JK Tidak Bisa Lagi Maju Cawapres? Ini Analisa Pengamat
Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (Lasina), Tohadi mengatakan, langkah Jusuf Kalla (JK) mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materiel syarat cawapres yang diajukan oleh Perindo di Mahkamah Konstitusi (MK) sah menurut hukum. Namun demikian, karena kedudukannya masih aktif sebagai wapres dan permohonan JK diajukan dalam kepentingannya untuk dapat mencalonkan kembali sebagai cawapres pada Pemilu 2019, menimbulkan konflik (kepentingan) hukum.
Tohadi lalu mengatakan ada 2 isu hukum yang krusial dalam Pasal 7 UUD 1945 yang akan dipakai MK sebagai alat uji konstitusional terhadap permohonan uji materiel Perindo dan JK terkait masa jabatan Presiden dan Wapres.
“Pertama, apakah masa jabatan presiden dan wapres yang dibatasi sampai 2 kali itu hanya jika secara berturut-turut. Dan kedua, apakah jabatan yang dibatasi sampai 2 kali masa jabatan itu hanya jabatan Presiden, tapi tidak termasuk Wakil Presiden”, tanya Tohadi yang mengajar HTHN/HAN pada Prodi Ilmu Hukum Universitas Pamulang (UNPAM), Tangerang Selatan dan President University (PU), Cikarang ini, melalui keterangan tertulisnta, Minggu, 22 Juli 2018.
Untuk menjawab isu ini, kata Tohadi, harus membaca risalah pembahasan amandemen Pasal 7 UUD 1945. “Sebab dengan membaca dan memahami risalah pembahasan amandemen Pasal 7 UUD 1945 kita akan mengetahui maksud aseli (original intend) dari pembentuk UUD 1945.”
Selanjutnya, Tohadi mengatakan, pembahasan mengenai amandemen Pasal 7 UUD 1945 pada Rapat PAH III BP MPR Ke-3, tanggal 9 Oktober 1999 membicarakan 2 alternatif rumusan perubahan. Alternatif pertama mengenai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di mana prinsipnya dua kali masa jabatan, apakah dua kali berturut-turut atau ada tenggang waktu tetap masuk pengertian dua kali masa jabatan. Alternatif pertama ini hampir disetujui oleh semua fraksi, kecuali F-PDIP.
Sedangkan alternatif kedua, kalau sudah dua kali berturut-turut, tidak boleh lagi dipilih. Akan tetapi kalau ada tenggang waktu tertentu, satu periode misalnya, bisa dipilih lagi. Alternatif kedua ini disetujui oleh F-PDIP. Meskipun kemudian F-PDIP pada akhirnya menyetujui alternatif pertama tersebut.
Hasil kesepakatan rumusan alternatif pertama Pasal 7 UUD 1945 ini disampaikan pada Rapat Sidang Umum BP MPR 1999 Ke-3, tanggal 14 Oktober 1999 dan disepakati dalam Rapat Komisi C Ke-2, tanggal 18 Oktober 1999. Kemudian, pada Rapat Paripurna Sidang Umum MPR Ke-12, tanggal 19 Oktober 1999, rancangan rumusan Pasal 7 disahkan sebagai bagian dari Perubahan Pertama.
“Dengan membaca dan memahami risalah amandemen Pasal 7 UUD 1945 sudah sangat jelas maksud Pasal 7 UUD 1945 merujuk pada pengertian 2 kali masa jabatan itu baik secara berturut-turut.maupun tidak berturut-turut”, simpul Tohadi yang juga advokat pada kantor advokat AdiKa (Tohadi & Kawan) Law Firm.
Lalu, isu hukum kedua, apakah jabatan yang dibatasi sampai 2 kali masa jabatan itu hanya jabatan Presiden, tapi tidak termasuk Wakil Presiden.
Wapres adalah sebagai pembantu presiden, maka apakah dengan demikian tidak termasuk yang dibatasi oleh Pasal 7 UUD 1945. “Sebagaimana disampaikan kuasa hukum JK, yaitu Irman Putra Sidin bahwa Pasal 7 UUD 1945 hanya membatasi jabatan Presiden. Apakah demikian maksud hukumnya?”, tanya Tohadi.
Dalam pembahasan amandemen Pasal 7 UUD 1945 pada Rapat PAH III BP MPR Ke-1, tanggal 7 Oktober 1999, dengan agenda Pembahasan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 atau Amendemen bahwa perubahan Pasal 7 tersebut harus merujuk pada TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sedangkan TAP MPR ini, menurut Tohadi, sangat jelas mengatur pembatasan masa jabatan baik Presiden maupun Wakil Presiden. Jadi, tidak hanya membatasi masa jabatan Presiden.
Kemudian, dalam Rapat Lobi Tim Perumus Komisi A MPR pada 7 November 2001 yang mengagendakan Pembahasan Perubahan UUD 1945 Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 7C, Ketua Rapat Jakob Tobing menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu kesatuan (one package). Hal itu juga telah dibenarkan oleh Ahli Bahasa yang diundang dalam rapat tersebut.
“Jadi, risalah amandemen UUD 1945 sudah menginformasikan kepada kita bahwa masa jabatan yang dibatasi sampai 2 kali itu adalah jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Sebab, antara Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam UUD 1945 termasuk dalam Pasal 7 merupakan satu kesatuan (one package)”, kata Tohadi.
Dengan demikian, kata Tohadi, “Mengacu pada ketentuan Pasal 7 UUD 1945, maka JK tidak bisa mencalonkan kembali sebagai wapres pada Pemilu 2019. Dan keyakinan hukum saya menyatakan permohonan atas syarat wapres, jika diperiksa pokok perkaranya, akan ditolak oleh Mahkamah.”
Tohadi menyarankan kepada JK untuk melanjutkan hasil pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-JK dengan cara membantu Jokowi agar dapat memilih cawapres yang memiliki kinerja seperti dirinya. “JK masih bisa melakukan banyak hal untuk melanjutkan pembangunan. Antara lain misalnya membantu Jokowi agar dapat memilih cawapres yang memiliki kinerja seperti dirinya. Sekurang-kurangnya mendekati dengan apa yang ada pada diri JK”, saran Tohadi. (frd)