Jembatan Ambruk, Pelajar SD Banyuwangi Ngungsi Sekolah di Masjid
Puluhan pelajar SDN 7 Tegalharjo, Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi terpaksa melakukan aktivitas belajar mengajar di masjid. Sebab akses jalan menuju ke sekolah mereka putus. Penyebabnya, jembatan satu-satunya untuk menuju ke sekolah itu ambruk akibat hujan deras.
“Ini sudah mulai hari Jumat, 19 November 2021 lalu, pas satu minggu besok. Jembatannya ambrol kamis (18 November 2021) malam yang lalu,” jelas Kepala Sekolah SDN 7 Tegalharjo, Yami, Kamis, 25 November 2021.
Dia menjelaskan, lokasi SDN 7 Tegalharjo berada di wilayah Kebun Glen Falloch. Jembatan menuju ke lokasi sekolah ambrol ke bawah karena pondasinya amblas. Sehingga jembatannya ambruk dan tidak bisa digunakan lagi. “Dengan itu tentu saja anak-anak dan gurunya tidak bisa nyeberang ke barat sungai. Sekolahnya di barat sungai,” terangnya.
Menurutnya, jembatan itu merupakan akses satu-satunya yang terdekat dan termudah. Sebetulnya, kata dia, ada jalur alternatif tapi jaraknya sangat jauh. Selain itu kalau hujan jalannya licin dan harus naik turun lereng gunung. “Kalau untuk anak-anak tidak mungkin lewat sana. Termasuk untuk guru-gurunya juga tidak mungkin,” tegasnya.
Begitu mendapatkan informasi jembatan ambruk tersebut, lanjut Yami, dia langsung mengambil keputusan anak-anak sekolah di masjid saja. Keputusan ini diambil karena tidak ingin gara-gara peristiwa ambruknya jembatan itu anak-anak tidak bisa sekolah. “Pembelajaran jangan diliburkan, saya ambil tindakan bahwa yang di timur sungai masuk (sekolah) di masjid ,” jelasnya.
Lebih jauh Yami menjelaskan, lokasi sekolah berada di kebun Glen Falloch, Desa Tegalharjo. Namun murid-muridnya sebagian besar berasal dari Desa Karangharjo. Murid yang tinggal di sekitar kebun hanya sekitar 10 sampai 15 murid saja. Sedangkan yang dari luar atau berada di timur sungai sekitar 30-35 murid. “Yang tinggal di kebun tetap belajar di sekolah dengan ditangani seorang guru,” ungkapnya.
Murid yang belajar di masjid, kata Yami, merupakan murid kelas 1 sampai kelas 6. Kebetulan sebagian besar guru berasal dari luar kebun. Sehingga semuanya bisa ikut mengajar di masjid. Para siswa itu melakukan belajar di masjid dengan berkelompok seusai dengan kelasnya masing-masing. “Kelas 1 kumpul kelas 1, kelas dua kumpul kelas 2, dikelompokkan berdasarkan kelasnya masing-masing,” jelasnya.
Karena sarana dan prasarana belajar mengajar ada di gedung sekolah, untuk sementara murid-murid tersebut meminjam meja masjid yang biasa digunakan untuk mengaji. Selain itu, dirinya juga meminta murid yang memiliki meja kecil untuk membawa dari rumah. “Yang penting anak-anak tetap masuk sekolah,” tegasnya lagi.
Karena dalam keadaan darurat, Yami telah membuat jam belajar baru. Untuk kelas 1 dan II sampai mulai pukul 06.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB. Untuk kelas III pulang pukul 09.30 WIB dan kelas IV, V, IV pulang pukul 10.30 WIB. “Setelah anak-anak pulang, gurunya stand by dulu-dulu untuk persiapan besoknya,” tegasnya.
Karena buku pegangan guru dan peralatan belajar mengajar masih berada di sekolah, untuk materi pengajaran selama ini guru lebih banyak mengandalkan dari internet. Namun menurutnya yang terpenting saat ini pembelajaran bisa tetap berjalan.
Dia bersyukur sejak sehari yang lalu, sudah ada sedikit solusi untuk mengambil barang di gedung sekolah. Namun hanya barang-barang yang dianggap sangat penting saja yang diambil. Barang-barang tersebut diseberangkan dengan cara dikerek dengan tali. “Yang diambil yang penting-penting saja seperti buku-buku pembelajaran untuk guru. kalau untuk anak yang dibawa anak-anak saja,” tegasnya.
Yami mengaku sudah melaporkan kejadian ini ke dinas terkait, camat dan bahkan ke bupati serta DPRD Banyuwangi. Dua hari yang lalu, menurutnya secara berturut-turut pihak BPBD datang mengecek lokasi tersebut.
“Bupati dan Ketua DPRD sudah merespon. Insyaallah akan dibuatkan jembatan darurat. Insyaallah bulan depan. ini juga untuk akses ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Advertisement