Jelang Pilwali, DPRD Surabaya Ingatkan Pejabat Pemkot Tidak Gunakan Fasilitas Pemerintah
Menjelang gelaran Pemilihan Walikota (Pilwali) Surabaya 2024, DPRD Kota Surabaya mengingatkan kepada jajaran Pemerintah Kota Surabaya untuk tidak sembarangan menggunakan fasilitas milik pemerintah untuk kepentingan politik praktis semata.
Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Moch. Machmud mengatakan, posisi netral dan tidak berpihak harus tetap dijaga oleh seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di lingkungan Pemkot Surabaya.
Dirinya juga berujar, bakal calon kepala daerah yang maju dalam Pilwali Surabaya 2024 mendatang juga tidak boleh menggunakan fasilitas kepunyaan Pemkot Surabaya untuk meningkatkan elektoralnya di mata masyarakat Kota Surabaya.
"Jikalau mencalonkan diri, termasuk bagi petahana, artinya mereka harus cuti. Tidak boleh ada fasilitas Pemkot Surabaya yang digunakan, misalnya memanfaatkan program untuk mendongkrak elektabilitasnya bahkan memakai kendaraan dinas," ucapnya, Selasa 18 Juni 2024.
Machmud menegaskan prinsip tersebut harus dijunjung, baik oleh jajaran atas hingga jajaran bawah Pemkot Surabaya. Petahana tidak boleh serta-merta mendapatkan keuntungan karena berbagai fasilitas yang diterimanya.
"Saat ini memang dinamikanya belum nampak. Karena yang muncul di permukaan baru satu calon. Nanti kalau sudah ada pesaingnya, akan terlihat siapa yang condong ke kanan atau ke kiri," tuturnya.
Oleh sebab itu, mantan Ketua DPRD Kota Surabaya ini juga meminta kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya untuk mengawasi gerak-gerik berdemokrasi setiap ASN yang ada di lingkungan Pemkot Surabaya.
Sehingga netralitas seluruh jajaran dan ASN tetap terjaga dan bertahan hingga pelaksanaan Pilwali Surabaya 2024 selesai digelar. "ASN juga harus ingat, ada sanksi yang bisa menimpa mereka apabila melanggar. Ini yang harus diperhatikan," tegas dia.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Surabaya Novli Bernado Thyssen menyampaikan, jajaran Pemkot Surabaya untuk tetap menjaga netralitas dalam merumuskan kebijakan. Termasuk mengenai rotasi dan mutasi para ASN.
Mutasi jabatan tidak diperbolehkan dalam rentang waktu beberapa bulan menjelang Pilkada 2024 digelar. "Bahwa enam bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara, kepala daerah yang sedang menjabat tidak boleh memutasi pegawainya," tegas Novli.
Dirinya menyebut, jika kepala daerah terindikasi dan terbukti melakukan hal itu, maka sanksi berat pun bisa ditimpakan kepada mereka. Mutasi pegawai dikhawatirkan akan memunculkan persepsi publik bahwa kepala daerah menggunakan kekuasaannya untuk memobilisasi pemilih, yakni memanfaatkan para ASN yang bekerja di lingkungan Pemkot Surabaya.
"Saat seorang petahana di kepala daerah terbukti melakukan mutasi, ada sanksi administrasi hingga diskualifikasi dari kepesertannya dalam Pilkada jika yang bersangkutan maju," pungkasnya.