Jika Ditanya, Maka Jawablah Sesuai Tingkat Kemampuan
Saat ini banyak kesempatan untuk berdakwah, dengan member kesempatan pada jamaah untuk bertanya jawab. Pengajian yang sifatnya interaktif ini, terkadang ada muncul pertanyaan yang tidak siap dijawab oleh juru dakwah. “Bagaimana cara mengatasi masalah ini. Ustadz, mohon dijelaskan ya!”
Demikian permasalahan disampaikan Waroqoh Idrus, warga Pandaan Pasuruan, pada ngopibareng.id.
KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari Malang menjelaskan sebagai berikut:
Di era modern ini, dakwah islamiyah semakin maju, dan jangkauannya juga semakin meluas. Banyak metode dakwah yang dilakukan oleh para ulama dan da’i serta tokoh masyarakat, yang tujuannya agar ajaran agama Islam ini semakin mendunia.
Perintah menyebarkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam baik dalam urusan dunia. Lebih-lebih untuk keselamatan akhiratnya, tentunya sangat bervariatif caranya.
Ada ilmu kedokteran yang jika mengacu pada pengobatan di zaman Rasulullah SAW yang dikenal oleh para ulama sebagai ilmu Attibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), ilmu ini juga sunnah disebarkan kepada umat Islam. Seperti tata cara bekam, kay, meramu beberapa bahan buah atau tumbuhan maupun madu, dan lain sebagainya.
Dalam dunia pertanian pun ada ayat-ayat Al-Quran serta hadits yang perlu didalami oleh pakar-pakar muslim, lantas diajarkan kepada umat Islam, hingga kehidupan mereka diharapkan semakin makmur dan berbarakah. Belum lagi dalam dunia perdagangan.
Demikian juga ilmu yang terkait dengan keselamatan akhirat bagi umat Islam, maka sangat perlu disebarkan. Dengan berbagai macam cara, hingga umat Islam siapapun adanya dan apapun jabatannya, benar-benar dapat memahami kewajiban agamanya jika ingin hidup bahagia di akhirat nanti.
Adapun di antara cara menyebarkan ilmu sesuai yang diperintahkan dan dicontohkan Rasulullah SAW adalah dengan metode tanya jawab.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari Kiamat kelak Allah akan mengekangnya dengan kekang dari api neraka.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Pada kesempatan haji wada’, Nabi Muhammad SAW menyampaikan penjelasan tentang Islam. Lalu beliau SAW menutup pertemuan tersebut dengan sabdanya, “Hendaknya orang yang hadir di antara kalian ini menyampaikan sesuatu yang telah kalian dengarkan, kepada orang yang tidak hadir pada pertemuan ini.” (HR. Jama’ah Imam Hadits).
Tentunya di saat menyampaikan apa yang mereka dengarkan langsung dari Rasulullah SAW itu, akan memberi peluang kepada para shahabat lainnya yang tidak hadir untuk bertanya, minimal seperti pertanyaan, ‘Kapan Rasulullah SAW mengatakannya?”. Jadi di samping adanya perintah pro aktif dalam menyebarkan ilmu, namun hendaklah membuka peluang untuk sesi tanya jawab.
Syaidina Ibnu Mas’ud RA mengutarakan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Semoga Allah menjadikan kebaikan seseorang yang mendengar sesuatu (hadits/ilmu) dariku, lantas ia mau menyampaikannya (kepada orang lain) seperti ia telah mendengarnya (sesuai aslinya). Sebab, banyak orang yang diberitahu itu lebih mengerti (tentang syarah/maksud yang terkandung di dalammnya) daripada orang yang menyampaikan (matan/isi)-nya.” (HR. Abu Dawud). Dalam riwayat lain disebut, “Semoga Allah memancarkan cahaya wajah seseorang yang menyampaikan suatu ilmu dariku ... dst.”
Para ulama khususnya dari kalangan salaf yang benar-benar mempunyai keahlian dan kepakaran, tentunya mereka lebih mengerti tentang maksud yang terkandung dalam sebuah dalil, baik dari ayat Al-Quran maupun Hadits, maka dari mereka itulah tercetus bermacam-macam rangkuman ilmu syariat yang lebih mudah untuk dicerna oleh umat Islam.
Para ulama salaf itu melakukan ijtihad dengan sungguh-sungguh untuk memahami maknawiyah tekstual ayat Al-Quran dan Hadits yang umumnya tertera secara global, hingga menghasilkan ilmu yang berjilid-jilid kitab serta berbagai madzhab pemahaman, baik dalam bidang Aqidah Tauhid maupun Fiqih Syariat dan Akhlaq Tashawwuf, serta beberapa ilmu terkait lainnya. Setelah itu para ulama mengajarkan apa yang telah mereka pahami dari hasil ijtihad tersebut kepada umat Islam sesuai dengan situasi masing-masing serta kondisi umat Islam yang menjadi objek dakwah mereka.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Katakanlah kepada manusia itu sesuai dengan apa yang dapat mereka pahami, serta tinggalkanlah apa yang sekira tidak mereka pahami dan tidak mereka sukai. Apakah kamu ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR. Al-Bukhari).
Siti Aisyah RA menuturkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kami khususnya, para nabi, diperintahkan untuk menempatkan orang-orang itu sesuai dengan tingkatan kemampuan mereka, dan agar kami mengatakan atau menyampaikan kepada mereka menurut tingkatan pengertian (kecerdasan) mereka.” (HR. Abu Dawud).
Umumnya, dengan membuka peluang tanya jawab, maksudnya bukan sekadar berdakwah secara doktrinasi, maka seorang syaikh yang alim maupun seorang dai yang handal, akan lebih mudah untuk memahami tingkat pemahaman jamaah yang sedang berinterkasi dengannya, sehingga dapat menyampaikan ilmu agama sesuia dengan tingkat kemampuan mereka. (adi)
Advertisement