Jokowi Sebut Kemudahan Usaha di Indonesia Masih Bermasalah
Presiden Joko Widodo menyatakan masalah perizinan dan kemudahan berusaha di Indonesia masih dikeluhkan pemilik modal yang ingin berinvesrasi di Indonesia.
"Kebijakan antara pemerintah pusat dengan daerah sering berbenturan dan tumpang tindih. Pusat melonggarkan, tapi malah dipersempit oleh peraturan daerah," kata Jokowi dalam rapat terbatas membahas akselerasi peningkatan peringkat kemudahan berinvestasi
di Istana Negara Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.
Merujuk pada fakta itu, Presiden Joko Widodo menginginkan agar peringkat kemudahan usaha (ease of doing business/EoDB) Indonesia naik dari posisi 73 ke posisi 40.
"Kita tahu posisi kita sekarang di peringkat 73. Meskipun, kalau kita lihat dari 2014 berada pada posisi 120, sebuah lompatan yang baik, tetapi saya minta agar kita berada pada posisi 40," kata Jokowi.
Untuk mengakselerasi peringkat kemudahan usaha tersebut, Jokowi menekankan beberapa hal kepada jajarannya. Pertama, fokus memperbaiki indikator yang masih berada di posisi di atas 100 dan indikator yang naik peringkat.
Dari 10 komponen terdapat 4 komponen yang berada di atas 100, yaitu starting a business di peringkat 140, dealing with construction permit di peringkat 110, registering property di peringkat 106, dan trading accross border yang stagnan di peringkat 116.
"Dua komponen yang sudah di bawah 100 tapi justru naik peringkat lagi, dari 44 ke 48 ini getting credit. Kemudian masalah yang berkaitan dengan resolving insolvency dari 36 ke 38. Sudah 36 kok naik lagi, ini urusan yang berkaitan dengan kebangkrutan," ujar Kepala Negara.
Presiden meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat dashboard monitoring dan evaluasi secara berkala. Menurutnya, hal tersebut guna memastikan perbaikan di beberapa komponen yang masih bermasalah.
Pandangan Presiden masalah utama yang harus dibenahi adalah prosedur dan waktu yang harus disederhanakan. Sebagai contoh, terkait dengan waktu memulai usaha, di negara kita ini membutuhkan 11 prosedur, waktunya 13 hari. Kalau dibandingkan dengan Tiongkok prosedurnya hanya 4, waktunya hanya 9 hari. Artinya di Indonesia harus lebih baik dari mereka.
Maka, Presiden meminta agar perhatian kemudahan berusaha tersebut tidak hanya ditujukan untuk pelaku-pelaku usaha menengah dan besar. Presiden ingin agar usaha mikro dan usaha kecil juga diberikan sejumlah kemudahan dalam berusaha.
"Agar fasilitas kemudahan berusaha ini diberikan kemudahan-kemudahan, baik dalam penyederhanaan, maupun mungkin tidak usah izin, tapi hanya registrasi biasa," saran Presiden Jokowi.
Advertisement