Jenderal Maruli Jadi KSAD, Bamsoet: Tantangan TNI ke Depan Berat
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung pengangkatan Letjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI Agus Subiyanto yang diangkat menjadi Panglima TNI.
Jenderal Maruli merupakan putra daerah Sumatera Utara yang berasal dari Pematangsiantar. Lulusan Akademi Militer (1992) yang berasal dari kecabangan Infanteri (Kopassus) dan Detasemen Tempur Cakra.
Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, menilai Jenderal Maruli memiliki rekam jejak yang qualified sebagai KSAD. Berbagai jabatan strategis pernah sukses diemban. Antara lain, Danpaspampres (2018—2020), Pangdam IX Udayana (2020-2022), dan Pangkostrad (2022-2023).
Sebelumnya, Maruli juga pernah menjabat sebagai Komandan Grup 2 di Surakarta, juga pernah menjabat Komandan Grup A Paspampres di periode pertama Presiden Jokowi.
Sebagai informasi, Paspampres Grup A memiliki tugas melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat terhadap presiden beserta keluarganya dan berkekuatan 4 Detasemen.
"Pemilu 2024 menjadi tantangan tersendiri bagi KSAD. Selain memastikan Pemilu 2024 berjalan aman dan damai, KSAD memiliki peran penting untuk membantu Panglima TNI dalam menjaga netralitas para personil TNI, khususnya di lingkungan Angkatan Darat," katanya.
Lanjut Bamsoet, sebagai institusi negara dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan bangsa dan negara, TNI harus berdiri di atas kepentingan nasional, bukan di atas kepentingan partai politik.
"Politik TNI adalah politik kenegaraan dan politik kebangsaan, sebagaimana diamanahkan dalam UU No. 34/2004 tentang TNI," ujar Bamsoet.
Keterlibatan tentara dinilai juga sangat penting sebagai penjaga kedaulatan NKRI dalam menghadapi kelompok intoleran yang terkadang berujung kepada gerakan terorisme. Mengingat di era modern seperti saat ini, berbaurnya ancaman militer dan non-militer telah mendorong terciptanya dilema geopolitik dan geostrategis global yang sulit diprediksi dan diantisipasi.
Konsepsi mengenai keamanan nasional tidak lagi bersifat kasat mata dan konvensional. Melainkan bersifat kompleks, multidimensional, serta berdimensi ideologis. Antara lain berkembangnya sikap intoleransi dalam kehidupan beragama, hingga tumbuhnya radikalisme dan terorisme.
TNI AD juga harus siap menghadapi ancaman keamanan non-tradisional, seperti terorisme, perubahan iklim, dan perang siber, yang telah menjadi fokus utama dalam dinamika geopolitik.
"Di dalam negeri, saat ini kita juga masih dihadapkan pada persoalan resistensi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Penyelesaian persoalan KKB harus dilakukan secara komprehensif, selain melalui tindakan tegas dan terukur aparat keamanan TNI dan POLRI, juga dengan mengedepankan pendekatan kebudayaan dan kesejahteraan. Tidak kalah pentingnya, harus diambil tindakan tegas terhadap penyelewengan dana otonomi khusus yang tidak tepat sasaran dan merugikan kepentingan rakyat Papua," ujar Bamsoet.
Advertisement