. Dia membantu lahir dan perkembangan kesenian.
Jon Pai adalah ruh kesenian di Kota Surabaya, dan ruh itu pagi ini dicabut dari tempatnya. Selamat jalan Jon…..(nis)
Advertisement