Jelang Musda: Kepengurusan DKJT Sebaiknya Berbentuk Presidium?
Chrisman Hadi, Ketua DKS (Dewan Kesenian Surabaya) mengaku hingga saat ini pihaknya belum mendapat undangan untuk mengikuti Musda (Musyawarah Daerah) V, DKJT (Dewan Kesenian Jawa Timur).
DKJT akan menyelenggarakan Musda di Hotel Luminor 25 sd 27 Juni mendatang. Salah satu agendanya adalah memilih ketua umum yang sejak 2015 dijabat Taufik Hidayat atau Taufik Konyong. Musda diikuti utusan dari DK (Dewan Kesenian) daerah se Jawa Timur, serta dua orang yang mewakili BPH (Badan Pengurus Harian) DKJT.
Menurut Nasar Batati, Ketua Pelaksana Musda V DKJT, ada 3 katagori DK bila dilihat dari statusnya. Pertama adalah DK yang memiliki SK Kepala Daerah dan pada tahun 2019 ini SK tersebut masih berlaku. Kedua adalah DK yang SK kepala daerah sudah tidak berlaku atau kadaluwarsa. Katagori terakhir adalah DK yang sama sekali tidak memiliki SK, baik yang masih berlaku maupun SK kadaluwarsa.
Dari 38 kabupaten/kota yang ada di Jatim, hanya 34 daerah yang memiliki dewan kesenian. Dari 34 dewan kesenian itu, hanya 18 DK (Dewan Kesenian) yang status dan kepengurusannnya jelas yaitu memiliki legalitas berupa SK yang masih berlaku dari Bupati atau Wali Kota.
Data yang ada di kepanitiaan tentang DK itu, menurut Krisman Hadi keliru. Yang benar, katanya, dari dari 38 Kota/Kabupaten yang ada di Jawa Timur, yang memiliki DK cuma 28 daerah, dari 28 itu 22 diantaranya memiliki SK.
“Sebagian 22 DK yang memiliki SK itu belum menerima undangan untuk mengikuti Musda, termasuk DKS,” katanya.
“Keduapuluh dua Dewan Kesenian yang memiliki SK Kepala Daerah itu, termasuk DKS pernah bikin Musdalub atau Musyawarah Daerah Luar Biasa yang menghasilkan rekomendasi agar DKJT ke depan lebih sehat, maka bentuk kepengurusan mesti diuubah jadi presidium. Jadi sifatnya kolektif kolegial,” kata Chrisman Hadi. Kebetulan saya didapuk jadi ketua forum komunikasinya, tambahnya. (nis)