Job Pijat Sepi, Penyandang Disabilitas Bentuk Grup Band
Para penyandang disabilitas ikut terdampak pandemi corona atau Covid-19. Mereka sepi job pijat. Seperti diketahui, rumah pijat masih belum mendapat izin dibuka untuk umum, mengingat Kota Kediri, Jawa Timur, masih terdampak corona.
"Di rumah aktivitas mereka (para penyandang disabilitas) ini memijat. Dinas Sosial Kota Kediri membuatkan mereka tempat pijat. Sebelum corona, jadwal memijat sudah tertata dengan baik. Sekarang (pandemi corona) belum boleh dibuka," terang Zelus, salah satu staf Rehabilitas Dinas Sosial Kota Kediri.
Untuk mengisi waktu luang lantaran sepi job pijat, para penyandang disabilitas ini membentuk grup band bernama Santaro. Anggota band yang baru terbentuk 7 bulan ini merupakan perwakilan dari tiga wilayah Kecamatan Pesantren, Mojoroto, dan Kota Kediri.
"Band ini bisa memainkan segala macam aliran musik (all genre), mulai pop, rock, reggae dan lainya," ujar Zelus.
Grup band ini terbentuk berawal dari inisaitif salah satu personel band bernama Pandu. Ia memiliki keterbatasan fisik tuna netra atau tidak bisa melihat. Namun siapa sangka, Pandu berhasil mengajak beberapa temannya untuk berkumpul di kantor Dinas Sosial Kota Kediri untuk berlatih musik.
Untuk menampung kreatifitas Pandu dan kawan-kawan, Dinas Sosial ikut berperan memfasilitasi tempat dan peralatan seperti sound syatem dan alat musik keyboard.
Sementara untuk alat musik lainnya seperti gitar, biola, dan drum merupakan alat musik bawah alat musik sendiri dari rumah.
"Kalau yang keybord ini bantuan dari Pemkot Kediri, kalau alat musik lainya mereka punya sendiri," ungkap Zelus.
Ada 10 orang yang rutin berlatih musik. Mereka memiliki keterbatasan fisik tuna netra dan tuna garita (keterbelakangan mental).
Saat pandemi corona, ruangan kantor Dinas Sosial Kota Kediri yang biasa dipakai untuk praktik memijat diubah menjadi studio musik. Terkadang mereka juga menyewa studio musik. Biayanya dari "saweran" atau patungan para personel musik Santaro.
"Sewa studio musik antara 50 ribu sampai 100 ribu, bayar sewa studio dari uang mereka secara swadaya. Kalau ada undangan manggung, uangnya mereka masukkan ke kas. Sebagian digunakan untuk biaya latihan. Kalau latihan musik, kurang lebih 2 sampai 3 jam," ungkapnya Zelus.
Sebelum pandemi Covid-19, kata Zelus, Santaro ada jadwal manggung di Perguruan tinggi di Malang dan Tulunganggung. Namun, jadwal itu dibatalkan karena protokol Covid-19 yang melarang orang berkerumun.
"Ada job manggung di bulan April di kampus. Ada juga acara pembukaan Perumahann di Tulunganggung bulan Juni-Juli dan road to cafe juga gagal," keluh Zelus.
Untuk terus mengasah kemampuan bermusik Santaro, Dinas Sosial Kota Kediri sengaja menggandeng musisi dan instruktur musik lokal.
"Awalnya saya tidak tahu harus seperti apa mengajar mereka bermain musik. Tapi di luar dugaan, mereka dengan mudah menyerap pengetahuan bermusik dengan baik," kata Wahyu, musisi asal Kota Kediri.
Kemampun bermusik para personel band memudahkan Wahyu untuk mengarahkan mereka. "Saya juga memberikan motivasi kepada mereka agar selalu kompak. List lagu saya berikan juga sebagai arahan mereka selama berlatih musik," sambung Wahyu.
Sebelumnya, Santaro sudah naik panggung sebanyak dua kali. Mereka tampil bermain musik diacara Hari Disabilitas Internasional di GNI beberapa waktu lalu serta di salah satu toko pusat perbelanjaan.
Ngopibareng.id sempat melihat penampilan Santaro ketika berlatih musik. Kualitas mereka dalam memainkan tempo irama tidak kalah dengan grup band lainya. Bahkan salah satu personel Santaro bisa bermain dua alat musik sekaligus, yakni gitar dan biola.
"Ada yang berusia 12 tahun. Dia masih sekolah tapi pandai bermain keybord. Tapi kami tentu mengarahkan anak ini untuk fokus ke sekolah," terang Wahyu.
Agar kiprah band Santaro dikenal lebih luas lagi oleh masyarakat, rencananya Dinas Sosial Kota Kediri akan membuatkan mereka konten YouTube.