Jejak Dakwah Bung Karno di Rusia, Temukan Makam Imam Bukhari (2)
Sisa perang dingin masih penuh ketegangan. Blok Amerika Serikat dan Uni Soviet berhadap-hadapan. Namun, Presiden Sukarno harus bersikap dengan arif sebelum berkunjung ke Rusia pada 1956.
Agar tidak ada kesan Indonesia berada pada pengaruh blok Uni Soviet, Presiden Sukarno mensyaratkan kepada pemimpin Uni Soviet itu untuk menemukan makam Imam Buchari sebagai syarat kunjungannya.
Imam Bukhari adalah pengumpul Hadits Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wassalam (Saw). Kini, selain Kitab Shahih Bukhari terdapat kumpulan hadist Shahib Muslim karya Imam Muslim.
Ada catatan menarik M. Wahid Supriyadi, Duta Besar LBBP RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus, memberi kesaksian akan informasi bersejarah tersebut. Berikut ulasannya dalam "Jejak Sukarno di Masjid Biru St. Petersburg Rusia" bagian terakhir:
Mufti Masjid Biru, Ravil Pancheev, kini menjabat sebagai Ketua Dewan Muslim untuk wilayah St. Peterburg dan Barat Laut Rusia. Dia mendapatkan cerita dari ayahnya. Mufti Pancheev bahkan menunjukkan beberapa gambar saat Presiden Sukarno berkunjung ke St. Petersburg dan bertemu dengan beberapa tokoh Muslim di Masjid Biru. Saya bertemu untuk mengklarifikasi kebenaran cerita tersebut.
Memang, menurutnya, pemimpin India Jawaharal Nehru juga pernah datang ke St. Petersburg dan melihat Masjid Biru di waktu yang berdekatan. Tapi saya ragu apakah dia meminta Khrushchev untuk mengembalikan masjid itu ke umat Muslim mengingat Nehru tidak beragama Islam. Mufti merasa bangga dengan cerita tentang Masjid Biru ini dan Pemerintah Rusia telah menetapkannya sebagai salah satu tempat bersejarah (heritage) yang dilindungi negara.
Menurut Mufti, setiap Jumat masjid ini menampung sekitar 10 ribu jamaah, padahal kapasitasnya cuma sekitar 6 ribu, sehingga sebagian harus sholat di luar masjid. Dia merasakan bahwa Islam telah berkembang dengan pesat di Rusia dan pemerintah melindungi warga negaranya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
Di dalam masjid, di sebelah kiri mimbar terdapat lukisan surah Al Fatihah terbuat dari kayu jati khas Indonesia. Ternyata itu adalah sumbangan dari Presiden Megawati Sukarnoputri yang berkunjung ke masjid bersejarah itu tahun 2003.
Menurut Mufti, ketika Megawati berkunjung ke Masjid mendampingi bapaknya tahun 1959, dia menunjukkan gambar Presiden Sukarno bersama dengan Mega yang ketika itu berumur sekitar 6 tahun. Ini adalah kunjungan Pesiden Sukarno yang kedua. Foto itu ada di komputer, sayangnya komputernya rusak dan belum sempat dicetak. Megawati akhirnya memenuhi janjinya dengan mengirimkan lukisan kayu berisi Surah Al Fatihah setahun kemudian.
Sayang memang tidak terdapat plakat atau pun bukti yang menunjukkan jasa Sukarno. Mufti menyetujui usul saya untuk membuat plakat yang menggambarkan jasa Sukarno sehingga pengunjung mengetahui cerita di balik Masjid yang sangat bersejarah ini.
Masjid ini sekarang banyak dikunjungi wisatawan dari luar negeri, termasuk turis dari Indonesia.
Cerita tentang Sukarno tidak selesai di sini.
Ketika saya mengunjungi Dagestan, salah satu negara bagian yang mayoritas penduduknya beragama Islam pada Maret tahun lalu, saya bertemu dengan dua anak umur 10 dan 12 tahun masing-masing bernama Sukarno bin Kamilovich (Kamil) dan Sukarno bin Magomedovich (Muhammad). Usut-punya usut, buyut mereka bernama Musa, seorang pengagum Sukarno.
Pada kunjungan Presiden Sukarno yang ke-3 tahun 1961, Musa, seorang aktivis Barisan Tani datang ke Moskow mengikuti acara internasional yang diselenggarakan oleh Partai Komunis Uni Soviet.
Itu hari Jum’at. Di tengah acara yang masih berjalan tiba-tiba Sukarno, salah seorang Kepala Negara yang diundang, meminta waktu kepada pemimpin Soviet Nikita Khrushchev untuk keluar dan menunaikan sholat Dzuhur. Khrushchev pun mengizinkan.
Musa pun terkagum-kagum pada keberanian dan kenekatan Sukarno. Akhirnya anaknya lahir tahun 1962 dan diberi nama Sukarno bin Musa. Berarti Sukarno bin Musa adalah kakek dari kedua bocah tersebut.
Menurut cerita paman kedua bocah itu, Musa telah menulis surat kepada Duta Besar RI ketika itu, Adam Malik, untuk meminta izin memberi nama Sukarno, tapi tidak pernah mendapat balasan. Saya menduga surat itu tidak pernah sampai.
Itulah kehebatan Presiden pertama kita. Generasi tua Rusia masih mengenalnya, bahkan lagu Rayuan Pulau Kelapa yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Rusia sempat sangat populer di Rusia tahun 70-an.
Saya ingat ketika membuka Veteran Badminon Cup bulan Oktober 2016 di Sochi, saya diperdengarkankan lagu Rayuan Pulau Kelapa versi Bahasa Rusia sebelum lagu kebangsaan kedua negara diputar.
Demikian M. Wahid Supriyadi, Duta Besar LBBP RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus. Ditulis di Moskow, 21 Pebruari 2020, dipetik dari dutajatim.com.