Jelang Pelantikan Prabowo, Ketua AMSI: Jadi Momen Media Make or Break
Ketua AMSI, Wahyu Dhyatmika menghadiri langsung Konferwil ke-3 AMSI Jawa Timur, di Hotel Whiz Luxe Surabaya, Sabtu 27 Juli 2024. Tanggal konferwil AMSI Jatim ini bertepatan juga dengan peringatan peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli. Salah satu peristiwa berdarah menuju reformasi Indonesia yang sebelumnya dikuasi oleh pemerintahan Orde Baru yakni Soeharto yang juga mertua dari Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto.
Dalam sambutannya sebelum sidang konferwil dimulai, Wahyu atau yang akrab disapa Komang itu sempat menyampaikan beberapa hal. Termasuk pula masa depan bisnis media di Indonesia. Namun salah satu yang terpenting, ia juga mengingatkan para pemimpin media di Jawa Timur, bahwa kita akan memasuki era pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024.
Komang menyampaikan, pemimpin perusahaan pers di Jatim harus ingat bahwa dalam hegemoni Pilpres 2024 lalu, media sudah mulai tergerus dengan platform lain yang lebih dilirik oleh politisi. Ia mengibaratkan bahwa media sudah tidak memiliki power lagi di masyarakat atau publik.
"Kita ingat di Pilpres kemarin, terlihat media hilang pengaruh. Media bukan lagu public opinion maker, kenapa? Ternyata banyak hal. Nah ini yang harus menjadi catatan kita semua," tutur dia.
Salah satu persoalan yang ada di media, dan kemudian menyebabkan tidak lagi menjadi public opinion maker adalah terkait dengan isi konten media. Banyak media yang tidak memahami konten yang diproduksi oleh dapur redaksi mereka. Apakah dari konten tersebut, perusahaan dan publik mendapatkan manfaat, hal itu yang harus menjadi koreksi perusahaan pers saat ini.
Termasuk pula distribusi konten yang diproduksi. Menurutnya, selama ini media-media melepas tangan distribusi konten mereka. Diserahkan ke platform seperti google, amazon, dan sebagainya atau bahkan membiarkan konten kreator lain yang menggunakan hasil produksi dari perusahaan pers. Padahal itu adalah peluang besar bagi perusahaan pers untuk berkembang dan membesarkan dirinya.
Dengan tidak laginya media menjadi public opinion maker, maka menurut Komang, itu akan berdampak buruk bagi jalannya negara Indonesia. Sebab jurnalisme, ekonomi, politik, dan demokrasi sangatlah berkaitan. Baginya jika jurnalisme mati, ekosistem ekonomi media akan mati. Jika ekosistem ini kemudian tanpa adanya jurnalisme, demokrasi akan terancam.
"Kita sebagai media hanya produksi berita bukan lihat value dan apakah berita kita atau konten kita sampai ke audiens. Kita serahkan distribusi itu ke pihak ketiga. Kita tak peduli apakah produk kita sampe ke pembaca. Kalau kita tidak mikir audiens, mati kita. Ini opportunity sekaligus ancaman. Maka menurut saya, 20 Oktober ini akan jadi make it or break it bagi media dan demokrasi," tutupnya.