Jejak Penggunaan Ganja Era Kolonial Belanda di Indonesia
Sebuah koran berbahasa Belanda beredar pada masa Hindia-Belanda (Indonesia) tertulis di atasnya Java Bode terbit pada 4 Januari 1875. Di koran berbahasa Belanda itu tertulis nama latin ganja yaitu Cannabis Indica atau Indische Hemp, dalam bahasa Indonesia adalah Indian Hemp.
“Di Eropa bahasa slank atau nama jalanan untuk ganja itu dikenal sebagai Indian Hemp,” ujar Dewan Pengawas Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Abdullah Amang pada Selasa 29 November 2022.
Indian mengacu kepada suku Indian yang dalam kebiasaannya sering menghisap atau merokok menggunakan pipa. Kebiasaan itu kata Amang juga dilakukan oleh Suku Hitu, Pulau Ambon, Provinsi Maluku.
“Budaya ini ada di Indonesia. Di Suku Hitu, Provinsi Maluku. Ketika mereka melakukan musyawarah adat itu ada namanya upacara kapata. Itu ada pipa berputar. Isinya ganja. Mereka bakar. Fungsinya untuk meditasi meminta petunjuk sebelum membuat keputusan dalam musyawarah adat,” katanya.
Amang bertandang ke Maluku pada 2016, silam dalam rangka penelitian dengan mengambil kajian etnobotani ganja. Etnobotani adalah bidang keilmuan yang mengkaji terkait hubungan manusia dengan tumbuhan.
Kekayaan alam terutama tumbuh-tumbuhan di Provinsi Maluku juga pernah diteliti oleh ahli botani keturunan Jerman-Belanda yaitu Georg Eberhard Rumphius.
Dalam bukunya Herbarium Amboinense Rumphius menuliskan bahwa akar dari ganja dimanfaatkan oleh penduduk di daratan Hindia untuk obat di antaranya gangguan asma, nyeri dada pleuritik dan sekresi empedu.
Amang mengatakan bahwa dirinya pernah melihat kebiasaan menggunakan akar ganja untuk pengobatan di Jombang. Daerah asal kakek dari pria lulusan Universitas Manilla tersebut.
“Saya pernah lihat dulu di desa kakek saya (di Jombang). Mungkin sampai sekarang, mungkin ya. Mereka menggunakan akar-akarnya tanaman Rami (Hemp dalam bahasa Belanda) mereka percaya itu untuk kesehatan. Jadi itu direbus dibikin teh,” ujarnya.
Catatan pemanfaatan tanaman ganja untuk kesehatan kata Amang juga tertulis di kitab Tajul Muluk dan Al Mujarobat yang ada pada abad sekitar 13 hingga 15 masehi.
“Kitab Tajul Muluk dan Al Mujarobat itu garis besarnya sama. Isinya berbicara terkait seni kehidupan. Salah satunya bab pembahasannya ada terkait pengobatan dan ganja disebutkan dalam bab tersebut,” katanya.
Namun saat ini di Indonesia ganja masuk dalam zat terlarang narkoba golongan I sesuai dengan Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 terkait penggolongan narkotika.