Jelang Musda; DKJT Jangan Jadi Majikan
Oleh Jil: Kalaran
Dewan Kesenian Indo-Amerika (Indo-American Arts Council atau disingkat IAAC)) adalah sebuah organisasi kebudayaan nirlaba Amerika yang mempromosikan teater, seni, film, mode, musik, tarian, dan sastra India di Amerika Serikat.
Didirikan pada 1 Agustus 1998 di Kota New York oleh seorang editor India Aboard, Gopaj Raju, koreografer Amerika, Jonathan Hollander dan Aroon Shivdasani.
IAAC mengadakan acara budaya dan seni sepanjang tahun, termasuk Festival Film India New York tahunan, yang menampilkan film-film India dan yang terkait diaspora.
Tujuan didirikannya lembaga ini untuk mempromosikan film India ke media besar Amerika. Tiga tahun kemudian IAAC mulai menyelenggarakan Festival Film India New York (New York Indian Film Festival (NYIFF)).
Tiga tahun berikutnya, mulai menyelenggarakan pameran seni kontemporer tahunan. Dan pahun tahun 2008, dewan ini mulai menyelenggarakan festival tari tahunan, yang menampilkan pertunjukan tari di luar ruangan di Lower Manhattan.
Sekali lagi, semua kegiatan festival ini terkait dengan dispora India di Amerika.
Lalu saya membayangkan, alangkah hebatnya jika Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) bisa menjadi sebuah lembaga kesenian yang konsep dan programnya diarahkan untuk menampilkan keunggulan-keunggulan atau capaian karya seniman Jawa Timur di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam konteks mempromosikan seniman dan karyanya ini tentu saja harus berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Disbudpar. Artinya, kedudukan kurator sangat penting.
Saya kira ini akan jauh lebih elegan, bermanfaat dan dapat dilihat hasilnya di masa depan dalam praktek mengembangkan kesenian di Jawa Timur, daripada - misalnya - DKJT "membagi" uang dengan jumlah yang sama ke berbagai DK kabupaten/kota.
Pola "bagi-bagi duit" ini punya dampak negatif (berbahaya) ke depannya. DKJT akan menjadi majikan sementara DK kabupaten/kota akan menjadi pembantu alias babu. Dan dalam praktek pemilihan ketua, jalannya akan sama sebangun dengan partai politik. DK kabupaten/kota akan mengirim utusannya, sambil berlomba mencari mana kandidat yang bisa menjanjikan tambahan anggaran atau janji-janji surga lainnya.
Jangan lupa, stakeholder DKJT yang sesungguhnya adalah seniman bukan DK kabupaten/kota. Kalaupun dianggap perlu utusan, maka DK kabupaten/kota memilih seniman yang bisa diukur prestasinya lewat pencapaian karyanya dalam beberapa tahun. Dengan demikian, menyelenggarakan musyawarah seniman Jawa Timur sebelum pemilihan ketua merupakan keniscayaan.
Jadi, menurut saya DKJT jangan mengurus hal-hal yang cemen. Uruslah program-program besar dengan gagasan-gagasan besar, menampilkan karya-karya seniman Jawa Timur yang dianggap materpiece ke berbagai daerah di Nusantara dengan skala prioritas . Sementara program-program kesenian yang berlangsung di setiap daerah biar dilaksanakan oleh DK kabupaten/kota yang bersinergi dengan pemerintah daerah setempat.
Dengan cara ini, DKJT dapat memetakan kesenian di Jawa Timur dengan baik dan akurat, sehingga Gubernur dapat meletakan strategi kebudayaan macam apa yang harus dijalankannya dalam membangun dunia kesenian di Jawa Timur. (Jil Kalaran)