Jelang Ajal, Khashoggi Masih Kritik Putra Mahkota Kerajaan Arab
Jamal Khashoggi, wartawan asal Arab Saudi, hilang misterius pada 2 Oktober 2018 di kantor Konsulat jenderal Arab Saudi di Istambul, Turki. Ia dikenal kritis terhadap kebijakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Bahkan, sesaat sebelum Jamal Khashoggi dikabarkan dibunuh oleh para algojo yang dikirim dari Riyadh, ia masih menulis kolom terakhir yang diterbitkan surat kabar The Washington Post.
Kolom terakhir Jamal Khashoggi itu berjudul 'Apa yang paling dibutuhkan Arab Saudi ialah kebebasan berekspresi'. Tulisan ini fokus pada kebutuhan kebebasan pers di Timur Tengah dan fakta banyak orang Arab Saudi yang masih disuguhi informasi yang kurang akurat.
"Kebebasan pers telah diserang dan secara umum tidak dianggap serius oleh masyarakat internasional. Tindakan-tindakan ini memicu penolakan dengan cepat yang diikuti oleh keheningan dari wartawan. Akibatnya, pemerintah Arab Saudi secara tidak langsung telah diberi kebebasan untuk terus meningkatkan pembungkaman terhadap media," tulisa Jamal Khashoggi.
Jamal Khashoggi dikenal kerap mengkritisi kebijakan Kerajaan Arab Saudi melalui tulisan-tulisannya. Sejak 2017, dia memilih mengasingkan diri ke Amerika Serikat dan menulis untuk kolom di The Washington Post.
Editor Global Opinions, Karen Attiah, memberi catatat bahwa dirinya enggan menerbitkan artikel itu dengan harapan Khashoggi akan kembali sehingga mereka bisa mengedit bersama. Namun, Karen Attiah kemudian meyakinkan dirinya untuk menerima bahwa Jamal Khashoggi sudah tewas.
"Ini bagian terakhir tulisan Jamal Khashoggi yang saya edit untuk The Washington Post. Kolom ini dengan sempurna menangkap komitmen dan semanatnya untuk kebebasan pers di Arab Saudi. Kebebasan yang sepertinya Jamal Khashoggi berikan untuk hidupnya. Aku akan selamanya bersyukur karena memilih The Washington Post, dan memberi kami kesempatan untuk bekerja sama," tulis Karen Attiah mengenang Jamal Khashoggi. (yas)
Advertisement