Jokowi, Obama dan Presiden Tiga Periode
Politisi sedang gencar mewacanakan jabatan Presiden Tiga Periode. Dan karena itu perlu mengamandemen Undang Undang Dasar yang hanya membatasi jabatan presiden dua periode.
Kita nggak tahu ada "udang" apa di balik "batu" usul itu. Yang muncul di permukaan, mereka menganggap Presiden Joko Widodo ini berhasil dan karena itu layak untuk menjabat sampai tiga periode.
Keinginan seperti ini sebetulnya tidak hanya monopoli Indonesia. Di Amerika Serikat pun muncul keinginan yang sama. Terhadap Presiden Afro-Amerika pertama Barack Obama.
Apalagi setelah kinerja Presiden Donald J Trump yang menggantikannya amburadul. Yang memimpin Amerika Serikat dengan cara koboi. Yang mengancam persatuan dan kesatuan RI, eh...Amerika.
Dalam sebuah talkshow David Lettermen keinginan itu terungkap. Pengampu My Next Guest di Netflix ini keceplosan menginginkan Obama menjadi presiden AS lagi. Kontan saja, keinginan Lettermen ini disambut tepuk tangan penonton talkshow di studio.
Presiden Obama memang menjadi presiden kulit hitam pertama di AS yang penuh daya tarik. Setiap penampilannya selalu memukau. Tidak hanya dirinya, tapi juga istrinya Michelle Obama. Bahkan sampai tak lagi menjabat presiden.
Dalam talkshow itu, Obama sempat menjelaskan panjang lebar tentang problem-problem politik Amerika sekarang. Seperti minimnya partisipasi sehingga pemilih di AS terendah dibanding negara demokrasi di dunia.
Mendapat penjelasan itu, Dave --panggilan akrab David Lettermen-- langsung nyelutuk: "Sekarang Mr President, saya tahu Anda harus kembali ke gedung Oval (menjadi presiden lagi, red)," katanya disambut tepuk tangan panjang penonton di studio.
Obama tampak terkejut dengan pernyataan Dave. Ia pun menoleh ke penonton sambil tertawa. Ia sempat tergagap. "Aku terhalangi oleh Konstitusi untuk mencalonkan kembali," katanya.
Yang menarik, sebelum mengatakan hal itu, ia sempat keceplosan menyebut Michelle. Tapi setelah mendapat sambutan gempita, ia pun bilang jika yang dimaksud bukan seperti itu.
"No..:no...no. Yang saya maksud bukan seperti itu. Saya tidak bisa mencalonkan presiden lagi karena Konstitusi. Dan jika tidak ada amandemen, Michelle akan meninggalkanku (menjadi presiden, red)," katanya.
Seperti umumnya talkshow yang menghadirkan Obama, Presiden AS ke 44 ini tampil menawan. Jawabannya mengalir. Terkadang muncul humor. Terkadang ia berbalik menjadi pewawancara.
Ketika dipancing dengan masa kecilnya yang dikisahkan dalam bukunya Dream From My Father, Obama menyinggung tentang Indonesia. Mengisahkan ibunya yang menikah dengan Pria Indonesia dan tinggal di Jakarta di usia 6 tahun.
Namun, karena khawatir dengan kualitas pendidikan di negeri ini tahun itu, ia harus belajar di rumah dan di sekolah. Mulai jam 5 sudah harus bangun untuk itu. "Ini bukan piknik bagi saya. Itu menyedihkan," katanya mengenang masa kecilnya.
Talkshow dengan Obama itu dilakukan dua tahun setelah ia meninggalkan Gedung Putih. Di tengah-tengah pemerintahan Trump yang menguatkan ketajaman pembelahan warga Amerika.
Presiden Jokowi merespon gagasĀ presiden tiga periode melalui video yang dirilis Sekretariat Negara. Dalam keterangannya, presiden dengan tegas mengatakan tidak ada niat dan minat menjadi presiden tiga periode.
Malah, ia menganggap wacana itu sengaja dilontarkan dengan tiga maksud. "Ingin menampar muka saya, mencari muka ke saya (padahal saya sudah punya muka), dan menjerumuskan saya," katanya.
Ia pun menegaskan jika konstitusi telah jelas presiden dibatasi hanya dua periode. "Tidak perlu membuat kegaduhan baru dengan mengamandemen Konstitusi. Lebih baik memikirkan yang lain," katanya.
Sebelumnya, para pembantunya di kabinet maupun di Istana juga telah melakukan klarifikasi mengenai hal itu. Suaranya garis lurus dengan yang diungkapkan Presiden Jokowi. Bahwa hal itu tak mungkin karena telah diatur Konstitusi.
Wacana politik memang selalu mengandung banyak makna. Yang tampak di depan panggung belum tentu seperti yang ada di belakang panggung. Selalu ada kepentingan dalam setiap wacana yang dilempar oleh politisi.
Namun kayaknya Jokowi sungguh-sungguh dengan penolakannya terhadap wacana presiden tiga periode. Ia pasti brrlajar dari pengalaman Presiden Soeharto yang pernah berkuasa 32 tahun.
Kalau pun ada keinginan kuat darinya bukan menjadi presiden tiga periode. Tapi yang tampak, Ia selalu ingin meninggalkan legacy, warisan, dalam setiap fase hidup yang dijalaninya.
Ia telah meninggalkan warisan pembangunan fisik di berbagai bidang. Terutama infrastruktur terkait dengan konektifitas antar daerah. Juga warisan berupa keberaniannya dalam memoderasi pemahaman agama.
Sayangnya, di periode kedua pemerintahannya ia dihadapkan dengan pandemi yang mewabah seluruh dunia. Yang membuat segala rencana menjadi terhalang. Menghadapi keadaan force majoure yang membuat rencana-rencana besar tertunda.
Kesempatan Jokowi tinggal bagaimana meninggalkan warisan jejak demokrasi dalam suksesi kepemimpinan di akhir periode kedua pemerintahannya. Bisakah ia melahirkan pengganti yang baik dan sesuai dengan kebutuhan bangsa ini?
Baik dalam arti kepempinan baru yang bisa membawa Indonesia lebih maju lagi. Menjadi bangsa besar yang diperhitungkan dunia. Tidak hanya diperhitungkan sebagai pasar dari produk dan kepentingan negara lainnya.
Konsolidasi politik yang relatif berhasil dibangun di periode keduanya harus menghasilkan suksesi yang demokratis dan lahirnya pemimpin baru yang andal. Bukan sekadar perwujudan oligarki politik merugikan.
Tidak banyak memang pilihan bagi Jokowi untuk meninggalkan warisan sejarah yang bisa dikenang selamanya. Mengawal regenerasi kepemimpinan politik adalah bagian dari sedikit pilihan itu.
Advertisement