Jokdri Dituntut 2,5 Tahun
Mantan Plt Ketum PSSI Joko Driyono atau yang akrab disapa Jokdri dituntut 2,5 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan perusakan barang bukti terkait kasus dugaan pengaturan skor sepakbola.
"Menyatakan terdakwa Joko Driyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat, atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan yang masuk tempat kejahatan dengan memakai anak kunci palsu atau perintah palsu," kata jaksa penuntut umum (JPU) Sigit Hendradi membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis, 4 Juli 2019.
JPU menilai Jokdri terbukti melanggar pasal sesuai dakwaan alteratif yaitu pasal 235 juncto pasal 233 pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hal yang memberatkan tuntutan, JPU menilai terdakwa Jokdri mempersulit proses penyidikan di perkara lain yang ditangani tim Satgas Antimafia Bola. Sedangkan hal yang meringankan, Jokdri mengakui perbuatannya sehingga memperlancar persidangan dan berlaku kooperatif.
Dalam melakukan aksinya, Jokdri bersama-sama dengan saksi Muhamad Mardani Morgot alias Dani dan Mus Mulyadi (terdakwa yang diajukan dalam penuntutan terpisah). Jokdri didakwa melakukan, mengambil barang, yaitu berupa DVR server CCTV dan satu unit laptop merek HP Notebook 13 warna silver, yang sebagian atau seluruhnya dalam penguasaan penyidik Satgas Antimafia Bola.
Padahal ruangan kantor PT Liga Indonesia di gedung Rasuna Office Park (ROP) DO-07 sudah dipasangi garis polisi sejak Rabu, 30 Januari 2019. Namun, pada 31 Januari, Jokdri memerintahkan sopirnya, Muhammad Mardani Morgot masuk ke ruangannya lewat pintu khusus untuk mengambil dokumen dan barang-barang.
Mardani pun berhasil masuk ke ruangan Jokdri pada 31 Januari pukul 23.30 WIB, dia mengambil notebook dan semua kertas yang ada di atas rak dan yang ada di dalam laci meja terdakwa. Tak hanya itu, Mardani Morgot bersama saksi Mus Mulyadi juga mengambil rekaman CCTV dengan cara mencabut DVR (digital video recorder).
Kemudian Mardani mengganti DVR CCTV yang rusak dengan DVR CCTV yang masih bagus (terdapat rekamannya). Selanjutnya DVR CCTV tersebut beserta laptop dan dokumennya dibawa ke mobil terdakwa Jokdri. Setelah itu, Jokdri juga meminta agar barang-barang tersebut dipindahkan dari mobilnya.
Menanggapi tuntutan JPU, kuasa hukum Jokdri, Mustofa Abidin, menyebut jaksa tak bisa membuktikan tindak pidana yang didakwa dilakukan Jokdri.
"Kami tidak mempersoalkan pasal mana yang dianggap jaksa terbukti dilakukan oleh terdakwa. Karena sampai saat ini kami merasa bahwa sesuai dengan fakta-fakta persidangan dari kelima pasal tersebut menurut kami masih belum ada satu pun yang buktikan oleh jaksa penuntut umum secara sah dan meyakinkan," kata Mustofa seusai sidang.
Mustofa mengaku sudah menyiapkan pleidoi, termasuk pleidoi pribadi Jokdri. Pengacara menilai kasus kliennya tidak terkait dugaan pengaturan skor sepakbola. Alasannya, perkara pokok yang disidangkan di Banjarnegara diubah menjadi perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Perkara Pak Jokdri ini sama sekali tidak ada kaitan dengan inti persoalan sehingga sampai dibentuk Satgas Antimafia bola itu adalah untuk menangani laporan Saudara Laksmi terkait pengaturan skor. Tapi faktanya di persidangan penipuan dan suap TPPU ya sama sekali tidak terkait dengan hal itu," kata Mustofa. (wit/ant)