Jenazah Pengidap Penyakit Menular Dimandikan atau Ditayamumkan?
Setelah meninggal dunia apakah virus masih bisa menular? Seorang pakar Spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia Dr. dr. Budiman Bela, Sp. MK. memberi tanggapan.
"Jenazah masih bisa menular, jawabannya ialah karena cairan tubuh tersebut masih bisa bertahan, daya tahan tubuh ada cairan biologis yang disebut protein bisa melindungi buat dia (virus) bertahan cukup lama," ujar Dr. Budiman di Salemba, Jakarta Pusa.
Lalu, bagaimana cara memandikan mayat tersebut? Ulama Ahli Fikih kita memberi panduan 2 cara dalam memandikan jenazah, dengan air atau Tayammum.
Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya, memberikan sejumlah penjelasan. Berikut perinciannya:
ﻭﻳﻘﻮﻡ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻣﻘﺎﻡ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﻋﻨﺪ ﻓﻘﺪ اﻟﻤﺎء ﺃﻭ ﺗﻌﺬﺭ اﻟﻐﺴﻞ، ﻛﺄﻥ ﻣﺎﺕ ﺣﺮﻳﻘﺎً، ﻭﻳﺨﺸﻰ ﺃﻥ ﻳﺘﻘﻄﻊ ﺑﺪﻧﻪ ﺇﺫا ﻏﺴﻞ ﺑﺬﻟﻚ ﺃﻭ ﺑﺼﺐ اﻟﻤﺎء ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺪﻭﻥ ﺩﻟﻚ، ﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﺘﻘﻄﻊ ﺑﺼﺐ اﻟﻤﺎء ﻓﻼ ﻳﻴﻤﻢ، ﺑﻞ ﻳﻐﺴﻞ ﺑﺼﺐ اﻟﻤﺎء ﺑﺪﻭﻥ ﺩﻟﻚ.
"Tayammum dapat diterapkan sebagai pengganti memandikan jenazah jika tidak ada air atau kesulitan untuk memandikan, seperti mati karena terbakar dan dikhawatirkan rontoknya anggota tubuh jika dimandikan atau dengan menyiramkan air tanpa menggosokkan organ tubuhnya. Jika tidak sampai merontokkan organ tubuh dengan menyiramkan air maka tidak boleh ditayamumkan tapi dimandikan dengan menyiramkan air tanpa menggosok" (Al-Fiqh Ala Al Madzahib Arbaah 1/458)
Karena memandikan jenazah bagian dari kewajiban kifayah maka diupayakan dahulu untuk dimandikan. Misalnya dilakukan oleh Medis yang telah dilatih dan dilengkapi dengan alat dan sarana. Namun jika masih ada kekhawatiran menular -misalnya karena bekas air memandikan jenazah akan mengalir kemana-mana-, maka jalan keluarnya adalah Tayammum untuk jenazah tersebut:
(ﻗﻮﻟﻪ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﺇﻟﺦ) ﻋﻄﻒ ﻋﻠﻰ ﺗﻬﺮﻯ ﺃﻱ ﻭﻟﻮ ﻏﺴﻞ ﺗﻬﺮﻯ اﻟﻤﻴﺖ ﺃﻭ ﺧﻴﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻐﺎﺳﻞ ﻣﻦ ﺳﺮاﻳﺔ اﻟﺴﻢ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺮﺩﻱ
"Jika ada jenazah bila dimandikan tubuhnya akan mengelupas atau dikhawatirkan menularnya racun kepada orang yang memandikan, maka jenazah tersebut ditayammumi" (Syekh Ibnu Hajar, Tuhfah Al Muhtaj 3/184)
] Sebagian bersumber dari Bahtsul Masail PBNU.
Advertisement