Jihad Bukan Tujuan tapi Instrumen, Prof Nur Syam Tawarkan Four-C
Guru Besar UINSA Prof. Dr. H. Nur Syam merasa sangat senang dan bersyukur. Sebab Hari Santri Nasional ( HSN) telah menjadi bagian dari upaya untuk memberikan reward bagi para santri dari berbagai kalangan, status dan asal daerah. Hal itu dirasakan, bahwa pesantren, kiai dan santrinya telah memberikan kontribusi yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak hanya di pesantren, Kementerian Agama dengan berbagai institusi pendidikannya, akan tetapi juga di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan berbagai institusi pendidikannya. MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA.SMK, perguruan tinggi keagamaan dan masyarakat merayakan HSN dengan gegap gempita.
Tidak hanya upacara di lapangan, tetapi juga dengan kegiatan ilmiah, kegiatan keagamaan dan berbagai kompetisi dan festival untuk merayakan HSN. Sungguh apresiasi yang sangat luar biasa.
"Terkait Ini umat Islam dan warga Nahdliyin harus berterima kasih kepada pemerintah RI (Pak Jokowi).Karena tanda tangan beliau yang mengesahkan tgl 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Tentunya dengan penuh tantangan dan perjuangan,".
Orientasi Kebangsaan
Hal ini disampaikan Prof Nur Syam, saat menjadi pembicara dalam Seminar Kebangsaan dalam Rangka Peringatan Hari Santri (HSN) Th 2024 yang digelar PW NU Jatim kerja bareng Universitas NU Kabupaten Blitar di Gedung Graha NU Kabupaten Blitar, Minggu 27 Oktober 2024.
Seminar bertemakan "Reaktualisasi Resolusi Jihad Bagi Genzi Menyongsong Indonesia Emas 2045" diikuti lebih 400 peserta terdiri dari santri, kiai, mahasiswa, PCNU Kabupaten dan Kota Blitar beserta banomnya.
Turut hadir Prof. Dr. Moh. Mukri, MAg, Rektor UNU Biltar, Prof Dr H.Babun Suharto,Prof. Dr.Maskuri, keduanya adalah pimpinan PWNU Jawa Timur dan Rektor IAIN Kediri Dr.H.Wahidul Anam. Acara di moderatori oleh. Dr Ainul Yaqin.
Bersamaan dengan itu juga di Lounching “Gerakan Santri Kuliah” (GSK) untuk UNU yang melibat UNU,Ma"arif dan RMI.
Tiga Langkah Four-C
Menurut Guru Besar kelahiran Tuban ini,dari judul di atas, ada tiga hal yang sangat penting untuk kita pahami, yaitu: pertama, reaktualisasi resolusi jihad. Kedua, masyarakat Indonesia sedang mengalami tantangan luar biasa, terutama umat Islam.
Ketiga Ketiga, Genzi harus memiliki empat kompetensi atau four competency yang disingkat Four C, yaitu: Critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communications and collaborations.
Prof Nur Syam,menjelaskan, Jihad merupakan konsep yang sangat debatable. Ungkapan yang menjadi perdebatan dari dahulu sampai sekarang, dalam aras lokal maupun internasional. Jihad bisa bermakna perang tetapi juga bisa bermakna perdamaian.
"Jihad bukan tujuan tetapi jihad adalah instrument, sedangkan tujuan utama atau ultimate goal adalah keridhaan Allah SWT," ungkapnya.
"Perang bukan tujuan tetapi perang hanyalah instrument. Harakah jihadiyah dilakukan kala memang barada di dalam nuansa peperangan. Seperti resolusi jihad harus dilakukan dalam kondisi negara dan masyarakat memang membutuhkannya," tambahnya.
Tidak ada jalan lain. Kala Hadratusy Syekh KH. Hasyim Ay’ari menyerukan jihad kepada umat Islam, karena negara dalam keadaan genting dan semua harus membantu baik dalam fisik, jiwa dan materi.
"Resolusi jihad merupakan pemikiran brillian dari para Kyai di bawah komando Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari dan peristiwa ini menjadi momentum bagi bangkitnya kesadaran umat Islam untuk melawan Belanda. Peristiwa heroic 10 November 1945 menjadi bukti betapa dahsyatnya seruan jihad bagi umat Islam untuk mengusir Belanda dan tentara Sekutunya," tegas Prof Nur Syam.
Tetapi menurut Prof Nur NU telah meneguhkan bahwa jihad merupakan upaya untuk menjaga dan mengembangkan Islam rahmatan lil alamin sesuai dengan penafsiran ulama salaf yang saleh yang ingin membumikan Islam sesuai dengan karakter lokalitas yang menjadi tempat berpijak umat Islam.
"Mengembangkan prinsip Keislaman, Keindonesiaan dan kemoderenan," ungkapnya.
Kedua, masyarakat Indonesia sedang mengalami tantangan luar biasa, terutama umat Islam. Tantangan tersebut adalah semakin menguatnya artificial intelligent, yang ke depan akan dapat menjadi pesaing bagi manusia. Dengan diciptakannya robot Artificial Intelligent, maka banyak pekerjaan yang akan diambil alih oleh robot.
"Generasi Z atau Genzy sedang berada di era ini. Sebuah era yang menawarkan kemudahan tetapi juga kerumitan. Genzi akan dapat memperoleh informasi dengan cepat dan tepat hanya dengan menggunakan aplikasi yang sudah tersedia di HP," jelasnya.
Ketiga, unkap Prof Nur Syam,Genzi harus memiliki empat kompetensi atau four competency yang disingkat Four C, yaitu: Critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communications and collaborations.
" Genzi harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis tetapi konstruktif. Berpikir kritis tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan nusa, bangsa dan agama. Bukan untuk kepentingan ideologi yang tidak jelas juntrungannya. Misalnya berpikir kritis untuk menggantikan ideologi bangsa, Pancasila, dengan ideologi keagamaan, misalnya ideologi Islam," tambahnya.
Apa yang disebut berpikir kreatif dan inovatif? Menurut Prof Nur Syam Genzi harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi kreatif di dalam dirinya untuk mendapatkan inovasi baru yang bermanfaat untuk diri dan masyarakat. Kemampuan kreatif dan inovatif terkait dengan bakat, tetapi juga bisa dioptimalkan melalui pendidikan dan pelatihan.
"Jika genzi berkeinginan untuk mengembangkan talentanya,maka salah satu yang penting untuk dikembangkan adalah melalui program pendidikan dan pelatihan," terangnya.
Untuk itu, kaum milenial harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi. Siapa yang menguasai komunikasi di era digital, maka dirinyalah yang akan menguasai dunia ini. Kemampuan berbahasa, kemampuan untuk menyampaikan gagasan, ide, pikiran dalam komunikasi verbal, komunikasi non verbal dan sebagainya sangat menentukan terhadap keberhasilan yang bersangkutan," ungkapnya.
Yang terakhir, ulas Prof. Nur Syam, adalah kemampuan untuk berkolaborasi. Kemampuan kerja sama sangat dominan di era digital. Nyaris semua orang yang berhasil disebabkan oleh kemampuannya untuk bernegosiasi, berkomunikasi dan berkolaborasi. Sekarang eranya kerja tim dan bukan kerja individu.
"Untuk mereaktualisasikan hal ini, maka genzi NU harus memasuki pendidikan yang berkualitas, bekerja yang optimal, bekerja sama dengan para ahli dalam kapasitasnya masing-masing agar pikiran kreatif dan inovatif akan dapat diaktualkan. Jadi Jihad bukan bermakna perang terutama di era damai.
“Jihad harus dimaknai sebagai upaya untuk berusaha secara sungguh-sungguh berbasis pada talenta yang dipadukan dengan berpikir kritis, kreatif dan dibarengi dengan kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Genzi NU harus optimis bahwa masa depan Indonesia itu berada di tangannya. Maka Genzi NU harus tetap berada di dalam konteks Keislaman, Keindonesiaan dan Kemoderenan," pungkasnya," pungkasnya.
Merawat Nilai Keagamaan
Senada dan Nur Syam Prof. Dr.Maskuri, sebagai pembicara kedua selain menyampaikan Jihad Bagi Generasi Z adalah,
1.Menuntut Ilmu (Agama dan Umum) yang Benar, Familier terhadap IT, Memperkuat Jiwa Spiritual.
2. Merawat Keagamaan dan Keberagaman "Multikultural dan Plural" di Tengah Masyarakat melalui Konten Digital.
3. Agen Perdamaian, Perubahan Sosial (Ekonomi, Pendidikan, Politik, Kesehatan, dst) , dan Memiliki Jiwa Sosial Tinggi.
4. Menyebarkan Nilai-Nilai Kebaikan, Kedamaian dan Keadilan di Tengah- Tengah Kehidupan Masyarakat berbasis Digital.
5. Pemersatu, Perekat Bangsa dan Penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) "Harga Mati".