Joko Driyono Jalani Pemeriksaan Kelimanya
Mantan pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono (Jokdri) kembali diperiksa Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola. Agenda pemeriksaan kali ini adalah mengonfirmasi barang bukti serta aliran dana di rekening pribadi Jokdri.
"Masih sama persis dengan agenda kemarin, mengonfirmasi bukti-bukti, terus untuk melakukan pengecekan rekening itu aliran-aliran selama ini, dan kegiatan Pak Joko sehari-hari, itu aja nggak ada yang berbeda," kata kuasa hukum Joko, Andru Bimaseta, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.
Selain itu, lanjut dia, tim Satgas Antimafia Bola juga, mendalami keterangan terhadap Joko Driyono berkaitan dengan pokok perkara yang dituduhkan kepadanya yakni menjadi orang di balik kasus perusakan barang bukti.
"Kemudian terkait masalah perusakan masuk garis polisi, itu aja," ucapnya.
Diketahui, pemeriksaan Joko kali ini merupakan pemeriksaan kelima yang dilaluinya. Sejatinya, pemeriksaan Joko yang terakhir ini, diagendakan pada Senin 18 Maret 2019 dan Kamis 21 Maret 2019 lalu, namun yang bersangkutan tidak dapat hadir memenuhi panggilan penyidik.
"Ada dua alasan, pertama alasan keluarga, kedua alasan pekerjaan," kata Andru.
Lebih lanjut, Andru menjelaskan bahwa kliennya tidak bisa hadir dalam agenda pemeriksaan pekan lalu karena harus bertemu dengan keluarganya di Serang, Banten. Yang akhirnya pihaknya mengirimkan surat permohonan pada satgas.
"Kenapa alasan keluarga, karena harus kembali ke Serang, rumahnya Pak Joko kan ada di Serang," ujar Andru.
Joko Driyono sudah ditetapkan menjadi tersangka sejak Kamis 14 Februari lalu dalam kasus pengrusakan dan penghilangan barang bukti. Hingga saat ini penyidik belum melakukan penahanan terhadap Joko Driyono atas kasus penghancuran barang bukti itu.
Joko Driyono terancam dijerat dengan pasal berlapis. Dia disangkakan melanggar Pasal 363 yang terkait pencurian dan pemberatan serta Pasal 232 tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan.
Selanjutnya, Pasal 233 tentang perusakan barang bukti dan Pasal 235 KUHP terkait perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan di Pasal 232 dan Pasal 233.
Pasal-pasal tersebut pada intinya mengenai tindakan pencurian dengan pemberatan atau perusakan barang bukti yang telah terpasang garis polisi.