Jokowi di Asian Games: Lead Kuat untuk Pertunjukan Hebat
Proses kreatif di dunia pertunjukan pada dasarnya seperti wartawan saat menuliskan berita. Tidak kurang dan tidak lebih. Pertunjukan perlu membuat orang terpukau, wartawan butuh tulisannya dibaca.
Untuk membuat tulisan yang baik diperlukan lead yang kuat. Kepala tulisan yang bisa nyendal, memberi daya tarik, dan mencuri perhatian pembaca. Demikian pula pertunjukan. Butuh lead atau pembuka yang bikin penonton berdecak. Membangun wow di depan.
Ini yang dilakukan Wishnutama dkk saat mendesain opening ceremony Asian Games ke 18 di GBK Jakarta, 18/8/2018. Ia ingin menciptakan nuansa pertunjukan yang memukau penonton di depan. Bikin lead --bahasa wartawannya-- yang bikin orang berdecak. Pembuka yang memberi efek kejut.
Saya bukan seorang kreator pertunjukan. Hanya seorang wartawan yang telah malang melintang di berbagai jagat kehidupan. Kebetulan juga pernah bergaul dengan para seniman yang setiap hari menggagas karya dan pertunjukan.
Maka, saat saya punya kesempatan membantu seniman ludruk yang kembang kempis di paruh akhir tahun 2000-an, struktur pertunjukan yang kali petama jadi perhatian. Saya ajak para seniman untuk merombak pakem pertunjukan. Tidak seperti pakem yang "diimani" selama ini. Mengubah lead pertunjukan.
Jika pertunjukan ludruk biasanya diawali dengan tari remo, maka bukan tari lagi yang jadi pembukanya. Tari remo tetap saja ditampilkan. Tapi tidak di awal pertunjukan. Letak dan fungsimya diubah. Menjadi penyambung jeda dari segmen cerita ke segmen berikutnya. Pembukanya diganti dengan adegan yang menarik.
Para dalang modern juga melakukan hal seperti itu. Mereka tak lagi memulai dengan suluk dan gunungan. Ada yang memulai dengan adegan peperangan begitu kelir dibuka. Dalang modern ingin membuat lead yang menyedot penonton. Membuat lead pertunjukan yang memesona. Ini yah dilakukan Almarhum Ki Enthus Susmono.
Tentu tidak hanya lead atau pembuka pertunjukkan yang membuat orang tertarik pada tontonan. Tapi, lead menjadi sangat penting untuk membangun suasana hati penonton agar ia bertahan menikmati tontonan sampai akhir. Makanya ritme, gaya, dan bangunan karakter cerita maupun pertunjukan sangat penting.
Dari sudut pandang jurnalistik, lead dalam seluruh narasi opening ceremony Asian Games tidak aneh. Wishnutama berhasil membuat lead atau pembuka pertunjukan yang memukau. Yang mengejutkan. Yang membuat orang tidak memperkirakan sebelumnya. Membikin penonton secara spontan mengucap: wow!
Ia menbangun kejutan di lead dengan menjadikan Presiden Jokowi sebagai aktor. Menjadi bagian dari pertunjukan. Tentu saja Jokowi sangat memenuhi dalam hal ini. Ia mempunyai nilai ketokohan sebagai presiden dari negara yang menjadi tuan rumah perhelatan olah raga terbesar kedua di dunia ini.
Kenapa tidak Gubernur DKI Anies Baswedan? Tentu agak sulit untuk membuat reasoning menampilkannya dalam adegan ini. Ia hanya gubernur. Juga hanya menjadi tuan rumah salah satu venue Asian Games. Kecuali kalau dia presiden, maka akan ada alasan untuk menjadikanya sebagai bagian dari pertunjukan.
Kenapa bukan Prabowo atau Sandi? Ya karena saat ini keduanya belum menjadi kepala rumah tangga dari bangsa Indonesia yang jadi tuan rumah. Kalau Asian Games digelar di zaman Susilo Bambang Yudhoyono, maka dialah yang punya nilai ketokohan tertinggi untuk menjadi penguat lead pertunjukan. Kalau Prabowo dalam pilpres lalu terpilih, dia pula yang jadi tokohnya.
Kembali ke lead. Ternyata Jokowi tak hanya memperkuat pembuka pertunjukkan karena ketokohan. Ia juga mau diustradarai untuk membuat sesuatu yang dramatik. Mengendarai motor gedhe setelah terjebak kemacetan, jumping dengan motornya, dan menyusuri jalan tikus Jakarta untuk sampai ke GBK. Itu semua visualisasi untuk memperkuat nilai dramatik sebuah lead.
Beruntung sekali Wishnutama. Presiden Jokowi memberi kebebasan para kreator untuk mengeksplore kreatifitasnya. "Soal video, saat saya mengusulkan kepada beliau, beruntung beliau orangnya asyik, jadi ide bisa lebih tereksplore. Berkal- kali saya berdiskusi berdua. Prinsipnya beliau ini merupakan bagian dari entertainment, jadi bagian penghibur acara. Pure konsep kreatif," katanya.
Memang diperlukan pemimpin yang memahami entertainment dan marketing untuk bisa menghasilkan karya yang tak biasa. Mahakarya akan lahir dari kreator yang mendapat kemerdekaan dari pemimpinnya. Jokowi memberi ruang, Wishnutama mengeksplore kreatifitar, lahirlah klip Jokowi dengan moge yang viral sampai hari ini.
Visualisasi ini yang kemudian rame di medsos tiada habis. Ada yang mempersoalkan tentang penggunaan peran pengganti (stuntman) dalam sebagian adegan visual Jokowi dengan mogenya. Ada yang mempermasalahkan bahwa ini pencintraan di perhelatan akbar itu. Seharian medsos berisik soal Jokowi pakai stuntman atau tidak. Perdebatan yang tidak perlu jika perspektifnya pertunjukan.
Kejutan lain yang ikut memperkuat pembuka adalah penampilan 1500 pelajar. Mereka secara massal menari Ratoeh Jaroe. Ini adalah tari Saman dari Aceh kalau dilakukan penari pria. Tarian massal dengan koreografi yang membuat puluhan penonton terpana. Ini amat khas Indonesia.
Pertunjukan Asian Games dengan lead yang ciamik ini menjadi mengalir sampai selesai. Seperti esai yang ditulis wartawan senior. Seperti cerita pendek atau novel yang lahir dari seorang sastrawan piawai kelas dewa. Jadilah perhelatan internasional yang sangat Indonesia dengan alur mengalir sampai akhir.
Setting panggung dengan nuansa gunung, alam Indonesia dan lautan menambah megah pertunjukan ini. Tata lampu, aransemen musik dengan rangkaian lagu yang dikomandoi Adi MS dan Ronald Steven, didukung koreografer andal Deny Malik dan Eko Supriyanto membuat pertunjukan ini spektakuler.
Akhirnya saya setuju dengan Ipang Wahid, sutradara iklan paling top di Indonesia. Opening ceremony Asian Games ke 18 ini membikin kita semua terharu dan bangga. Bukan saja karena sarat ide menarik dalam besuten eksekusi yang memukau. Tapi juga sarat makna keindonesiaan yang mendalam. "Emejing, kalau kata anak jaman sekarang," katanya.
Sayangnya, kata salah satu anggota KEIN ini, perhelatan ini diselenggarakan 7 bulan menjelang pilpres. Sehingga banyak yang malu, sungkan, atau bahkan enggan mengapresiasi bahwa perhelatan itu memang spektakuler. Inilah satu-satunya kekurangan dari Opening Ceremony Asian Games ini.
Tampaknya, kita perlu sering menjadi tuan rumah perhelatan internasional seperti ini. Untuk menunjukkan bahwa anak bangsa kita tidak kalah dengan mereka dalam hal kreatifitas. Simpati juga bisa didapat dari negara-negara lain dari karya seni.
Atau sebaiknya tak semua peristiwa didekati dengan perspektif politik. Meski melibatkan aktor politik. Sesekali gunakan pendekatan lain. Seperti melihat peristiwa sebagai proses kreatif untuk sebuah pertunjukan besar. Digae asyik ae lah! (Arif Afandi)