JK: Islam itu Simpel, Kita yang Sering Membuat Rumit
Begitu terdengar adzan maghrib, tiga cucu Dr (HC) Jusuf Kalla berdatangan di rumah Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan. Dua anak usia remaja mengenakan sarung. Sedang satunya mengenakan celana. Semuanya berkaos.
Begitu melihat Wakil Presiden periode 2004-2009 dan 2014-2019 di ruang tamu bersama ngopibareng dan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) Imam Daruqutni, mereka memberi isyarat jika saatnya salat maghrib telah tiba.
JK --demikian putra Makassar ini biasa dipanggil-- kemudian mengajak kedua tamunya ikut salat bersama. Di kediamannya yang asri tepat di depan Hotel Dharmawangsa ini, terdapat mushalla keluarga ukuran 5 x 5 meter. Di dalamnya ada tempat wudhu dengan tempat duduk seperti di Masjidil Haram.
Mushalla itu terhubung dengan ruang keluarga. Di ruang keluarga itu, terdapat istrinya Ny Mufidah Kalla dan salah satu putrinya. Mereka menyapa tamunya dengan ramah setelah JK menyampaikan siapa yang datang.
Setelah semuanya telah mengambil wudlu, Ketua Umum PP DMI itu meminta cucunya paling besar untuk adzan. Berikutnya meminta cucu lainnya untuk iqamat. Hari itu, Imam Daruqutni yang hafidz Alqur'an diminta menjadi imam salat.
''Cucu saya ada 15. Jadi di rumah ini selalu rame dengan mereka,'' katanya. Bahkan tidak jarang mereka menginap di rumahnya, meski tempat tinggal anak-anaknya berdekatan dalam satu komplek.
Karena itu, di dalam Mushalla yang beralaskan karpet tebal warna merah itu terdapat sejumlah kasur lipat. ''Mushalla ini dwi fungsi. Kalau mereka kumpul, yang laki-laki tidur di sini,'' kata JK sambil tersenyum.
Setelah tidak menjadi orang nomor dua di RI, JK memang tampak lebih rileks. Namun bukan berarti tidak nganggur sama sekali. Bejibun kegiatan baik di dalam negeri maupun luar negeri masih padat.
Ia menerima ngopibareng setelah tiba dari Medan untuk melantik PW DMI Sumatera Utara. Ia hanya berdua ke Ibukota Sumut itu dengan menggunakan pesawat komersial. Berangkat pagi, pulang sore.
Begitu turun dari mobil yang menjemputnya, ia langsung mengajak ngopibareng masuk ke ruang tamu. Di ruang tamu yang nyaman itu, ia bercerita banyak dengan gayeng.
Berikut petikan wawancara CEO ngopibareng Arif Afandi dengan Jusuf Kalla. Selain menjadi Ketua Umum PP DMI, pria yang terbiasa ngomong blak-blakan ini juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI).
Setelah tak menjadi wakil presiden, apa yang paling dirasakan?
Sepuluh hari pertama, setiap hari rasanya Sabtu. Jadi santai. Terima tamu. Ndak kenal senin, selasa. Pokoknya sabtu lah. Sekarang, lama-lama susah juga kalau sabtu terus. Karena itu, mulailah nengok bisnisnya anak-anak. Mengurus DMI dan PMI. Ke daerah. Lama-lama sibuk kembali. Sekarang sering pergi pagi pulang sore.
Akhirnya sama saja seperti ketika Wapres?
Ya. Akhirnya sama saja. Tapi ada suasana lain. Bebannya menjadi berkurang.
Tapi kan tidak berarti lepas sama sekali dengan apa yang pernah dikerjakan saat masih menjadi pejabat negara?
Tentu. Yang penting terus berbuat baik lah. Mengaktifkan masyarakat, berbakti kepada ummat, kepada agama. Melihat Indonesia masa depan. Karena itu, saya masih menanggapi soal pendidikan, soal ujian nasional, dan soal macam-macam tentang isu yang muncul.
Intensitas bertemu dengan cucu makin sering?
Betul. Setiap hari bergiliran ada yang ke sini. Ini yang saya nikmati. Kebetulan ada tiga anak saya yang berada di kompleks ini. Cucu saya yang di sini ada 9 dari total 15. Jadi setiap malam meja makan saya selalu rame. Meja makannya panjang. Dan itu selalu penuh setiap malam. Anak-anak juga sering datang. (Dari istrinya Mufidah Miad Saad, JK dikaruniai 5 anak. Mereka adalah Solihin Kalla, Muchissa Kalla, Chairani Kalla, Imelda Kalla, dan Muswira Kalla).
Kesempatan membaca juga banyak?
Ya. Lebih banyak.
Apa saja yang dibaca?
Macam-macam lah. Buku apa saja saya baca. Soal ekonomi, soal politik, soal agama.
Suka baca novel?
Tidak. Saya tidak pernah baca novel. Sejak muda saya tidak suka baca novel. Waktu kecil malah sering ke perpustakaan baca novelnya Hamka. Seperti Dalam Lindungan Kakbah, Layar Terkembang dan sebagainya. Begitu menginjak muda malah tidak suka.
Jadi sekarang sudah banyak kegiatan lagi?
Ya. Banyak diundang ceramah, menerima penghargaan. Misalnya, beberapa waktu lalu terima penghargaan dari Universitas Gadjah Mada. Minggu depan di ITB. (JK menerima gelar Doktor Kehormatan dari ITB, 13 Januari 2020. Ini adalah gelar Doktor Kehormatan ke-14 yang diterimanya, red). Tanggal 23 Januari mendatang, di Kemlu akan menerima penghargaan di bidang diplomasi.
Ketika jadi Wapres, tentu banyak staf yang menyiapkan materi untuk pidato-pidato Pak JK. Lantas apakah sekarang mempersiapkan sendiri materi untuk pidato-pidato saat menerima penghargaan?
Ya sekarang ada staf juga. Tapi sejak dulu saya tidak pernah minta staf mempersiapkan pidato. Saya lebih sering hanya minta data-data dari mereka. Pidatonya selalu saya bikin sendiri. Misalnya, bicara tentang ekonomi, datanya apa yang ada. Saya sendiri yang bikin apa masalahnya.
Sejak dulu Pak JK dikenal mampu menarasikan soal-soal agama secara sederhana?
Tidak hanya agama. Apa saja saya selalu menyampaikannya secara simple. Tadi di Sumatera Utara, gubernurnya (Edi Rahmayadi, red) bilang kalau Pak Wapres ini bicaranya selalu sederhana, kita paham dan dilaksanakan. Demikian juga dengan agama. Pernah saya bicara tentang ekonomi Islam bersama para ekonom Islam. Saya bilang, Anda itu mempersulit diri. Itu bahaya. Padahal, semua praktik ekonomi kita ini Islam. Tidak ada yang salah dengan bank, mau jual beli, mau pakai LC boleh, semuanya boleh. Menjadi riba kalau kita memeras, merugikan orang, dan mengambil hak orang. Sepanjang tidak melakukan itu boleh. Jadi tidak harus yang pakai bahasa Arab itu Islam. Ekonomi Islam tidak harus pakai mudarabah, ijarah dan seterusnya.
Kok bisa begitu?
Praktiknya, yang syariah-syariah itu juga mahal. Dulu kantor saya ambil di bank syariah jauh lebih mahal dari bank konvensional. Dalam hal perbankan, Jepang lebih Islam. Bunga kecil. Terus terang, banyak bank syariah yang hanya administratif saja.
Sebetulnya Islam itu simpel ya?
Islam itu simpel. Sederhana. Kita sendiri yang sering membuat rumit. Ada tiga hal pokok dalam Islam. Aqidah, ibadah, muamalah. Aqidah rumusnya pasti. Tidak boleh ditambahi dan dikurangi. Rukun iman ada 6. Ya itu saja. Tidak boleh ditambahi dan dikurangi.
Kalau Ibadah?
Ibadah dalam Islam tidak boleh dikurangi, tapi boleh ditambahi. Contohnya salat. Salat yang wajib itu ya lima waktu. Tapi kalau kita ingin menambahi boleh dengan salat sunnat. Berapa pun banyaknya salat sunnat boleh.
Soal muamalah?
Nah dalam hal muamalah, rumus dasarnya semuanya boleh. Kecuali yang dilarang. Berdagang, menggunakan LC bank, semunya boleh. Yang dilarang menipu, memeras, menyengsarakan orang. Semua hasil muamalah akan disebut riba kalau dihasilkan dari itu semua. Kalau nggak ya boleh.
Sebagai pribadi, capaian Pak JK dalam hidup ini kan luar biasa. Dua kali menjadi wapres, pernah jadi menteri, secara bisnis juga telah sukses. Apakah ada sesuatu yang merasa belum tercapai dalam hidup ini?
Tentu, kita ini tidak lepas dari bagaimana bangsa ini menjadi lebih baik. Kita ingin Islam Indonesia tidak seperti Islam di Timur Tengah yang terus dilanda konflik. Kita ingin Islam kita Islam moderat, Islam Washatiyah. Semua itu harus kita bina terus semua itu.
Ada yang lain?
Ya ingin agar ketertinggalan ekonomi ummat ini tidak makin lebar. Saya berbicara itu semua kepada semua pihak. Dengan Muhammadiyah, dengan NU, dan dengan lainnya. Kita sampaikan pengalaman-pengalaman bagaimana memperkuat ekonomi ummat itu. Saya masih bicara tentang pendidikan. Juga masih ngurusi perbaikan sound system masjid, ha...ha...ha...Masih banyak hal lah yang ingin dikerjakan.
Apakah ada tawaran-tawaran dari lembaga internasional setelah tak lagi jadi Wapres?
Ada. Sekarang ini, misalnya, saya diminta PMI Internasional untuk mendamaikan antara Bulan Sabitnya Palestina dengan PMI Israel. Sebagai pribadi juga diminta PMI Internasional untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka. Dalam waktu dekat, misalnya, diminta meresmikan masjid di Myanmar sekaligus ikut membantu menyelesaikan masalah-masalah di sana.
Setelah tidak di pemerintahan, apakah masih emberi masukan-masukan tentang kebijakan ke pemerintah?
Ya, saya masih sering diajak bicara-bicara dengan Pak Jokowi. Terkadang beliau yang datang. Juga saya datang untuk bicara dan minta persetujuan tentang berbagai hal. Ya, saya masih terus berkomunikasi sebagai sahabat. Berbicara tentang masa depan bangsa dan sebagainya. Kawan-kawan pengusaha juga masih sering mengajak bicara untuk memberi masukan kepada presiden. Bagi saya, sepanjang hidup ini masih bermanfaat untuk banyak orang, ya kita jalani.
Pak JK masih optimistik dengan masa depan ekonomi Indonesia?
Optimistik dalam arti kita tidak akan menghadapi banyak masalah. Tetapi bahwa kita stagnan ya. Tidak akan banyak tumbuh. Jadi, menurut saya, tahun ini masih dalam stagnasi.
Lantas kapan kira-kira ekonomi kita bisa tumbuh lebih baik?
Kalau saya paling optimistik ekonomi kita akan baik tahun depan. Begini, sekarang ini siapa yang kasih sulit ekonomi dunia? Ya Trump. Kebijakannya tentang China dan sebagainya bikin kita tidak paham. Nah, pemilu Amerika kan tahun depan. Saya yakin Trump tidak akan menang lagi. Siapa pun presiden baru pasti akan berbeda dengan Trump. Akan melakukan normalisasi kembali.
Apakah kondisi kita tahun depan akan bisa lebih baik dengan beberapa tahun lalu?
Tentu tidak sebagus yang dulu. Sebab, selain komoditas kita menurun, juga banyak kebijakan kita yang mendapat kritikan. Sehingga kita tidak dapat menikmati krisis ekonomi dunia saat ini. Yang bisa menikmati Vietnam, Malaysia, India. Nah, kita tidak bisa menikmati itu karena kebijakan kita bagi businessman dan investor dianggap tidak tegas. Kalau bicara ekonomi itu kan dipengaruhi kondisi eksternal dan internal. Ketika kondisi eksternal tidak bagus, kita akan ikut tidak bagus. Demikian juga sebaliknya. Nah, internal kita masih perlu banyak pembenahan.