Joe Biden, Perbudakan Dosa Asal Amerika
Perbudakan adalah dosa asal dari Amerika. Lebih dari 400 tahun lalu, 20 orang Afrika dibawa paksa ke daratan yang kemudian menjadi Amerika Serikat. Berikutnya jutaan lainnya dicuri dan dijual pada abad-abad berikutnya. Itulah sistem perbudakan yang merupakan dosa asal AS.
Sepanjang abad ke-17 dan 18, jutaan orang diculik dari Afrika. Mereka lalu dipaksa menjadi budak di koloni-koloni Amerika, untuk menghasilkan tanaman komersial seperti tembakau dan kapas. Pada pertengahan abad ke-19, jerat ekspansi barat dan gerakan penghapusan perbudakan di AS, memicu perdebatan sengit. Sampai pernah terjadi perang saudara yang berdarah.
Meski perbudakan akhirnya bisa dihapuskan di seluruh AS, warisan negatif dari sifat-sifat ini masih ada. Misalnya dalam bentuk rasialisme dan diskriminasi warna kulit.
Suatu pernyataan mengejutkan kelaur dari mulut Joe Biden, Presiden Amerika Serikat, sebagai bagian dari upaya penetapan Hari Peringatan Perbudakan tiap 20 Agustus. "Meski perbudakan akhirnya bisa dihapuskan di seluruh AS, warisan negatif dari sifat-sifat ini masih ada. Misalnya dalam bentuk rasialisme dan diskriminasi warna kulit". Joe Biden seolah menegaskan: belakangan warga kulit berwarna dari Asia menjadi sasaran aksi sentimen ras di negeri itu.
Perbudakan adalah "dosa asal Amerika". Begitulah, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan untuk mengakui upaya menetapkan 20 Agustus sebagai Hari Peringatan Perbudakan di AS. Upaya itu mulai dapat banyak dukungan, misalnya dari Senator Elizabeth Warren dan Anggota Kongres Al Green.
Saat AS Kehilangan Pamor Dunia
Sebagai Pemimpin Dunia, Joe Biden tampil ketika negerinya kehilangan pamor sebagai negara adikuasa. Ia harus memulihkan citranya di mata dunia.
Kita teringat ketika Presiden Joe Biden mengenakan kacamata Aviators hitamnya menjelang akhir konferensi pers setelah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu, 16 Juni 2021, di Jenewa, Swiss. Hal itu sulit dibayangkan, terjadi di masa-masa sebelumnya. Masa-masa ketika AS dan Rusia (Uni Soviet) sebagai dua kutub kekuatan dunia, pasca-Perang Dingin.
Joe Biden mempunyai perjalanan perpolitikan di AS dengan cukup melelahkan. Tapi, selama tiga dekade, ia memang dikenal sebagai lelaki takkenal lelah. Berbuat yang terbaik, demi bisa membuat Amerika Serikat menjadi seperti yang diimpikannya. Joe Biden, yang selama tiga dekade, yakni 1987, 2008, dan 2020, berjuang demi menjadi pucuk pimpinan "Negeri Uncle Sam". pada tahun terakhir itulah, Biden akhirnya mampu memperoleh cukup suara, dan membawanya duduk di kursi empuk Ruang Oval di Gedung Putih.
Joseph Robinette Biden Jr, lahir di Scranton, Pennsylvania, 20 November 1942. Di umurnya yang ke-78 tahun, dia menjabat sebagai Presiden AS ke-46, di mana dalam sejarah, belum pernah ada presiden AS berusia di atas Biden. Alhasil, Biden dianggap sebagai presiden AS tertua.
Karier politiknya dimulai ketika Richard Nixon berada di Gedung Putih dan AS masih mengirim orang ke bulan. Selama itulah, Biden mengalami banyak penderitaan dan kehilangan banyak anggota keluarga. Para pendukung mengatakan bahwa pengalaman pahitnya itulah yang membuat dirinya punya empati. Itulah yang membantunya menang dari saingannya, capres petahana AS, Donald Trump, yang penuh kontroversi.
Senator Termuda
Jauh sebelumnya, pada 1972, Biden menjadi senator termuda kelima dalam sejarah AS. Beberapa pekan kemudian tragedi menimpa keluarganya. Dia kehilangan istrinya Neilia, dan putrinya yang berusia satu tahun, Naomi, dalam kecelakaan mobil, yang juga menyebabkan kedua putranya, Hunter dan Beau terluka parah.
Setelah itu, dilansir Sky News, Joe Biden bertekad untuk melihat kedua anak laki-lakinya setiap malam, melakukan perjalanan kereta selama 1,5 jam dari Delaware ke Washington DC, pulang-pergi setiap hari untuk mengucapkan selamat malam kepada mereka. Ketika orang lain mungkin berantakan ketika menghadapinya, Biden menemukan kekuatan untuk melanjutkan hidup.
Dia juga menderita aneurisma pada 1988, dan bertahan dalam satu operasi yang berjalan 9 jam untuk menyelamatkan hidupnya. Kemudian pada 2015, salah satu dari 2 anak laki-laki yang sangat dia cintai, Beau, meninggal karena kanker otak pada usia 46 tahun.
Dengan teguh, Biden telah mengatakan sebagaimana ayahnya sering berkata, "Ukuran seseorang bukanlah seberapa sering dia dirobohkan, tetapi seberapa cepat dia bangun." Inilah yang membuat Biden rendah hati. Hal ini terbukti saat pemilihan.
Gaya kampanye Biden lebih merendah, kontras dengan kampanye Trump yang meledak-ledak dan hiperbola. Mantan presiden Barack Obama bahkan sempat menyebutnya sebagai "wakil presiden terbaik yang pernah dimiliki Amerika".
Kita tahu, Biden memang sempat mencalonkan diri untuk kandidat presiden Partai Demokrat 2008, sebelum keluar dan bergabung dengan Obama. Delapan tahun di Gedung Putih berasama Obama, di mana ia sering muncul di sisi presiden, memungkinkan Biden untuk mengklaim sebagian besar warisan Obama. Ini termasuk pengesahan Undang-Undang Perawatan Terjangkau, serta paket stimulus dan reformasi yang diberlakukan dalam menanggapi krisis keuangan. Hubungannya dengan Obama, pria yang sering dia sebut "saudara laki-lakinya", mungkin juga berkontribusi mendorong dukungan abadi dari para pemilih Afrika-Amerika. Sebagai orang dalam Washington yang sudah lama, Biden memiliki kredensial urusan luar negeri yang kuat, dan membantu menyeimbangkan kurangnya pengalaman eksekutif Obama yang komparatif.
Apa yang disebut "Middle Class Joe" juga dibawa untuk membantu merayu para pemilih "kerah biru" kulit putih yang telah terbukti sebagai kelompok yang sulit untuk dimenangkan Obama.
Begitulah, Joe Biden kini mencoba mengundang perhatian dunia. Mengundang perhatian betapa Amerika Serikat, telah mengakui kesalahan. Di sisi lain, Negeri Paman Sam itu jelas-jelas mengakui telah menjalankan politik penindasan alias perbudakan bertahun-tahun -- sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia, yang kerap digembar-gemborkan di dunia.