Jokowi, Corona dan Nasib Singgasananya
Apa yang akan terjadi, jika virus Corona itu betul-betul mewabah di Indonesia. Sebab, tersiar desas-desus, isu itu sengaja "diredam demi kepentingan investasi" yang nafsunya sudah diubah-ubun. Buktinya Pemerintah sangat bernafsu untuk merancang dan meloloskan UU Raksasa bernama Omnibus Law.
Namun di balik usaha redam-meredam itu juga tersingkap kabar, isu Corona itu akan lebih cepat menyeruak ke permukaan; jumlah korbannya diperkirakan meroket seperti janji ekonomi Jokowi di bulan Oktober dulu.
Rasa-rasanya fakta penyebaran virus Corona, setiap harinya terus bertambah; menggugurkan berbagai pernyataan Pemerintah selama ini. Ada kesan kuat isu Corona yang mematikan itu seperti puncak gunung es yang siap mencair, dan membanjiri kita hingga tak berdaya.
Pemerintah sudah mengumumkan beberapa waktu lalu akan menjaga ketat arus masuk orang asing dari empat negara terjangkit Corona seperti Iran, Italia, Korea Selatan dan China.
Untuk masuk ke Indonesia, Pemerintah juga menerapkan keharusan orang asing membawa Sertifikat kesehatan dengan mencantumkan minimal dua keterangan yaitu Fit to Travel dan Free from Respiratory Diseases. Sampai disini, langkah itu layak diapresiasi seraya butuh kontrol yang ketat dari masyarakat dan media. Apa sebab? Karena di republik ini semua bisa diperjualbelikan.
Perkara Tekanan Ekonomi
Virus Corona ternyata sudah menjadi situasi kedaruratan internasional yang berpengaruh langsung pada perekonomian global.
Para ekonom diam-diam mencatat, China adalah pembeli komoditas utama didunia selama beberapa tahun terakhir ini. Fakta menunjukkan bahwa China menjadi pembeli dari sekitar 45% besi, 40% tembaga, dan 15% minyak yang diperdagangkan di dunia. Disamping itu China juga konsumen dari sekitar 30% beras, 25% kedele, 20% jagung, dan 17% gandum yang diproduksi dunia.
Virus Corona telah menyebabkan kota-kota penting dunia diisolasi, orang-orang dilarang atau dibatasi untuk bepergian, dan mengalihkan konsentrasi bagi para pengambil keputusan negara untuk mencegah dan mengurangi dampak dari wabah yang telah membawa kematian bagi ribuan orang itu.
Dampak ekonomi pun mulai terasa memberikan tekanan yang cukup berat. Fortune.com telah mencatat bahwa dalam dua minggu terakhir (17 Jan – 31 Jan 2020), serangan wabah Virus Wuhan telah menyebabkan harga tembaga dipasar dunia turun 12,1%, harga minyak mentah turun 10,2%, dan harga minyak kelapa sawit turun 9,6%.
Masih menurut laporan Fortune.com, kondisi ini juga diikuti menurunnya Indek Komoditas Bloomberg sebanyak 6%, Index DowJones turun 2,1%, Nasdaq turun 1,6%, dan SnP 500 turun 1,8%.
Beberapa ekonom meramalkan, dampak Corona ini akan terus memperburuk perekonomian dunia termasuk di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia. Sebab wabah penyakitnya sendiri masih terus berkembang secara akseleratif.
Sejak kemarin, Italia sudah mengumumkan negaranya berada dalam posisi tertutup bagi warga asing. Jauh sebelumnya Pemerintah AS telah melarang siapapun – kecuali warga negara dan keluarga inti warga negara Amerika – yang melakukan perjalanan dari China dalam 14 hari terakhir harus melakukan proses isolasi untuk diperiksa secara intensif. Pendek kata nyaris seluruh negara telah membatasi perjalanan wisata dari dan ke China akibat Virus Corona.
Bagaimana dengan Indonesia sendiri?
Secara langsung ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi dengan turunnya harga minyak sawit. Bukan hanya sawit, namun beberapa komoditas lain yang bahan bakunya banyak diimpor dari China akan mengalami tekanan yang cukup berat.
Apabila ditilik dari aspek manajerial korporasi hal ini akan berdampak pada menurunnya produksi. Produksi yang menurun tentu akan diikuti dengan pengurangan tenaga kerja. Ujung dari pengurangan tenaga kerja adalah pengangguran, pemiskinan sistemik, meningkatnya kejahatan karena lapar dan sangat bisa jadi frustasi rakyat pada Pemerintah akan meningkat.
Hal ini semua akan terjadi secara mekanis tanpa rekayasa. Ini kerja-kerja hukum sosial ekonomi semata. Oleh karena itu Pemerintah dan kaum Oligarki yang mengitarinya, tidak bisa lagi menganggap enteng kasus penyebaran virus Corona itu. Jika tidak mendapatkan penanganan yang sungguh-sungguh, maka Indonesia dengan penduduk besar ini akan menjadi lautan mayat
Nasib Singgasana Jokowi
Banyak analis yang memprediksikan bahwa nasib politik Jokowi sedang berada diujung tanduk. Disamping alasan-alasan ekonomi di atas, terdapat itu alasan-alasan politik yang kemudian bisa menjadi pemicunya.
Pertama, menjelang Pilkada langsung beberapa bulan mendatang seluruh partai mulai melakukan konsolidasi internal untuk memperjelas kepentingan masing-masing. Situasi ini wajar karena setiap partai akan mengerahkan segala upaya untuk memenangkan calonnya dalam Pilkada.
Namun pada detik yang sama akan terjadi pelonggaran loyalitas terhadap koalisi Jokowi-Makruf. Hal.ini nampak pada polarisasi politik yang terjadi pada Nasdem dan Partai Golkar di satin sisi dan PDI P di sisi yang lain dalam soal UU Omni Bus Law.
Kedua, pertarungan kepentingan Komisi dan Megawati dalam proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Walikota Solo juga akan terus mewarnai friksi Megawati dan Jokowi. Konon perkara ini berimbas pada komposisi kabinet yang rencananya akan direshuffle dalam waktu tak lama lagi.
Disini akan terjadi proses tukar tambah kekuasaan yang cukup rumit diantara keduanya. Jika proses ini tidak berjalan dengan mulus, terbuka kemungkinan Megawati mengambil jalan lain. Dan jika hal itu berbarengan dengan memburuknya ekonomi nasional akibat lumpuhnya ekonomi dunia, tentu akan tercipta kondisi politik yang semakin runyam. Dan pada titik pertemuan kondisi memburuknya ekonomi nasional akibat Corona dan buntunya negosiasi keduanya itu, sejatinya nasib singgasana Jokowi ditentukan. Wallahu'a'lam!!!
Fathorrahman Fadli
Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR dan Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang.