Jenderal Idham Azis, Contohlah Kapolri Hugeng
Rakyat Indonesia tidak akan pernah bisa melupakan “pemecatan” Jenderal Polisi Hugeng Imam Santoso sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia periode 1968—1971.
Jenderal Polisi Hugeng diberhentikan oleh Presiden RI Soeharto hanya gara-gara ketegasannya untuk tetap mewajibkan semua pengguna sepeda motor untuk memakai penutup kepala alias helm.
Hugeng rela melepas "kursi empuknya" karena dirinya amat yakin bahwa helm amat bermanfaat bagi keselamatan pengemudi dan juga penumpang kendaraan beroda dua itu.
Tak terbayang jika pengguna motor mengalami kecelakaan, kemudian meninggal dunia karena kepalanya mengalami luka parah.
Pada saat itu, karena masih banyak orang "bodoh", terjadi demonstrasi menentang aturan wajib memakai helm.
Sampai detik ini, polisi yang bertugas di jalan sebagai pengatur lalu lintas akan menghentikan motor yang penumpangnya pura-pura lupa memakai alat pelindung kepala itu. Bahkan, si pengguna motor bisa terkena tilang alias bukti pelanggaran.
Pada hari Jumat, 1 November 2019, Presiden RI Joko Widodo telah melantik Komisaris Jenderal Polisi Idham Azis sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk menggantikan Jenderal Polisi Tito Karnavian yang telah menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Begitu dilantik, Idham langsung dinaikkan pangkatnya menjadi jenderal polisi.
Terkaitkah pengangkatan Jenderal Idham Azis dengan Hugeng? Memang, tidak ada kaitan langsung antara promosi terhadap Idham Azis dengan pendahulunya itu.
Namun, Kapolri yang baru itu rasanya perlu menyadari bahwa Hugeng sampai rela menyerahkan tongat kepemimpinan Polri karena dia amat yakin bahwa helm amat berguna bagi pengguna motor.
Jika pada tahun 1968—1972 saja belum terlalu banyak pengguna motor, sekarang kenyataan di lapangan sehari-hari menunjukkan bahwa di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta saja sudah terdapat jutaan motor berseliweran di semua jalan. Belum lagi di 33 provinsi lainnya.
Jadi, sekalipun Jenderal Idham hanya akan memimpin jajaran Polri sampai dengan bulan Januari 2021 karena memasuki usia pensiun, dia harus sadar dan yakin bahwa menjaga dan melindungi masyarakat dari kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu tugas pokoknya selain menumpas terorisme dan radikalisme.
Pengorbanan Jenderal Polisi Hugeng Imam Santoso memperlihatkan bahwa dia rela melepaskan kursi empuknya demi martabat para pengguna sepeda motor. Kini rakyat Indonesia sadar bahwa pengorbanan Jenderal Hugeng sama sekali tidaklah sia-sia. Pengorbanan Hugeng menunjukkan pula bahwa setiap pemimpin harus siap sepenuh hati mengabdi kepada rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PON dan Pilkada
Sekalipun hanya bakal bertugas hingga Januari 2021, Jenderal Polisi Idham Aziz yang sudah sukses mengganyang berbagai kegiatan teror, seperti Bom Bali serta kelompok separatis di Poso, Sulawesi Sulawsi Tengah, serta dedengkot kelompok teroris Doktor Azahari yang berasal dari negara tetangga, Malaysia.
Dia memiliki setumpuk tugas yang amat berat pada tahun 2020.
Pada bulan Agustus mendatang, akan berlangsung Pekan Olahraga Nasional alias PON di Provinsi Papua serta tidak kalah peliknya adalah terdapat 270 pemiilihan kepala daerah (pilkada) di provinsi, kota, dan kabupaten.
Sekalipun PON “cuma” pesta olahraga biasa. Namun, karena dilaksanakan di Papua, pengamanan PON menjadi amat penting bagi jajaran Polri. Apalagi, sebelumnya di provinsi itu terjadi berbagai tindak kekerasan, seperti di Jayapura dan Wamena, bahkan pembakaran berbagai gedung dan juga pembunuhan yang menimbulkan banyak orang tewas dan ribuan orang meninggalkan Wamena menuju Jayapura,
Kapolri setelah dilantik pada 1 November, langsung menemui Pangllima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Sekalipun kunjungan kehormatan atau resmi itu hanya berlangsung 20 menit, rakyat tentu percaya bahwa akan ada petemuan-pertemuan berikutnya antara Idham Azis dan Hadi Tjahjanto yang bakal dilanjutkan dengan staf-stafnya. Karena Papua boleh dibilang masih "panas", Polri sebagai aparat keamanan akan berkoordinasi dengan TNI sebagai jajaran pertahanan.
Sementara itu, menjelang 270 pilkada di tingkat kota, kabupaten, hingga provini, bisa diperkirakan bahkan diyakini bahwa Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis bakal menyiagakan puluhan ribu prajuritnya agar pesta demokrasi ini berlangsung secara damai dan aman.
Idham bersama seluruh kapolda, kapolres, kapolsek, hingga babinkum harus melakukan pendekatan kepada para peserta pilkada, terutama para tim sukses dan sukarelawannya untuk ikut aktif menjaga ketertiban dan keamanan sehingga tidak terjadi bentrokan, gontok-gontokan di antara para pendukung pilkada.
Yang tidak kalah pentingnya dari tugas utama Kapolri adalah menumpas alias menggayang semua kelompok radikal dan ekstrem karena sampai sekarang rakyat masih saja mendengar akan berbagai organisai radikalisme dan ekstremis yang umumnya memakai "simbol-simbol" agama tertentu.
Tugas Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis tentu dipahami rakyat sangat berat dan setumpuk. Akan tetapi, karena Idham adalah abdi rakyat, dia harus siap dan dan sanggup bekerja keras. Apalagi, Idham sudah mendapat perintah dari Presiden Joko Widodo untuk ”bekerja, bekerja, dan bekerja”.
Idham juga harus bekerja sama dengan TNI agar tidak terjadi lagi penyerangan terhadap markas-markas polisi oleh segelintir prajurit TNI, seperti yang telah terjadi di Jakarta Timur beberapa bulan lalu yang sampai sekarang tidak jelas ujung pangkalnya. Selamat tetap mengabdi kepada rakyat dan NKRI. (Arnaz Ferial Firman)