Jawa Timur Masuk Provinsi Prioritas Penurunan Stunting
Menteri Kesehatan Budi G Sadikin memantau langsung penanganan stunting di daerah. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Indonesia harus melakukan akselerasi penanganan stunting menjadi 14% pada akhir tahun 2024.
Sebagai tindak lanjut, telah ditetapkan 12 provinsi yang perlu difokuskan untuk percepatan penurunan stunting yang terdiri dari tujuh provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi. Yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara. Dan lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten.”Daerah-daerah itu jadi prioritas,” ujarnya dikutip laman Kemenkes, Senin 5 Desember 2022.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi berkunjung ke Posyandu di kantor Desa Glagahwaru, Kudus, melihat langsung pelayanan kesehatan dan dialog dengan para kader mengenai penanganan stunting. Selanjutnya dilakukan kunjungan rumah (home visit) kepada 2 orang anak penderita stunting yang berdomisili di sekitarnya, Menkes berbincang dengan pihak keluarga, serta memberikan paket bantuan untuk pemenuhan gizi sang anak.
Titik kunjungan berikutnya berada di Puskesmas Undaan, dimana selain meninjau proses dan progress penanganan stunting, Menkes juga melihat sarana alat-alat di laboratorium untuk screening penanganan penyakit lainnya seperti diabetes dan TBC. Selanjutnya kunjungan terakhir di RSUD dr. Loekmono Hadi,
Stunting hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Upaya penanggulangan terus dilakukan untuk mencapai target 14% pada akhir tahun 2024.
Secara nasional prevalensi stunting mengalami penurunan, dari 27.67% (Survei Status Gizi Balita Indonesia, 2019) menjadi 24,4% di tahun 2021 (SSGI, 2021).
Dibutuhkan intervensi spesifik untuk penanganan stunting, mulai dari intervensi yang dilakukan sebelum bayi lahir, melalui remaja putri mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD). Yaitu ibu hamil mengkonsumsi tablet TTD selama kehamilan, ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) mendapat tambahan asupan gizi,
Intervensi juga dilakukan setelah bayi lahir, melalui bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif, anak usia 6-23 bulan mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), balita dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. Balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi, balita gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk, balita memperoleh imunisasi dasar lengkap.