Jogjakarta Kembalikan Sisa Bansos Covid-19 ke Kas Daerah
Pemerintah Kota Jogjakarta mengembalikan sisa dana bantuan sosial dampak pandemi Covid-19, ke kas daerah. Realisasi penerimaan bantuan dari pemerintah pusat mencapai sekitar 92 persen, sedangkan dari Pemerintah DIY mencapai 89 persen. Terdapat 38 ribu penerima dana bantuan Covid-19 di Jogjakarta, baik yang bersumber dari pemerintah daerah dan pusat.
Kepala Dinas Sosial Kota Jogjakarta Agus Sudrajat, mengatakan sebagian besar dana yang tak terserap lantaran adanya data penerima yang ganda. Ia menyebut terdapat 525 data ganda di wilayah DIY. “Dana pun akan dikembalikan ke kas daerah,” katanya.
Menurutnya, warga yang terdata ganda sebagai penerima bantuan sosial tersebut biasanya sudah menerima bantuan dari sejumlah program, seperti program keluarga harapan, penerima bantuan sembako, bantuan sosial tunai dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah setempat.
“Karena syaratnya adalah belum menerima bantuan dari program lain, maka warga yang terdata ganda tersebut tidak berhak menerima bantuan sosial dari APBD Kota Jogjakarta,” lanjutnya.
Namun, bagi warga yang masuk dalam data penerima bantuan sosial, namun belum sempat mengambilnya, maka mereka masih bisa mengambil bantuan hingga 8 Agustus, di kantor pos yang telah ditunjuk.
“Ada beberapa warga yang belum mengambil bantuan karena berbagai sebab, misalnya sedang berada di luar Kota Jogjakarta,” katanya. Sedangkan, penyaluran bantuan sosial tunai dari pemerintah pusat dan Pemerintah DIY untuk periode April-Juni, sudah ditutup.
Selain data yang ganda, anggaran tak terserap 100 persen lantaran warga yang meninggal, pindah kependudukan, atau tidak diketahui keberadaannya. Sementara, untuk penerimaan bantuan sosial periode dua dari pusat, Agus mengaku, belum memperoleh informasi pasti.
Dinas Sosial Kota Jogjakarta juga terus melakukan pemutakhiran data penerima bantuan sosial supaya data semakin valid. Berdasarkan hasil pemutakhiran, diperkirakan data penerima akan mengalami penurunan 15-17 persen akibat warga meninggal, pindah domisili, data penerima tidak memiliki nomor induk kependudukan, perubahan status menjadi ASN, TNI, dan polri, serta status ekonomi warga yang meningkat sehingga tak masuk kelompok warga miskin. (Ant)