Jawa Timur Bangkitkan Ekonomi Biru
Oleh: Oki Lukito
Ada yang menarik dari pernyataan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pada Peringatan Hari Nusantara 2022 yang dipusatkan di Pelabuhan Perikanan Mayangan, Kota Probolinggo dan Pulau Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Senin 26 Desember 2022. Gubernur wanita pertama di Jawa Timur tersebut mengingatkan konsep wawasan nusantara dan Indonesia sudah meninggalkan green economy menuju blue economy.
Gubernur mengingatkan, green economy yaitu bagaimana mengelola ekonomi dengan limbah yang ramah lingkungan. Sementara blue economy adalah konsep yang harus dikembangkan saat ini maupun yang akan datang. Konsep blue economy di sektor laut dan perikanan adalah pemanfaatan laut untuk ekonomi masyarakat, tapi tidak merusak lingkungan sehingga berkelanjutan (sustainable).
Sebagai referensi, Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sejatinya secara bertahap sudah melaksanakan konsep ekonomi biru tersebut. Setidaknya lima program sudah disosialisasikan, diantaranya memperluas wilayah konservasi dengan target 30 persen, penangkapan ikan secara terukur, budidaya ikan yang ramah lingkungan, penataan ruang laut untuk perlindungan ekosistem pesisir dan laut, serta bersih pantai.
Di Sidoarjo misalnya, masyarakat tambak udang dan bandeng sudah menerapkan tambak ramah lingkungan. Sistem yang diterapkan adalah silvo fishery yaitu sistem tambak di lingkungan mangrove dan ikan yang dibudidayakan mendapat asupan makan secara alami, bebas pencemaran.
Aktivitas masyarakat petambak ramah lingkungan tersebut mengundang perhatian sejumlah negara, antara lain dari Amerika Serikat. Penulis pernah mengantar atase perdagangan dari Amerika Serikat beberapa waktu lalu untuk meninjau lokasi tambak di Sidoarjo.
Dengan penerapan sistem trace ability sesuai pelaksanaan Standar Nasional (SNI) dan memenuhi kriteria sertifikasi pada perikanan untuk CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) dan CBIB (Cara Pembesaran Ikan yang Baik), hasil produk ikan ramah lingkungan itu akan lebih diminati negara konsumen perikanan dengan harga yang jauh lebih mahal.
Bahkan negara-negara yang menjadi tujuan ekspor hasil kelautan dan budidaya ikan sudah menerapkan eco label. Ini memastikan hasil produksi perikanan tidak merusak lingkungan seperti Amerika, Jepang dan lain-lain. Akan tetapi persyaratan konsumen produk perikanan semakin beragam dan ketat, meliputi berbagai aspek yang berkaitan langsung dengan budidaya, seperti keamanan pangan, kualitas produk, lingkungan hidup, dan aspek sosial.
Konsep traceability dalam unit usaha budidaya perikanan, menjadi salah satu persyaratan ekspor produk perikanan ke negara konsumen, terutama hal-hal yang berkaitan dengan penerapan dan pengawasan aspek-aspek keamanan pangan. Dokumen traceability yang lengkap dan berisi data mutakhir akan memberikan jaminan keamanan pangan dan kualitas produk perikanan.
Demikian pula DKP Jatim memanfaatkan dan mengembangkan usaha masyarakat yang bergantung pada sistem tradisional. Mereka dikenal sebagai petani tambak tradisional. Usaha ini dilakukan secara turun temurun sebagai mata pencaharian. Melalui Sustainable shrimp Aquaculture (SSA) pemanfaatan tambak di wilayah Jawa timur dengan komoditas udang windu akan di kembangkan dengan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Inisiasi lainnya seperti budidaya rumput laut (pantai utara), kekerangan termasuk kerang mutiara (Pantura. Selat Bali), budidaya offshore (pantura, Selat Bali, oansel).
Solusi inovasi teknologi untuk pengelolaan tambak tradisional untuk meningkatkan hasil tambak tradisional udang windu dan memperhatikan lingkungan tambak secara berkelanjutan. Inisiasi lainnya yang perlu diapresiasi yaitu upaya membudidaya beberapa jenis ikan dalam satu tambak seperti yang diterapkan masyarakat petambak tradsional di wilayah Kabupaten Probolinggo dan Situbondo. Dikenal dengan tambak polikultur yang membudidayakan udang windu, bandeng, nila srikandi dan rumput laut di dalam satu tambak dengan hasil produk ramah lingkungan.
Rehabilitasi Pesisir
Di sepanjang pantai Provinsi Jawa Timur terdapat beragam sumberdaya alam mulai dari hutan mangrove yang tersebar di perairan pada 14 kabupaten/kota, terumbu karang dengan total 70 jenis karang yang dapat dijumpai di perairan Laut Jawa dan Selat Madura dengan kondisi tutupan rata-rata sedang sampai sangat baik.
Selain itu, terdapat potensi cemara udang pada 17 kabupaten/kota dengan kondisi bagus pada pesisir Laut Jawa. Sebagaimana yang diterapkan secara simbolik kemarin dilakukan di Pulau Gili Ketapang, salah satu daerah tujuan wisata dan senrtra budidaya laut. Hingga tahun 2022, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melakukan upaya dalam melestarikan ekosistem mangrove melalui program rehabilitasi mangrove sebanyak 4.005.958 batang dan rehabilitasi terumbu karang buatan seluas 36,34 ha. Ini menjadi langkah mewujudkan ekonomi biru.
Sebagai referensi, potensi sumber daya hayati lainnya yaitu ikan pelagis besar dengan potensi sebesar 73.435,6 ton/tahun, potensi ikan pelagis kecil 153.314,3 Ton/Tahun, potensi ikan demersal 153.314,3 ton/tahun, dan potensi ikan budidaya melalui usaha keramba jaring apung sebesar 415.465,6 ton/tahun.
Di sisi lain, sumber daya non hayati yang juga berpotensi untuk berkembang di perairan Provinsi Jawa Timur adalah pasir besi, mineral energi, jasa penyeberangan, energi alternatif, area penangkapan ikan, industri perkapalan dan perikanan, penggaraman, serta wisata bahari berupa pantai berpasir putih yang layak untuk dikembangkan menjadi objek wisata. Agar pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dapat terselenggara secara optimal, diperlukan upaya penataan ruang pesisir sebagai salah satu bentuk intervensi kebijakan dan penanganan khusus dari pemerintah dengan memperhatikan kepentingan stakeholders.
*Penulis adalah Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim dan Perikanan sekaligus Dewan Pakar PWI Jawa Timur
Advertisement