Jokowi-Prabowo, Saatnya Jalan Bareng!
Apa arti kemenangan bagi Jokowi dan Prabowo bila rakyatnya hidup menderita? Kemenangan yang demikian itu adalah kemenangan yang sia-sia; karena kemenangan tanpa nurani sama dengan kekalahan yang paling mendasar bagi bangsa ini!
Oleh karenanya pada saat musibah yang begitu dahsyat menghadirkan penderitaan luar biasa bagi rakyatnya, para pemimpin yang tengah berseteru sekalipun, harus menghentikan pertikaian dan segeralah bergandengan tangan, jalan bersama untuk menanggulangi bencana yang menimpa warga rakyat bangsanya.
Apa lagi sekarang ini hanya di masa saat kampanye. Berhentilah sementara berkampanye. Duduklah bersama, jalan bersama, saling lah bahu membahu dalam semangat kekeluargaan mengatasi musibah dan berbagai penderitaan yang menimpa massa rakyat Palu-Donggala-Lombok, pasca gempa bumi dan tsunami!
Hanya dengan demikian para pengikut dan pendukung di seluruh Nusantara akan mengikuti jejak dan langkah kalian untuk berhenti saling tuding, saling serang, saling menyalahkan, dan menjadikan musibah yang memilukan ini sebagai obyek kampanye politik Pilpres 2019.
Menyelenggarakan pemilu jangan pernah dipisahkan dari upaya membangun peradaban. Bila dengan dihadirkannya Pemilu-Pilpres yang bermunculan malah perilaku yang tak beradab bahkan biadab; dipastikan bahwa pemilu yang menghasilkan peradaban yang demikian ini sangat layak untuk dinyatakan sebagai Pemilu-Pilpres yang gagal-total!
Karena Pemilu-Pilpres jutru telah menjadi alat para musuh rakyat dan negara untuk meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah digariskan oleh para Bapak bangsa sebagai cita-cita kemerdekaannya bangsa Indonesia.
Betapa menyedihkannya ketika di berbagai kicauan di dunia maya, para nitizen dari dua kubu yang berseberangan, pendukung Jokowi vs pendukung Prabowo, asyik saling tuding dan saling serang mengenai berbagai hal seputar musibah Palu-Donggala.
Bahkan ada yang sempat melontarkan keyakinan bahwa musibah gempa dan tsunami ini adalah peringatan dari Tuhan agar segera terjadi pergantian presiden. Diperkaya dengan alasan berbagai tudingan bahwa pemerintah tidak becus, promotor penjarahan, Presiden ke Palu tidak boleh pakai fasilitas negara dan lain sebagainya.
Suara dengan nada seperti ini pastilah datang dari kubu pendukung Prabowo. Sementara dari kubu pendukung Jokowi yang bersikap defensif menjawab dengan melontarkan pertanyaan; dimana dan kemana Prabowo-Sandi?..,omdo!
Perlu diingat bahwa garis budaya paternalis masih sangat kuat dianut dalam kehidupan sehari-hari rakyat bangsa ini. Perilaku dan kata-kata seorang bapak, masih sangat didengar dan ditiru oleh anak-anaknya.
Dalam kaitan ini, Jokowi dan Prabowo dalam kedudukannya sebagai ‘bapak’nya rakyat Indonesia, sangat berperan besar dan dalam kedudukan sangat strategis secara budaya maupun sosial-politik, untuk tampil sebagai panutan yang positif.
Dengan kata lain, ketika kedua pemimpin ini saling bergandeng-tangan jalan bersama menanggulangi bencana nasional ini, para pendukung di bawah dan di akar rumput pun akan mengikuti langkah pemimpinnya.
Betapa mengerikannya ketika menyaksikan bagaimana penjarahan terjadi, dimana rakyat beringas mengambil barang yang bukan miliknya. Mereka menjarah bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan persediaan makanan dan minuman untuk sekadar bertahan hidup, tapi segalanya disikat dan seisi toko dihabiskan.
Sementara mayat-mayat yang bergelimpangan di depan ruang inap gawat darurat di salah satu Rumah Sakit di Palu, dibiarkan bergelimpangan berhari-hari. Kondisi mayat membusuk hingga baunya mengganggu kinerja para pekerja medis yang tengah bertugas di ruang pengobatan menangani ratusan pasien korban gempa-tsunami.
Di tengah tampilan yang menyedihkan tentang derita rakyat yang tertimpa gempa dan tsunami, berikut kualitas peradaban manusia pelaku penjarahan pasca gempa-tsunami, kita pun dikejutkan oleh berita tentang kebiadaban sekelompok orang yang menganiaya aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet.
Tampilan aktivis perempuan ini penuh legam dan sembab di seluruh wajahnya.
Konon ia mengalami penganiayaan dari sekelompok orang bermasker yang memukulinya di dalam mobil. Berita ini menjadi viral di dunia maya.
Sebagai catatan, bila peristiwa ini benar terjadi...dan sangat keterlaluan/a moral bila hanya sebuah rekayasa, apa pun alasannya, perbuatan premanisme biadab tak beradab ini tidak bisa ditoleransi.
Sekali pun saya tidak selalu setuju dengan berbagai pernyataan dan sikap politik Ratna Sarumpaet, tapi perlakuan biadab terhadapnya layak untuk dikutuk, dilawan, dan jangan dibiarkan terus terjadi! Sangat mengancam peradaban kita sebagai bangsa yang berbudaya, beradab dan berketuhanan.
Melihat realita yang memiriskan hati ini, pertanyaannya; Peradaban seperti inikah yang akan kita biarkan dan tumbuh menjadi bagian dari budaya berpolitik dan berdemokrasi di negeri ini?
Pertanyaan ini sebagian besarnya sangat bisa dijawab oleh kedua pemimpin kita: Jokowi dan Prabowo. Asal saja mereka mau bergandeng tangan menghadapi setiap bencana dan musibah yang melanda rakyat bangsa ini.
Bergeraklah bersama sebelum terlambat. Agar rakyat tidak sampai memberi predikat kepada Jokowi maupun Prabowo sebagai 'Presiden dan Jenderal KARDUS'!
*) Oleh Erros Djarot-dikutip sepenuhnya dari watyutink.com